26. Fakta

153 36 3
                                    

¡¡¡

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

¡¡¡

"Bipolar siklotimia?"

Anna mengangguk, "Siklotimia adalah kondisi jangka panjang di mana suasana hati berputar antara hipomania dan depresi, tetapi tidak bersifat melumpuhkan atau membuat tidak berdaya. Gangguan siklotimia dapat dikategorikan sebagai versi gangguan bipolar yang lebih ringan."

Javier dan Dipta terdiam mendengar penjelasan Anna. Terutama Dipta benar-benar tak menyangka adiknya punya masalah dengan mentalnya.

"Tapi Alana..," Dipta menghentikan ucapannya, sikap Alana akhir-akhir ini memutar di kepalanya

"Aku tau kalian pasti kaget karena aku yakin Alana itu orang yang ceria dan ngga pernah menunjukkan kalo dia lagi ngga baik-baik aja."

"Gangguan yang di alami Alana masih dalam tingkat yang kurang parah, tetapi jika dibiarkan terus-menerus akan naik ke tingkat bipolar I dan II." jelas psikiater itu

"Tapi bagaimana bisa?" Javier bertanya dan masih tidak percaya

"Dalam kasus ini pengidapnya memiliki pikiran obsesif, terutama terkait kehilangan dan rasa bersalah." tutur Anna

Dipta lagi-lagi menyandarkan tubuhnya ke sofa sembari memejamkan netranya. Javier tak tahu harus bagaimana lagi selain mengutuk dirinya sendiri.

"Alana merasa bersalah atas semua yang terjadi pada ibunya selama bertahun-tahun"

Anna menatap kedua lelaki itu dengan tatapan sayu, ia juga ikut merasa bersalah baru bisa memberi tahu keluarga Alana sekarang.

"Tapi aku mau menanyakan sesuatu, kenapa Alana bisa tenggelam?" tanya wanita itu

"Alana menghilang dan ternyata semalaman dia ada di danau tempat ibunya tenggelam."

"Ketika kita ke sana, Alana udah ditemukan tenggelam." terang Javier

"Sebelum itu Alana ada mengalami perubahan mood yang ekstrim?" tanyanya lagi

"Ada, selama seminggu Alana semangat buat melakukan apapun tetapi tiba-tiba dia mendadak jadi pendiam dan keliatan sedih banget." tutur lelaki yang lebih muda

Kini Anna paham apa yang telah terjadi, "Alana kemungkinan sudah mengidap bipolar tingkat I"

"Aku minta maaf baru bisa kasih tau kalian sekarang, karena Alana ngga pernah mau aku kasih tau ke keluarga nya tentang ini," katanya sambil menundukkan kepala, ini memang bukan hal yang mudah

Javier menggeleng seraya tersenyum kecil, "Terima kasih udah kasih tau saya sekarang, setidaknya untuk hari-hari berikutnya saya lebih bisa memperhatikan Alana."

Dipta kini termenung dan sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Alana memang butuh di perhatikan lagi, terlebih pengidap bipolar ada kemungkinan ingin mengakhiri hidupnya."

-

Javier berjalan menuju tempat di mana Alana masih terbaring lemah di atas kasur rumah sakitnya. Dengan alat bantu pernapasan yang masih terpasang.

Pria itu menghampiri putrinya dengan wajah dan perasaan yang kacau. Ia lalu duduk di kursi yang sudah ada di samping kasur Alana.

Dilihatnya wajah pucat Alana seraya mengelus rambut hitam itu dengan penuh kasih sayang.

"Wajah kamu mirip banget sama bunda mu..," katanya, disaat seperti ini pria itu masih tertawa kecil padahal matanya sudah berkaca-kaca

"Kalo di pikir-pikir ayah ngga pernah lagi ya ngelus rambut kamu begini sambil ngobrol ringan"

Javier menyesal, ia ayah yang sangat buruk.

"Di saat ayah ngeliat wajah kamu, ayah selalu terbayang semua kejadian di hari itu," ucapnya lagi walau Alana tak mendengar ia tetap berbicara dan mengeluarkan semua yang di benaknya saat ini

"Ayah pengecut banget ya?"

Cairan bening turun dari kedua matanya, Javier sudah tidak sanggup dan memilih beranjak dari tempatnya.

"Ayah..," suara serak itu menghentikan langkah Javier

Ia langsung menghapus air matanya dan menghampiri sang putri.

Mata Alana mengerjap pelan, pandangannya langsung terarah pada wajah sang ayah. Alana tersenyum tipis dari balik oksigennya.

"Putri kecil ayah udah bangun, ayah panggilkan dokter dulu ya," kata Javier

Alana menggeleng, mau tak mau Javier langsung menelfon Dipta.

"Dipta, suruh dokter ke ruang UGD ya. Alana udah siuman," titahnya dan di sambut Dipta dengan nada gembira di ujung sana

Dipta sedang membeli makanan di kantin rumah sakit sedangkan Renan ia suruh pulang ganti baju dulu.

Dipta langsung bergegas ke sana bersama dokter dan perawat yang tadi menangani Alana.

Dokter pun langsung memeriksa semuanya, "Semuanya sudah mulai normal, pasien sudah bisa di pindahkan ke ruang perawatan biasa."

Dipta menyatukan kedua tangannya tanda sangat bersyukur, Javier merangkul putranya seraya tersenyum.

"Lihat kan ayah bilang juga apa, putri ayah itu kuat," ujarnya

Alana ikut tersenyum walaupun badannya masih sangat lemas.

~



Struggle, Love, and Bipolar [END]Where stories live. Discover now