Tiga puluh

304 31 83
                                    

Satu kudapan berwarna merah kuning, diacungkan  Karen tinggi dan penuh perjuangan, berjinjit di depan Sean yang baru keluar dari ruangan tempat Olimpiade matematika.

Sementara Jeslyn, langsung memberinya selamat sambil bertepuk tangan seadanya.

"Yang bener kali kasih tepuk tangannya. Kayak orang nggak makan lima hari aja, lemes banget. Tadi sebelum aku jemput makan 'kan?"

Jeslyn mengangguk. Ia terlihat sama sekali tidak senang atas kemenangan Sean hari ini. Tidak seperti Karen yang selalu semangat empat lima.

"Makan, tapi nggak abis gara-gara kamu."

Karen menghela napas panjang. Jeslyn selalu menyalahkan Karen atas kunyahan yang 33 kali diterapkannya.

"Dih, kamu nya aja yang lama, segalaan skincare an."

"Udah ah, nggak usah pada ribut. Aku mau traktir kalian makan nih, ada yang bisa?" Tanya Sean, menatap secara bergantian keduanya.

"Bisa, makan Kolsot atau kaldu kokot di Sumenep, aku tahu tempatnya yang enak."

Jeslyn yang pertama kali menolak. Bukan karena ia tidak suka atau tidak pernah makan itu. Tetapi itu terlalu jauh.

Karen langsung mengaitkan tangannya di lengan Sean. "Ya udah, biar kita aja berdua. Eh jangan deh, kalau berdua takutnya cinta, aku ajak satu lagi temenku boleh?"

Sean terkekeh, menanggapi kata Karen yang terlewat receh dan menghiburnya setelah berpikir keras di dalam tadi.

"Cari tempat sekitaran sini aja, nggak usah sampai ke Madura. Lagian kamu bisa bawa mobil? Aku yakin nih, Sean pasti capek banget sekarang." Saran Jeslyn langsung membuat Karen tersenyum salah tingkah, seperti orang baru melihat gebetan lewat di depan mata.

"Aku bisa kok bawa mobil, tapi mobil-mobilan." Jawab Karen disusul tawa.

"Nggak papa kalau Karen mau ke Sumenep, makan kolkot ya? Aku kesini dianter Papa tadi."

"Kokot sama kolsot, bukan kolkot." Koreksi Jeslyn sambil menggelengkan kepala.

Pupil mata Karen melebar bersamaan dengan kedatangan ayah dan ibunya. Karen tentu tidak tahu jika perempuan baby face itu adalah ibu Sean, mengingat saat ia berkunjung ke rumah Sean, belum ada Yura di sana.

"Mau pulang sekarang?"

Sean mengangguk menjawab tanya ayahnya.

Yura langsung memeluk Sean, ia sangat bahagia atas kemenangan anaknya hari ini. Tidak sia-sia, perjuangan Sean yang harus banyak mengurung diri di kamar dan selalu menolak jika diajak pergi.

Setelah pulukan itu terlepas, Sean langsung memperkenalkan Karen pada ibunya.

Sepersekian detik, Karen termangu, memperhatikan perempuan di depannya itu tanpa mengatup mata. Karen terkejut saat Sean memberitahu jika perempuan yang berdiri di depan mereka bertiga adalah ibunya.

Uluran tangan Yura diterima Karen begitu Jeslyn menyenggol lengannya. "Maaf Tante, aku sampai pangling, kulit Tante glowing banget soalnya, jadi ngiri yang glow in dark gini." Karen melirik ke Jeslyn yang juga sama seperti Yura, shining shimmering splendid. Berbanding terbalik dengan dirinya, hanya menggunakan bedak bayi hari ini. Sangat malas menggunakan cream ber-sv tinggi.

Lalu bagaimana dengan hati Karen sekarang? Tenang, ia tidak benar-benar ingin menjadikan ayah Sean sebagai lelaki di masa depannya, ia hanya mengidolakan, tetapi tidak berniat memiliki. Bunuh saja dia, jika ingin menjadikan ayah temannya sendiri sebagai masa depannya.

🌹

Perjalan ke Sumenep itu menjadi angan-angan begitu Reno memutar kemudinya kembali ke Surab-aya. Ia tipe orang yang sangat anti terjebak macet. Apalagi, melihat keadaan istrinya yang tengah hamil dan sempat pingsan beberapa waktu lalu. Kemacetan itu menjadi musuhnya sekarang.

MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang