Dua

453 73 185
                                    

Selamat membaca ❤️

Kemarin malam Ibunya tidak menjawab pertanyaannya, dan langsung pergi tanpa makan. Mata Ibunya berkaca-kaca seakan ada sesuatu menyedihkan yang akan terjadi.

Pertanyaan itu memang bukan yang pertama kali Sean tanyakan, sebelumnya ia pernah bertanya hal itu, kalau tidak salah ketika usianya sekitar 9-10 tahun. Saat itu Ibunya menjawab jika dia beruntung memiliki suami seperti Ayahnya. Omong kosong! Sean tahu ibunya bertahan karena dia. Hidup ibunya pasti tidak bahagia selama ini.

"Den," Suara Bi Rina membuyarkan lamunan Sean di tengah sarapan paginya.

"Kenapa Bi?"

"Aden bikin Nyonya sedih ya?"

"Bibi denger Nyonya nangis pas mau kasih tahu Aden nunggu di meja makan. "lanjut si Bibi.

Sean diam saat di tanyai wanita setengah baya itu. Ia pikir Bi Rina harus tahu tentang pertanyaan bodohnya kemarin. Lalu mulai lah Sean bercerita.

"Bibi rasa, Nyonya sedih karena Tuan dan—"

"Dan?"

Bi Rina menggeleng. "mungkin Nyonya sedih karena Tuan batal dateng ke rumah."

Sean mengepalkan tangan, seharusnya Ayahnya tidak usah membawa kabar ingin datang berkunjung! Rasa bencinya pada sang
Ayah semakin besar. Ayahnya sangat bisa membuat orang bahagia bukan main, lalu detik berikutnya membuat orang itu sedih.

"Aden mau kamana? Susunya belum habis." teriak Bi Rina mengingatkan Sean yang sudah melangkah pergi.

Sean mengintip dari celah pintu yang terbuka, ia lihat ibunya berbaring di atas ranjang dengan posisi membelakangi dirinya. Ia ikut sedih mendegar ibunya menangis tersedu-sedu.

Matanya menyipit, menyadari ada sebuah kertas di genggaman ibunya. Apa itu? Tanyanya dalam hati, ia sangat penasaran ingin melihatnya dan nyaris masuk ke dalam kamar jika Bi Rina tidak mencegahnya.

"Jangan Den, biarin Nyonya sendiri dulu. Aden sekolah sekarang nya, sepedanya udah ibi keluarin dari garasi. Aduh Anjeunna kamana nya Den Sean? Jam segini, Pak Sopir baru nggak ada, niat kerja apa tidak."

Sean memilih diam, ia tidak mengerti ucapan Bi Rina di akhir yang terdengar bertanya.

"Den." lagi-lagi Bibi memanggil ketika ia sudah siap mengayuh sepedanya.

"Hm?"

"Kayaknya sopir baru nya nggak jadi kerja. Bekal Aden ketinggalan, nih teundeun."

"Bi, tolong bahasa Indonesianya di gunakan! Aku nggak ngerti. "protes Sean sambil menyimpan bekalnya ke dalam tas.

🌹

Tas ransel Sean ditarik ke belakang ketika ia sudah memarkir sepedanya di area khusus parkir motor. Ia menoleh ke samping, melihat pelaku penarikan tasnya, kali ini bukan Arthem dan teman-temannya yang melakukan, tetapi Kenya Sarasvati, gadis yang memiliki kelakuan sebelas dua belas seperti Arthem.

"Kenapa lo? Nggak suka? "tanya Kenya galak. Gadis itu cantik, tapi tingkahnya masih seperti preman pasar, membuat Sean tidak habis pikir. mengingat dulu dia pernah menaruh hati pada gadis itu.

Sean hanya diam.

"Gue tuh cuma mau kasih tahu ya! Yang boleh parkir di sini motor, sepeda butut lo tuh pantesnya parkir di sana." Kenya menunjuk tempat di samping tempat sampah besar berwarna biru tua.

MomWhere stories live. Discover now