Bagian 351 (Sakit)

486 115 35
                                    

.

.

Aku ternyata lebih baik dari dia. Ya, 'kan?

.

.

***

Pagi hari di kediaman Dayadyaksa. Seolah seperti pagi tenang yang biasanya. Kecuali bagi Yoga, yang tahu sesaat lagi, akan terjadi kekacauan.

Dana mengunyah santap paginya, sambil memerhatikan putra semata wayang yang duduk di seberangnya.

"Tampangmu kok gitu banget? Kayak orang melarat yang dikejar lintah darat," ceplos Dana ngasal.

Yoga hanya membalas dengan lirikan sekejap.

"Oh ya. Nanti Sabtu sore, kita mungkin bakal perlu dua mobil untuk bawa seserahan. Bastian dan dua pelayan, akan stand by di restoran, ngecekin persiapan untuk akad malamnya. Empat pelayan bakal ikut ke rumah calon besan, untuk bantu persiapan katering. Mereka datang duluan dari siang. Nanti kamu kasih tahu begitu sama Erika ya. Biar mereka siap-siap," cerocos Dana tiba-tiba.

Yoga berhenti makan. Wajahnya berubah tegang.

"Ayah ... ada yang ingin kubicarakan," kata Yoga dengan mimik serius.

"Apaan, bocah? Mukamu kayak orang mau ke toilet," respon Ayahnya, membuat Yoga tak habis pikir. Ayahnya macam orang Jawa yang telah kehilangan ke-Jawa-annya. Masa' bicara toilet di meja makan?

Ekspresi santai Dana berubah total setelah mendengar penjelasan putranya.

Dana buru-buru menelan sisa makanan di kerongkongannya.

"Kamu mau menunda akad? Kamu bercanda, 'kan? Ha ha!" Tawa Dana terdengar tidak wajar.

Muka Yoga makin pucat. Pandangannya tertunduk ke meja. "Tidak. Aku tidak bercanda," jawabnya tegas.

Dana melongok ke sekeliling. "Di mana kamu sembunyikan kameranya? Kamu mau prank Ayah, ya?"

"Yah, kapan aku pernah nge-prank orang?" tanya Yoga retoris. Itu adalah pertanyaan yang tak memerlukan jawaban. Yoga tidak pernah suka kegiatan nge-prank yang menurutnya tak bermanfaat.

Ekspresi Dana berubah muram. "Apa alasanmu menunda lamaran dan akad?" tanya pria itu dengan suara berat.

"Aku ... kubilang, aku perlu waktu untuk memantapkan ijab qabulku nanti. Mundur empat hari dari Sabtu," jawab Yoga, terkesan tenang, padahal ia sadar sesaat lagi akan diamuk badai.

Dana memicingkan mata. "Alasan macam apa itu? Bukankah Erika adalah wanita idamanmu sejak SMA? Momen ini 'kan sudah kamu nantikan sangat lama!"

Yoga terdiam.

"Oh ... ini pasti ada kaitannya dengan mendiang suami Erika. Ya 'kan?" tembak Dana langsung, dengan cibiran.

"Calon suami macam apa kamu? Kalau mengatasi perasaanmu sendiri tidak bisa, kamu belum pantas jadi pemimpin!" tambah Dana.

"Ayah tidak paham apa yang kualami. Dan aku tidak harus menjelaskannya," tukas Yoga cepat. Separuh egonya tak terima dihina.

Dana menyesap kopi perlahan, masih dengan tatapan tajam ke putra tunggalnya. Yoga baginya adalah buku terbuka yang mudah dibaca. Tentu saja, Yoga adalah darah dagingnya. Sifat sensitif Yoga, dia paham betul dari siapa sifat itu menurun. Yang jelas bukan darinya.

"Jawab pertanyaan Ayah. Apa Erika selingkuh?"

Pertanyaan mendadak itu membuat Yoga terkejut.

"TIDAK! Tentu saja tidak. Ayah mikir apa?" sanggah Yoga segera.

ANXI 2 (SELESAI)Where stories live. Discover now