29. Deep talk

124 39 0
                                    

¡¡¡

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

¡¡¡

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 sore. Rombongan teman-teman Alana sudah pulang dari tadi. Tersisa Renan yang di dalam ruangan bersama dengan Alana. Sebenarnya bertiga dengan Dipta, tetapi ia memilih untuk tidak mengganggu pasangan itu dan mencari udara segar di sekitar rumah sakit.

Renan kini menggenggam tangan Alana yang sangat pas di genggaman lelaki itu. Ia menunduk dan mengelus pelan tangan Alana.

Alana yang memperhatikan itu hanya tersenyum kecil, "Mau ngomong apa?"

Renan mendongak dan menatap gadis itu dengan tatapan lembutnya, "Mau deep talk," katanya

"Let's go"

Renan menghela nafas dan bersiap memberikan pertanyaan dengan hati-hati. Takut yang ia tanyakan membuat Alana sedih.

"Apa yang kamu rasakan saat ini?"

Yang ditanya tampak sedang berpikir, "Campur aduk rasanya, i don't know how to explain it"

"Di satu sisi aku masih sedih karena belum bisa nerima keadaan, dan di satu sisi aku ngerasa bahagia karena ternyata banyak orang yang sayang sama aku." lanjutnya

Renan lagi-lagi menatap Alana dengan eye-boba miliknya, "Saya yakin kamu pasti bisa nerima semua ini"

"Gimana kalo aku ngga bisa?"

"Jangan dipaksakan, semua ada waktunya"

Hati Alana menghangat, jika kalian penasaran kenapa Alana sangat menyukai Renan itu karena bagaimana cara Renan menanggapi sesuatu dengan caranya sendiri.

"Hal indah apa yang ada di hidup kamu?" tanya lelaki itu lagi

"Bisa ketemu sama orang kayak kamu."

"Saya serius Lana.."

Alana terkekeh lalu kembali berpikir sejenak, "Pada saat aku di danau, entah kenapa aku ngerasa aku ngga pantas buat hidup. Kayak kenapa aku harus hidup? kenapa bunda harus nyelamatin aku?"

"Pertanyaan itu selalu muncul di kepala aku Nan.."

"Sampai akhirnya aku tenggelam dan pas aku siuman, aku ngeliat ayah nangis. Sakit banget rasanya."

"Ayah ternyata lebih sakit kalau seandainya terjadi apa-apa sama aku"

"Kemudian aku mikir seharusnya aku lebih menghargai hidup. Seharusnya aku tetap menjalani hidup yang udah bunda dan tuhan kasih buat aku. Seharusnya aku ngga ngasih luka lagi buat ayah sama kak Dipta.."

"Dan jawaban dari hal terindah yang ada di hidup aku adalah di kasih kesempatan hidup buat bertemu dengan kalian semua."

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Alana menangis lagi untuk kesekian kalinya. Renan menghapus air mata yang turun dari wajah cantik itu dengan tangannya, ia dari tadi benar-benar mendengarkan apa yang Alana katakan.

"Jangan tinggalin saya ya?"

Renan berdiri dan memeluk tubuh mungil itu di dekapannya. Alana menangis guna mengeluarkan semua beban yang ada di hatinya.

"Sakit Nan, itu semua di luar kendali aku. Aku juga ngga mau bunuh diri aku sendiri.."

"Iya saya paham apa yang kamu rasain." Renan lalu mengelus rambut gadis yang sudah menangis tersedu-sedu itu

Kemeja yang di pakai Renan telah basah karena air mata Alana. Kini gadis itu sudah lumayan tenang. Renan mengambil air putih yang ada di atas meja lalu memberikannya kepada Alana.

Alana meminum air putih itu sampai habis dan menaruhnya gelasnya di atas meja. Ia kini sudah bisa tersenyum lagi.

"Kenapa senyum?"

"Emang ngga boleh?!" cibirnya

Renan yang melihat itu hanya tertawa, Alana sangat menggemaskan bahkan pada saat wajahnya memerah dan hidungnya meler seperti sekarang. Katakan Renan adalah budak cinta.

"Aku mau nanya sesuatu boleh?" tanya Alana

Renan kembali duduk dan mendekatkan dirinya, "Nanya apa?"

"Papa kandung kamu meninggal karena apa?"

Renan terdiam beberapa menit, Alana mengigit kukunya takut Renan sedih karena ia menanyakan hal itu.

"Bunuh diri." ujarnya dengan nada seperti biasa sembari menurunkan tangan Alana agar tak mengigit kukunya sendiri

Alana melihat wajah lelaki di depannya, ia memilih diam sampai Renan sendiri yang menceritakan kenapa ayahnya bisa bunuh diri.

"Dulu papa salah satu pasien yang mengidap bipolar..," ucap Renan mulai membuka cerita

"Sama kayak kamu," lanjutnya

"Wait, kamu udah tau?" mata gadis itu membulat sempurna

Renan mengangguk, "Saya tau dari perubahan mood kamu sama kayak papa dulu"

"Dan ternyata benar, kak Dipta yang bilang sendiri tadi"

Alana tidak tau harus berkata apa. Ia benar-benar tak menyangka tentang ayah Renan begitu juga Renan yang sudah tau perihal penyakitnya.

"Dan kamu tau kan kalo penyakit bipolar ada kemungkinan buat bunuh diri? papa udah nyerah duluan Lan. Papa gantung diri di kamarnya."

Wajah Renan terlihat biasa saja, tetapi Alana tau hatinya masih belum sembuh. Sama seperti dirinya. Alana menggenggam tangan besar Renan dengan kedua tangannya.

"Aku ngga akan bunuh diri"

"Saya juga ngga akan pernah biarkan hal buruk terjadi sama kamu lagi." tangan Alana ia genggam balik dan sesekali menciumnya lembut

"Hebat banget pacar ku! makasih ya udah bertahan," ujar Alana yang kini mengukirkan senyuman di wajahnya

"Saya boleh minta tolong?"

"Apa?"

"Jangan di pendam lagi ya semuanya. Saya siap dengarkan cerita kamu selama 24 jam kapan pun kamu mau"

"Aku boleh minta tolong juga?" pinta Alana dan langsung dibalas anggukan oleh Renan

"Jangan sungkan juga buat cerita sama aku, aku juga bisa kasih kamu kata-kata motivasi"

Renan hanya terkekeh mendengarnya. Lalu mereka berdua tertawa bersama, menertawakan semua yang sudah mereka lalui di hidup masing-masing.

Mereka hanya anak 17 tahun yang ingin saling memberikan pertolongan. Ketika semua tak seindah apa yang mereka bayangkan. Kini Alana dan Renan mencoba untuk terbuka satu sama lain, tak ada yang menyembunyikan masalah atau apapun itu.

~

Struggle, Love, and Bipolar [END]Where stories live. Discover now