12. Memergoki Sela

1.4K 85 0
                                    

Sedari pagi Gudy tidak bisa diam, 5 menit sekali matanya melirik Maria yang duduk tenang menekuri pekerjaannya. Berkali-kali Gudy menarik napas dan mengeluarkannya dengan kasar. Penampilan Gudy yang sehari-hari terlihat rapi, bersih, dan tampan kini terlihat sedikit kusut dan nampak lingkaran hitam di bawah matanya. Semalam Gudy tidak dapat untuk tidur karena kebanyakan berpikir, apa yang saat itu Maria pikirkan tentang dirinya yang setuju-setuju saja di suruh melamarnya? Apakah Maria tidak akan berpikir dia ini laki-laki gampangan? Uh, Bundanya memamg keterlaluan.

Karena tidak dapat berkonsentrasi dalam pekerjaannya, Gudy memutuskan untuk keluar mencari udara segar. "Saya keluar dulu. Kalau ada apa-apa, kamu bisa menelpon saya. Dan jangan biarkan siapapun masuk kedalam ruangan ini. Mengerti?"

"Mengerti, Pak."

Maria memandang punggung Gudy sampai menghilang di balik pintu. Dia mendesah pelan karena bingung dengan perubahan sikap Gudy yang tiba-tiba. Kemarin masih biasa selalu mengajaknya bicara. Namun, hari ini jadi lebih pendiam. Penampilannya pun kacau, apa ini ada hubungannya dengan pertanyaan kemarin? Kalau iya, kenapa pagi itu saat bu Arum bicara Gudy nampak biasa-biasa saja?

Maria kembali menekuri pekerjaannya kembali. Dia tidak ingin menebak-nebak apa isi hati Bosnya itu. Dia hanya harus bekerja dengan baik agar bisa mengumpulkan uang untuk kelangsungan hidupnya.

Maria melihat arlojinya. Pukul sudah menunjukan waktu makan siang. Bergegas dia merapikan berkas-berkas yang berserakan di meja, setelah itu dia keluar ruangan untuk mencari Sinta mengajaknya makan bersama.

Baru saja Maria ingin memanggil Sinta. Namun urung begitu melihat Sela datang dari arah lawannya. Dia bukannya takut bertemu Sela, hanya saja dia ingin memastikan matanya agar tidak salah menilai. Sela datang dengan seorang laki-laki. Jelas laki-laki itu bukan Fiko. Sela tampak akrab dan mesra dengan teman laki-lakinya. Maria buru-buru mengenyahkan pikiran negativ yang mampir ke otaknya. Tidak, Maria menolaknya, mungkin itu kakak atau saudara yang lainnya. Sela tidak mungkin menghianati Fiko, karena Maria tau Sela begitu mencintai Fiko mantan suaminya itu.

Begitu berbalik, Maria terkesiap karena sudah ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Jantung Maria sampai hampir lompat rasanya. Dibelakangnya, Gudy berdiri hampir kurang dari selangkah. "Bapak ngapain berdiri di belakang saya?" Maria bertanya ketus. "Jauhan, Pak. Gak baik, kita bukan mahram!"

Gudy mundur untuk memberi sedikit jarak, dia mengikuti arah pandang Maria tadi. Di sana, ada seorang wanita tengah bercengkrama bahagia dengan seorang laki-laki. Kalau Gudy boleh menebak, mereka kelihatan seperti pasangan suami istri yang lagi berbelanja bulanan. Kemudian menggulirkan matanya ke arah Maria yang saat ini memasang wajah dongkol. Hei, berani sekali dia memasang wajah seperti itu pada Bosnya sendiri, gajinya di potong bau tau rasa nanti. Gudy berteriak internal saat menyadari ke engganan Maria dalam memberi jarak yang dekat dengan dirinya.

"Kenapa kamu dari tadi liatin mereka terus?" Gudy bertanya penasaran. Pasalnya tadi Gudy melihat Maria keluar ruangan dan hendak menemui temannya Sinta. Namun, urung begitu seorang wanita dan laki-laki datang. Selama Maria bersembunyi, Gudy melihat gerak gerik Maria yang terlihat agak mencurigakan.

"Bapak kepo ih, jadi orang." Maria menoleh lagi ke tempat terakhir tadi dia melihat Sela bersama seorang laki-laki asing, ternyata mereka sudah pergi.

"Bapak ngapain berdiri di belakang saya barusan?" Maria kembali mengulang pertanyaan sama karena Gudy belum menjawabnya.

Gudy mengedikan bahu cuek. "Hanya mengamati pegawai saya yang sedikit mencurigakan. Gawatkan kalau dia ternyata punya motivasi tersembunyi, memangnya apa lagi?" Gudy melengos saat mendengar decakan kesal dari Maria.

"Perempuan tadi itu istrinya teman saya, tapi suaminya bukan laki-laki yang datang bersamanya saat ini. Saya hanya memastikan saja, kalau mereka tidak ada hubungan apa-apa." Maria menjelaskan secara sabar. Dia sudah cukup kesal karena Gudy dengan sengaja mendekatinya, di tambah menuduhnya yang enggak-enggak.

"Ya, jangan marah dong. Saya kan, hanya jaga-jaga." Gudy membela dirinya dan eunggan di salahkan. Di sini Bosnya dia dan demi menjaga martabatnya sebagai Bos, Gudy menolak di salahkan. Apapun yang terjadi titik. "Udah jangan merusuh di sini, malu di lihat orang. Ayo,ikut saya!" Tanpa menunggu persetujuan Maria, Gudy berjalan terlebih dahulu keluar dari Minimarket.

Maria yang berjalan di belakang memandang sinis punggung Gudy bukan main. Mulutnya komat kamit merutuki sikap Gudy yang tidak se sopan seperti pada awal bertemu. Apa jangan-jangan sipat asli Bosnya ini memang suka menuduh? Kalau iya, Maria tidak yakin dapat bertahan selama satu tahun ke depan sesuai dengan kesepakatan yang tertulis di surat kontrak.

Gudy yang merasa Maria tertinggal jauh di belakang, membalikan badannya untuk melihat Maria. Gudy berdecak kesal karena jalan Maria yang lambat kaya siput. Karena tidak sabar, Gudy memanggil Maria berulang kali sampai si empunya berlari.

"Lama banget, jalan saja kaya siput." Gudy mengatai Maria setelah berada di depannya.

"Sabar dong, Pak! Saya jalan itu pakai kaki, bukan terbang kaya superman." Maria berucap ketus. Jangan salahkan saya yang jalannya tertinggal! Salahkan saja kaki Bapak yang melangkahnya lebar-lebar."

Sudut bibir Gudy berkedut karena menahan tawa, bisa saja nih perempuan bercandanya. "Baiklah, karena saya adalah Bos yang dapat menaungi pegaiwainya. Saya memaafkan kamu untuk sekarang, tapi untuk lain kali akan saya pertimbangkan lagi." Gudy tertawa lepas di akhir ucapannya.

Bibir Maria manyun tiga senti. Bosnya ini ngelawak atau menyombongkan diri, sih. Kok, kedengarannya seperti seseorang yang membanggakan diri karena punya derajat lebih tinggi dari orang yang ada di bawahnya.

"Ayo, nanti keburu habis waktu makan siangnya." Dengan berbaik hati Gudy menyuruh untuk Maria jalan di depan. "Silahkan kamu jalan di depan."

Gudy buru-buru menambahkan ketika melihat wajah bertanya Maria. "Kita makan ayam geprek yang ada di sebrang jalan sana." Gudy menunjuk kearah warung makan ayam geprek.

Maria yang merasa tali sepatunya longgar menunduk untuk mengikatnya terlebih dahulu. Namun, tak disangka seorang laki-laki yang tengah berlari cepat melewatinya dan tidak sengaja menabrak bahu Maria. Gudy yang melihat itu, refleks memegang bagian belakang kepala Maria agar tidak terjengkang. Karena kurangnya keseimbangan, Gudy malah ikut terjatuh dan menindih tubuh Maria.

Deg

Gudy merasakan jantungnya berdebar cepat, dia terpesona dengan keindahan mata bulat bernetra coklat terang milik Maria yang jauh terlihat cantik ketika tertimpa sinar matahari. Dia sampai harus menelan salivanya susah payah karena jantungnya kini memompa darah dalam ritme yang cepat

Maria yang berada di bawah kukungan Gudy pun tak kalah shok, bqhkan merasakan aliran darahnya tersendat. Setelah sadar dengan posisinya sekarang, "MENJAUUUUUH!" Maria meraung kesal.

Karena terkejut, Gudy refleks menajuhkan tangannya dari belakang kepala Maria sampai Maria terantuk aspal.

Duk

Maria meringis memegangi belakang kepalnya. Dengan tidak sabaran, Maria bangkit dan berlari masuk ke dalam Minimarket. Setelah sampai di dalam ruangan, barulah Maria merutuki tindakannya yang ceroboh. Bagaimana bisa dia malah membentak seseorang yang telah menolongnya dan di depan banyak orang pula.

Gudy yang masih berlutut hanya diam membeku sambil melihat telapak tangannya lama, rasanya hangat, nyaman, dan...mendebarkan. Sial, dia menyukai rasa itu.

***

Mawar Hitam BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang