Bagian 307 (Calon Mertua?)

729 143 63
                                    

.

.

Sebab kebaikan pasti bermuara pada kebaikan juga.

.

.

***

Ahad, pukul 18.45 ...

Malam yang dinanti akhirnya tiba. Yoga memutar kunci mobil, mesin mati seketika. Pria itu menyibak rambut panjangnya yang sempat menutupi mata saat wajahnya tertunduk. Tanpa membunyikan klakson, ia turun dari pintu depan mobil.

Kemeja putih longgar dan celana panjang hitam, membuatnya tampil sederhana. Dia sengaja memilih busana ini, sebab tidak ingin Erika merasa terbebani untuk tampil mewah, jika dirinya mengenakan tuksedo. Menemui calon mertua untuk pertama kalinya, pastinya bukan hal mudah. Oleh karenanya, Yoga berusaha menjaga perasaan Erika se-nyaman mungkin. Sedikit hal manis yang sekurang-kurangnya bisa dilakukan oleh seorang pasangan.

Pagar sengaja dibuka satu daun. Kebiasaan Erika tiap kali menanti kedatangan Yoga. Saat langkah kaki Yoga memasuki batas pagar, dia merasakan sesuatu yang berbeda dengan momen ini sebelum-sebelumnya.

Mungkin karena hari ini untuk pertama kali dalam hidupnya, Yoga akan mengenalkan seorang wanita pilihannya pada ayahnya. Wanita yang sangat istimewa, karena berapa banyak pun mantannya, tak ada satu pun yang dibawanya ke rumah. Tak ada. Dulu di masa dirinya dan Erika masih mengenakan seragam putih-abu, Yoga belum membawa Erika ke rumahnya, karena merasa mereka masih terlalu muda. Dalam bayangannya kala itu, nanti ... nanti setelah mereka sama-sama kuliah, mungkin barulah dia akan mengenalkan Erika pada ayahnya. Tapi rupanya hubungan mereka keburu kandas, tepat setelah kelulusan.

Tak ada penyesalan. Jika pun ada banyak catatan kesalahan di masa lalu mereka, itu semua telah berlalu. Relakan ... Tak ada yang bisa dilakukan. Tapi sekarang ...

Bibir tipis Yoga menyunggingkan senyum. Dia memahami hal istimewa yang dirasakannya saat memasuki gerbang rumah Erika. Sebagaimana pintu gerbang itu terbuka untuknya, begitu juga dengan pintu hati Erika, dan tiket masuk itu telah mendapat cap emas berkilau, semenjak lamaran Yoga diterima olehnya.

Lonjakan di dalam dada membuat Yoga merasa kakinya melangkah tanpa menapak bumi.

Erika Destriana Putri! Dua puluh sembilan hari lagi, kamu akan jadi milikku!

Dia menghitungnya. Seolah ada penghitung waktu yang berjalan mundur di kepalanya.

Kakinya menyentuh teras, lalu berhenti tepat di depan pintu masuk. Tangannya mengetuk pintu dua kali, lalu mengucap salam.

"Assalamualaikum," ucapnya lantang. Suaranya tak lagi bergetar --- biasa --- mungkin karena mulai terbiasa.

Pintu terbuka. Yunan berdiri di hadapannya. Remaja jangkung itu tampak gagah mengenakan sweater lengan panjang biru donker dengan kerah kemeja putih mencuat dari dalamnya, dipadukan dengan celana panjang hitam. Rambutnya masih agak basah pasca keramas, disisir ke belakang menyisakan poni yang jatuh di kening.

"Wa alaikum salam, calon ayah" Yunan menjawab sapaannya dengan senyum tersungging, lalu dengan gerakan sopan mencium tangan Yoga.

Yoga mendengus pelan mendengar sebutan itu disematkan untuknya. "Wah wah ganteng banget calon anakku," balasnya, membuat keduanya tertawa geli.

"Siapa, kaakk??" Raesha tiba-tiba menubruk pinggang Yunan dari belakang dan merangkul kakaknya. "Oh ... Om Gondrong sudah datang??" Sapaan khas Raesha.

Kemunculan bocah itu membuat Yoga tersenyum kecut.

Dan ... calon anakku yang satu lagi.

ANXI 2 (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora