Dua puluh delapan

156 29 48
                                    

Mungkin sudah menjadi makanan sehari-hari Yura, mendengar ketukan pintu secara kasar yang disebabkan oleh Reno di depan pintu kamar Sean.

Reno selalu saja menggunakan kekerasan dalam membangunkan sang anak yang terkenal sangat susah bangun.

Reno selalu mengguncang bahu Sean setelah ada di depan anaknya yang masih menutup mata. Jika Sean tidak juga mau bangun, ia akan melanjutkan rencana lainnya, meneriaki nama panjang Sean, lalu menutupi wajah Sean dengan bantal agar sang anak mau bangun. Rencana terakhir selalu berhasil. Akan tetapi ia tidak pernah tahu bagaimana reaksi istrinya melihat kelakuannya.

"Mas!! Ngapain?" Yura panik begitu melihat dengan kedua matanya, Reno sudah mengangkat bantal tinggi-tinggi, bersiap hendak menjalankan rencana.

Wajah Yura memerah, keningnya berkerut dan matanya berubah mendelik ketika pandangannya dan sang suami bertemu. Lantas merampas bantal itu dari tangan suaminya.

"Lihat aku." Pinta Yura sambil mencoba mendudukkan Sean yang sama sekali tidak terusik.

Reno tidak berani mengeluarkan sepatah kata, ia pilih memperhatikan dan berjanji besok-besok akan meniru ilmu Yura.

Tak sampai dua menit, Sean membuka mata. Anak laki-laki yang terkenal sangat susah dibangunkan itu akhirnya terbangun bagai orang yang baru bangun dari tidur panjang.

Reno tersenyum masam begitu melihat Sean berjalan keluar kamar dengan nyawa yang masih setengah terkumpul dan handuk tersampir di pundak, dituntun oleh istrinya menuju kamar mandi.

Dasar manja. Batin Reno.

Di meja makan. Tidak seperti biasa, Reno mengabaikan roti bakarnya dan memilih makan nasi sebagai sarapan hari ini.

Satu alis Yura terangkat, begitu Reno meminta nasi diisi ke piringnya.

"Bikin alis kok tinggi dari yang kanan?"

Yura mengercutkan bibir sambil mengisi nasi ke piring Reno. "Apaan sih, aku aja lagi ribet nyiapin kebutuhan kalian, mana bisa bikin alis, ini aja belum mandi."

"Ih pantes bau kuda."

"Mas ih!! Ngatain terus."

"Memang bau, masa aku harus bohong sih bilang wangi."

"Mama sama Papa aku perhatiin ribut mulu tiap hari, sekarang apa lagi?" Tanya Sean baru datang. Lantas menggeser kursi untuk ia tempati.

"Nggak usah pengen tahu hidup orang! Kamu sekolah dianter Harris, mungkin sepuluh menit lagi dateng."

"Nggak! Ini tugas aku, aku yang bakal anter."

Reno menatap Yura sinis, berharap tatapan itu akan membungkam pemberontakan yang dilakukan Yura. Tetapi hasilnya nol besar, Yura tetap tak goyah.

"Kalau suami nyuruh di rumah aja nggak usah keluar."

"Mohon maaf Bapak, aku nggak percaya sama sekretarismu."

"Dia udah kerja lama sama aku, kenapa kamu nggak percaya?"

Yura membuang muka ketika pandangannya dan Reno bertemu. Ia masih tidak bisa melupakan tatapan sekretaris suaminya saat Sean koma. Bukan bantuan yang ditawarkan agar Reno berubah perhatian. Akan tetapi ejekan, seolah rumah tangganya akan berakhir di pengadilan.

"Perempuan-perempuan, cemburunya kelewatan."

"Apaan sih, nggak cemburu."

"Terus itu apa? Larang Sean dianter Harris?"

"Pokoknya aku yang anter, tugas Harris itu bantu segala pekerjaan kamu dan kantor kamu, urusan rumah sama anak itu aku yang pegang."

"Iya faham, tapi masalahnya, kita 'kan ada janji program ke dokter."

MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang