15. Balasan cantik ala Maria

1.6K 107 0
                                    

Arum dan Bok Narsih juga ikut melihat orang yang memanggil nama Maria barusan. Satu meter di belakang punggung mereka berdiri seorang laki-laki dan perempuan cantik. Untuk ukuran orang yang ingin berbelanja ke pasar, tentu pakaian laki-laki dan perempuan itu terlalu tidak pantas. Bagaimana seseorang akan berangkat ke pasar menggunakan setelan batik yang lebih cocok di pakai untuk kondangan?

Maria mencoba menyadarkan hatinya. Berkali-kali dia membisikan kata mereka bukan lagi siap-siapamu di dalam hatinya. Tak di pungkiri kalau Maria masih merasa cemburu dengan kehadiran Mantan suami dan madunya itu. Bagaimana tidak? Sela menyelipkan tangannya di pinggang Fiko. Sedangkan Fiko balik merangkul bahu Sela dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya di pergunakan untuk mengelus-ngelus pelan perut rata Sela.

"Kebetulan sekali kita berjumpa di sini, Maria." Sela berbicara seolah dia dan Maria adalah teman akrab. Sela bahkan sengaja menyandarkan kepalanya di pundak Fiko untuk memanas-manasi Maria.

"Ya, kebetulan sekali." Maria menjawab acuh.

Fiko agak tidak senang dengan jawaban Maria yang terkesan acuh. Dia ingin Maria merasakan panas karena api cemburu dengan melihat dirinya bermesraan dengan Sela. Ternyata Maria malah menampilkan wajah acuh tak acuhnya.

"Kamu kenal sama mereka, Maria?" Arum bertanya pada Maria. Interaksi yang perempuan itu berikan pada Maria jelas terlihat seperti wanita yang sedang membanggakan pasangannya. Arum dapat menyimpulkan bahwa mereka punya masalah dari masa lalu dan belum tuntas sampai sekarang.

Maria menoleh ke arah Arum yang berdiri di sampingnya, "iya, Bu." Maria menjawab di iringi senyum tipis.

"Oh ya, sayang. Tiba-tiba aku ingin makan burger. Mungkin anak kita yang pengen." dengan mata puppeys-nya Sela memandang Fiko manja. Sela bersorak senag begitu Fiko menaggapi omongannya. Selam ini Fiko memang sering mendiamkannya dan terlihat murung. Namun, apapun alasannya sekarang Fiko jadi lebih terasa hidup, Sela sangat mensyukurinya itu.

Fiko mengusap pelan rambut Sela yang dogerai indah. Sorot matanya tampak antusias. "Anak kita atau ibunya, sih." Fiko mendengus geli. Diam-diam dia melirik Maria dari ekor matanya. Fiko tertawa senang dalam hati ketika menyadari Maria tengah memandangi interaksinya dengan Sela. Fiko berpikir Maria pasti panas melihatnya, bagaimana pun Fiko jelas tau Maria tidak akan semudah itu untuk melupakannya.

Arum yang sekilas bisa melihat tatapan Fiko yang mengarah pada Maria tidak dapat untuk tidak berpikir dalam hati. Memangnya hubungan seperti apa antara dua orang suami istri ini dengan Maria dulu? Kenapa interaksi mereka seolah menggambarkan permusuhan?

Mengingat pernah memergoki Sela bersama laki-laki lain waktu di minimarket, seringaian Maria terbit. Dengan wajah polos Maria seolah ucapannya hanya angin lalau, dia bertanya pada Sela. "Sela, sekarang saya sudah kerja loh."

Sela yang tengah menatap Fiko berbinar menoleh malas pada Maria. "Hubungannya sama saya apa?"

"Saya kerja di minimarket, loh." Maria tersenyum teramat manis.

"Oh, ya." Sela masih tidak menyadari ke mana arah pembicaraan Maria. Namun, hatinya sudah mulai terasa gelisah saat Maria pertama kali menyebutkan kata 'minimarket'.

Maria tidak mempedulikan nada datar dan acuh yang Sela ucapkan, dia lanjut menoleh ke arah Fiko. "Mas Fiko, apa Sela mempunyai kakak, adik, atau mungkin sepupu laki-laki?"

Fiko melirik Sela sekilas, sebelum kemudian menggeleng ke arah Maria.

Maria menutup mulutnya shok, dia menatap Sela dengan pandangan bertanya. "Lalu siapa yang bersamamu waktu itu di minimarket?"

Sela gelagapan, dia tersentak begitu tangannya yang mengapit lengan Fiko dilepas secara kasar. "Ma-mas Fiko. Itu-itu tidak seperti yang Mas Fiko pikirkan. Semua yang diucapkan Maria adalah kebohongan. Aku gak pernah keluar rumah saat Mas kerja."

Fiko menatap Sela dingin. Dari pancaran matanya menghunus tajam Sela seolah siap mencabik-cabik. Fiko teramat marah karena paling tidak suka dengan apa yang namanaya perselingkuhan. Ya, Fiko tidak sadar diri kalau dia juga pernah menyelingkuhi Maria dulu.

Sela menggertakan gigi saat menatap Maria, "kamu fitnah saya karena cemburu 'kan?"

Mendengar apa yang diucapkan Sela, Fiko juga ikut menatap Maria. Sebenarnya Fiko tahu Maria bukan orang yang suka mengumbar ucapan palsu, tapi dia juga ikut penasaran dengan jawaban Maria.

"Fitnah?" Maria menatap Sela terluka, "kok kamu bicara seperti itu, padahal yang saya ucapkan benar adanya."

"Sela!" Fiko mendesis dingin.

"Ma-mas jangan percaya! Gak mungkin aku selingkuh." suara Sela makin tersendat saat berbicara. Jantungnya berdebar keras takut Fiko menyinggung soal anak yang dia kandung sekarang.

"Selingkuh?" Fiko menatap Sela tak percaya. "Jadi laki-laki itu selingkuhan kamu?"

"Bukan...,"

"Kalian jangan berdebat di sini, nanti orang-orang pada lihatin. Lebih baik kalian bereskan permasalahan di rumah." Arum menengahi.

Sela menatap ke arah Arum yang baru saja memotong ucapannya. Walaupun mungkin di rumah dia akan di hukum seperti waktu Fiko mengetahui informasi ibu kandungnya dari dia. Namun, itu jelas lebih baik dari pada Sela menerima kemarahan Fiko dihadapan Maria dan banyak orang.

Fiko mengungpat dalam hati, sial. Rencannya waktu tadi dia mau pergi ke acara temannya sengaja dia batalkan saat melihat Maria. Namun, kini dia harus pulang dengan menanggung malu karena kelakuan Sela. Tanpa banyak kata, Fiko menyeret Sela pergi dari hadapan Maria.

"Maria," panggil Arum.

Maria menoleh, "ya."

Arum ingin bertanya siapa mereka, tapi merasa tidak enak karena takut dikatai terlalau ikut campur urusan Maria. Akhirnya Arum hanya menggeleng.

"Kenapa, Bu Arum?" Maria tau sebenarnya ibu bosnya ini ingin menanyakan sesuatu. Namun, Arum terlihat seperti takut.

Arum tersenyum tak enak, "enggak apa-apa, Maria. Ayo, kita pulang."

Maria mengangguk.

Setelah keluar dari pasar, mereka berdiri di tepi jalan untuk menunggu angkot yang lewat. Namun, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan mereka.

Seorang laki-laki dengan sari wajah yang sekilas mirip dengan Maria muncul dari dalam mobil. Dia mengitari mobil untuk menghampiri ketiga perempuan beda genarsi itu. "Maria," panggilnya.

Arum dan bok Narsih saling pandang, seolah berkompromi dengan satu pertanyaan muncul dari sorot matanya 'siapa laki-laki itu?'.

Maria tersenyum, "hai, Arkan."

Melihat wajah Arkan dan Maria yang mirip, Arum tidak dapat untuk tidak berpikir, apakah mereka berdua kakak adik?

"Akhirnya saya dapat kabar baik juga. Katanya kamu dan Fiko sudah...,"

"Kalian berdua kakak adik?"

Arkan menghentikan ucapannya saat ada ibu-ibu yang menyelanya. Tatapan Arkan sedikit berkilat saat mendengar pertanyaan Arum, lalu dia melirik Maria dan menunggu tanggapan darinya.

***

Mawar Hitam BerdarahWhere stories live. Discover now