13. kecemburuan Fiko.

1.6K 102 1
                                    

Karena kejadian tadi siang, suasana di dalam mobil terasa begitu sunyi. Maria dan Gudy sama-sama tidak ada yang mau memulai siapa yang terlebih dahulu ingin membuka percakapan, keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Maria denga pemikirannya yang merasa bodoh karena telah meneriaki Bosnya, padahal Gudy hanya refleks memegangnya karena ingin menolong Maria agar kepalanya tidak terantuk aspal jalanan. Sedangkan Gudy tengah sibuk menenangkan jantungnya yang berdetak tidak seperti biasanya bila berdekatan dengan Maria. Gudy malu, dia takut suara jantungnya terdengar oleh Maria.

Setelah mengucapkan terima kasih dan salam, dengan terburu-buru Maria keluar dari dalam mobil. Maria bahkan tidak mendengar Gudy yang memanggil sebab handpohon-nya tertinggal. Maria hanya pokus dengan dirinya agar segera lepas dari pandangan Gudy. Maria malu bukan main, bahkan rasanya bernapas saja susah bila berada di sekitar Gudy.

Sesampainya di dalam rumah, barulah Maria dapat bernapas lega. Namun, dia baru menyadari kalau Handphon-nya tertinggal. Maria berniat ingin membuka kembali pintu untuk mengambil handphon di mobil Gudy, seseorang sudah terlebih mengetuk pintu Rumahnya. Maria menduga itu Gudy yang ingin mengembalikan Handphon-nya, tanpa berpikir panjang dia membukanya.

"Pak Gudy...!" Maria mematung. Bukan Gudy yang dia lihat, melainkan mantan suaminya, Fiko.

Fiko yang mendengar Maria menyebutkan nama laki-laki lain sontak mengeraskan rahangnya. "Siapa Gudy?" Fiko bertanya sambil mengertakan gigi.

"Ngapain kamu kesini lagi, Mas?" Maria tak menggubris pertanyaan Fiko, dia malah balik bertanya dengan nada sinis.

Fiko menyorot Maria tajam, dia tidak menyukai Maria menyebut nama laki-laki selain dirinya. "Siapa Gudy?" Fiko sekali lagi bertanya. Bahkan suaranya semakin berat karena mencoba menekan amarah dalam dadanya.

"Saya."

Maria dan Fiko serempak menoleh ke arah asal suara. Di sana, Gudy berdiri sambil memasukan kedua tangannya kedalam siku.

Fiko memindai penampilan Gudy yang nampak necis dan mahal, wajahnya menampilkan kesan angkuh yang punya kuasa. Dia memperkirakan kalau orang yang berdiri di depannya ini bukan orang sembarangan. Maka dari itu, Fiko memutuskan untuk berhati-hati bila berurusan dengan orang yang mengaku bernama Gudy ini.

Sedangkan Maria yang mendapati Bosnya menyusul, sontak tersenyum lega. Baru kali ini dia begitu bahagia Gudy datang menemuinya.

"Kenapa mencari saya?" Gudy bertanya santai. Karena tak kunjung mendapat jawaban, dia memilih mengalihkan perhatiannya pada Maria. Gudy mengulurkan Handphon di tangannya. "Handphon kamu tertinggal di mobil saya."

Maria mengambilnya. "Terima kasih. Padahal Pak Gudy tidak perlu repot sampai mengantarkan kesini, saya baru saja berencana untuk mengambilnya." Maria tersenyum sopan sebagai bentuk rasa terima kasih yang tulus.

"Kenapa Handphon-mu ada di dalam mobilya?" Fiko bertanya dengan masih memasang wajah keras, bahkan kini mukanya sudah merah padam menahan emosi.

Ketidak sukaannya pada interaksi antara Maria dan laki-laki yang bernama Gudy-Gudy ini, membuat Fiko dilanda gelisah. Apalagi meraka tampak akrab seolah sering bertemu dan mengobrol santai. Jelas, hal itu membuat dada Fiko di penuhi kecemburuan yang kuat pada Gudy.

Gudy yang tidak tahu menahu hubungan antara Maria dan laki-laki yang terlihat marah ini, hanya memandang heran mereka bergantian. Kenapa masalah Handphon saja di permasalahkan? Apakah laki-laki ini pacar atau kekasih Maria yang bersipat posesif? Gudy tidak dapat untuk tidak berpikir dalam hati.

"Stop, Mas. Mas Fiko jangan ikut campur lagi apapun urusan mengenai saya. Kita bukan siapa-siapa lagi, ingat saja istri dan calon anakmu di rumah. Kasihan mereka kalau tau suami dan ayahnya malah sibuk mencemburui wanita lain." Maria menjawab ketus, bahkan tak segan dia memberikan sorotan sinis atas ketidak sukaannya pada Fiko di sini.

Gudy kini bisa sedikit mengerti, ternyata laki-laki ini bukan pacar atau kekasih Maria. Laki-laki ini sudah menikah, tapi masih tetap mencintai Maria. Tipe laki-laki serakah, Gudy mengangguk membenarkan dalam hati.

"Maria, apakah karena laki-laki ini kamu meninggalkan saya?" Fiko bertanya dengan memasang wajah terluka.

Wow! Gudy sampai bertepuk tangan dalam hati karena baru menemukan pakta baru. Kemungkinan laki-laki ini menikah dengan istrinya tanpa cinta, lalu wanita yang sebenarnya dia cintai adalah Maria. Namun Karena Maria tidak ingin bersama laki-laki ini berhubung sudah mempunyai istri, jadi Maria memutuskan untuk meninggalkannya.

"Ternyata kamu belum berkaca di rumahmu Mas. Saya tanya, siapa di dini yang meninggalkan siapa. Sepertinya benar dugaan saya, kalau kaca di rumahmu sudah pecah semua." Dengan tegas Maria membantah tuduhan Fiko. Semakin lama, kenapa Maria semakin muak menghadapi Fiko. Apakah dulu dia begitu mencintai Fiko sehingga buta dengan perlakuan Fiko yang selalu hobi menyalahkannya?

Gudy semakin gereget, dia sampai menggigit pipi bagian dalamnya karena gemas ingin segera menyaksikan klimaks dari pertengkaran ini.

"KAMU YANG MEMINTANYA, MARIA. KAMUU!" Fiko meraung sambil menunjuk Maria marah. Kalau dulu Maria tidak menggugatnya ke pengadilan, mana mungkin Fiko akan menceraikan wanita yang sudah menjadi sebagian hidupnya ini. Fiko sangat mencintai Maria, s sampai kapanpun akan tetap seperti itu.

Untuk kali ini Gudy tidak suka dengan laki-laki ini yang berani membentak seorang perempuan hingga sampai menunjuk-nunjuknya. Gudy maju melangkah, menghalangi pandangan Fiko yang mengarah pada Maria dengan sorot tajam penuh amarah dan luka. "Saya tidak tau permasalahan kalian apa, tapi bisakah Anda lebih sopan sedikit? Apakah pantas Anda menunjuk-nunjuk sambil berteriak marah pada seorang perempuan?"

"Siapa kamu sampai berani ikut campur masalah pribadi saya dan Maria?" Fiko balik bertanya dengan nada menantang. Dia cukup kesal dengan kehadiran laki-laki yang di ketahui bernama Gudy ini, apalagi sekarang sampai berani menyela pembicaraan antara dirinya dan Maria.

Gudy melipat tangan di dada. Dia melirik sebentar kearah Maria, lalu menggulirkan lagi matanya ke arah Fiko. Ada seringaian aneh yang di tangkap Fiko sebagai ancaman. "Kalau saya tidak mau mengatakannya, apa yang akan Anda lakukan?" Gudy memandang Fiko dengan pandangan meremehkan.

Fiko menggertakan giginya kesal, tangannya sudah mengepal kuat dengan urat menonjol di sekitaran tangan dan leher. Dia marah, sangat marah mendapat tatapan remeh dari orang yang menantangnya.

Maria yang merasakan aura permusuhan kuat antara kedua laki-laki berhadapan ini, tidak dapat untuk tidak merinding ngeri. Namun, karena permasalahannya juga ada pada dirinya, Maria memutuskan untuk melerai dengan memisahkan mereka berdua. "Sudah cukup, mending kamu pulang Mas Fiko. Di rumah ada Ibu dan Sela yang lebih membutuhkanmu."

Kemudian Maria melihat ke arah Gudy yang masih menghalangi pandangannya pada Fiko. "Dan untuk Pak Gudy. Terima kasih karena dengan baik hati telah mengantarkan Handphon saya. Dan maaf, mungkin sebaiknya Bapak pulang saja. Saat ini, Bu Arum pasti sudah menunggu Bapak di rumah."

Fiko mendecih sinis ke arah Gudy. "Urusan kita belum selesai." Dia pergi membawa amarah yang belum terluapkan. Sialan, dia sudah kecolongan.

Gudy baru membalikan badannya menghadap Maria setelah melihat Punggung Fiko benar-benar mengilang. "Kalau begitu, sampai bertemu lagi besok. Saya pulang dulu. Assalamualaikum."

"Em, pak? Maria memanggil Gudy yang sudah mulai melangkah.

"Ya." Gudy kembali membalikan badan. Dia mengangkat sebelah alisnya menunggu Maria meneruskan ucapannya.

Maria tersenyum amat manis, dengan suara halus dia berkata. "Terima kasih karena sudah membela saya tadi. Besok pagi, saya bawakan sarapan untuk Bapak. Kalau berkenan, ayo kita sarapan berdua."

Hanya dengan melihat
satu senyuman manis, Gudy sudah seperti orang bodoh yang hanya bisa berkedip tanpa bisa mengucapkan kata sepatah pun. Sial, jantungnya kenapa lemah sekali? Gudy berteriak frustasi secara internal.

Saat sadar, Gudy hanya bisa melihat sekelilingnya sepi. Dia melangkah dengan linglung saat menyeret kakinya pergi dari halaman rumah Maria.

***

Mawar Hitam BerdarahWhere stories live. Discover now