Dua puluh lima

183 32 59
                                    

Orang-orang yang berkumpul di sana sontak terkejut, begitu juga dengan Sean yang sudah keluar. Tetapi hanya berani berdiri di dekat mobilnya.

"Nenda, dari mana kamu tahu ini?" Viola yang pertama kali tersadar dari keterkejutannya. Sepasang netranya menatap si anak bungsu yang juga menatapnya. Ia rasa Jendra juga memberitahu suaminya.

Jendra yang faham jika ibunya sedang menuduhnya. Lantas menggeleng.

"Pa... aku minta maaf, nggak seharusnya aku bikin Papa kecewa dan hancurin kepercayaan Papa."

Hanenda tidak mendengarkan ocehan Reno.

"Hanenda, siapa yang kasih tahu ini? Kamu tahu dari siapa kalau mantu kita nggak sebaik yang kita pikir selama ini?"

"Kenapa kamu mau tahu sekali? Sekarang aku tanya sama kamu, jawab jujur! Kenapa kamu harus merahasiakan masalah sebesar ini dariku? Kamu nggak anggep aku sebagai kepala rumah tangga di sini?"

Viola menggeleng. Ia tampak kesusahan mengeluarkan suaranya. "Bukan gitu, aku pikir bisa menyelesaikan masalah ini tanpa kamu harus tahu. Aku nggak mau kamu ke pikiran, itu aja."

"Yura, Papa mau bicara, ajak juga dia."

Dia... bahkan Reno tidak dipanggil mantu lagi seperti yang Viola katakan. Apa mungkin pernikahannya akan gagal seperti yang pertama?

🌹

Jika Hanenda tidak datang dan meminta Yura dan juga Reno ikut ke ruang kerjanya, mungkin akan ada pertumpahan darah di rumah orang tua Yura.

Jika saja Hanenda masih tidak tahu apa yang terjadi tentang kesalahan menantunya yang sudah memperlakukan anak kesayangannya semena-mena, mungkin Yura tidak akan kembali dan ikut makan malam bersama suami dan anaknya.

"Makasih banyak Yura, kamu mau maafin kesalahan dan kebodohanku." Sean tidak tahu ini yang keberapa kalinya sang ayah meminta maaf pada ibunya. Yang jelas, Sean lelah mendengar kata maaf keluar dari mulut ayahnya bagai kaset rusak itu.

"Iya," Hanya kata itu sejak tadi yang keluar dari mulut Yura untuk sang suami.

"Kamu nggak—"

"Papa, kata Mama, kalau lagi makan, kita nggak boleh bicara." Potong Sean. Ia lupa jika ayahnya tidak suka dipotong saat bicara.

Reno yang masih seperti dulu. Lantas mendelik ke arah Sean. Tatapan mengintimidasi itu keluar lagi.

Sean yang sadar kesalahannya, langsung meminta maaf. Ia tidak ingin merusak suasana di hari kepulangan sang Nyonya rumah.

"Oke, tapi jangan diulang lagi."

"Iya, tadi aku 'kan cuma ngasih tahu, Pa."

"Tapi pasti udah diajarin 'kan ya sama Mama, kalau orang lebih tua ngomong, harus didengerin dulu sampai selesai."

Yura menggeleng pelan. Lalu bangkit sambil mengangkat piring serta gelasnya. Makan sambil menonton tv sepertinya lebih menarik daripada harus melihat dan mendengar drama antara ayah dan anak yang baru disatukan kembali seperti tinggal di planet lain sebelumnya.

"Mama.... Mau kemana? Di sini aja Ma, Papa janji nggak bakal makan sambil ngobrol lagi, iya kan Pa?"

"Nggak usah teriak-teriak, nggak usah lebay jadi orang, Mama nggak bakal kabur lagi cuma karena kita makan sambil ngobrol."

"Tapi kalau Mama ngambek, lama baikin nya." Info Sean sambil memelankan suaranya.

Reno menaikkan sebelah alis. "Perasaan, dulu Mama kamu nggak pernah ngambekan deh ke Papa."

MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang