Tujuh

212 50 123
                                    

Kepala dan badan Sean berpaling ke belakang untuk melihat siapa yang memanggil namanya.

Kakinya otomatis mundur begitu melihat Raka dengan topi berwarna hitam dan jaket bomber berwarna army menyapanya di depan mobil berwarna merah.

Sementara di dalam mobil, ia melihat seorang lelaki duduk di samping kursi kemudi, kalau tidak salah itu adalah Darrel. Lalu di mana Arthem?

Raka menyeringai, melihat wajah Sean yang pucat pasi dan panik.

"Sini lo!"

Sean menggeleng. Untuk kali ini ia tidak mau menurut.

"Rel, kuy sini." Teriak Raka.

Tanpa menunggu lama, Darrel keluar dari mobil dengan masker menutup setengah wajahnya.

"Jangan kabur lo, pecundang, anak haram." Darrel ikut-ikutan berteriak sambil mengejar Sean yang sudah berjalan mundur.

Langkah kaki Sean terhenti begitu menyadari punggungnya menubruk dada seseorang. Ia menoleh kebelakang, mendapati Arthem berdiri di belakangnya. ia terjebak di antara Darrel dan Arthem sekarang.

Beberapa kali Sean memberontok, meminta Arthem melepaskan cekalan di lengannya . Namun, itu sia-sia. Sahabat karib Raka itu mana mungkin mengasihani dirinya.

Sean tidak mengerti saat Raka pergi, mengambil sesuatu dari bagasi mobil, lalu memakai kaos tangan.

Raka menyeringai ketika ia sudah kembali. Ia mengusap-ngusap stick golf di tangannya lalu pandangan lelaki itu jatuh pada Sean. Dalam hati, Sean bertanya, untuk apa benda itu?

"Lo tahu nggak buat apa ini?" Stick golf itu sengaja dibubungkan Raka tinggi-tinggi.

"Buat apa?"

"Mukulin orang."

Badan Sean menegang, yang di maksud Raka pasti dia. Hari ini dia sudah membuat lelaki itu marah sampai ke ubun-ubun.

Bolehkah Sean menyalahkan dan menyumpah untuk Aryan? Berita palsu yang tersebar se-antero sekolah itu karena dia, hanya dia yang tahu rumahnya dan melihat ayah Raka berkunjung ke rumahnya kemarin.

Sean menggeleng pelan, sekali lagi mencoba melepaskan diri dari kungkungan Arthem. Stick golf... benda di tangan Raka itu pasti akan mengenai punggungnya atau yang paling parah kepalanya.

Raka menarik dasi seragam sekolah Sean. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Sean. "Gue udah bilang! Jangan deketin Bokap gue, jangan bikin gue marah dan lukain orang-orang yang nggak bersalah termasuk diri lo sendiri 'kan?" Tangannya beralih ke leher Sean.

Mencekik lelaki itu sepertinya menarik pikir Raka

"Kenapa lo nyebarin berita itu hah?" Tanyanya penuh emosi.

"Banting aja kali. Pegel nih gue pegangin dia, mana panas lagi, nggak kerasa apa mataharinya nusuk banget," Arthem berdecak, ia paling benci menyapa matahari di jam tiga siang.

"Yaudah lepasin!" Pandangan Raka jatuh pada Sean yang terlihat menyebalkan. Ia benci saat bertemu pandang dengan anak haram ini, ia benci saat melihat Ayahnya di mal sedang makan bersama ibunya anak haram ini, ia benci saat Ayahnya bercerita terus tentang si anak haram dan Ibunya, lalu membanding-bandingkan dengan Ibunya yang memilih pergi dari mereka dua tahun lalu.

"Nunduk lo, badan kayak tiang gede amet sih." keluh Raka.

"Rak, emang bener ya kalian sodaraan?" Tanya Darrel sebelum Raka beraksi.

Tentu saja tidak! Ia sudah membayar orang mahal untuk mencari kejelasan tentang asal usul Sean.

Benda yang tadinya mengarah pada Sean. Kini berbalik ke arah Darrel. Ia sudah terlalu lelah mendengar dan membaca chat di gawainya tentang hubungannya dan Sean.

MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang