Sinar matahari mengusik tidur Hanin. Setelah merenggangkan tubuh, dengan perlahan, wanita itu membuka mata. Namun, sedetik kemudian Hanin melotot ketika sadar jika ini bukan kamarnya.
Segera dia bangkit, mengingat-ngingat apa yang terjadi malam tadi. Ketika mendapati satu bantal tidak berada di tempat yang seharusnya, juga tidak ada orang tidur di sampingnya. Hanin mendadak bingung sendiri.
Bukan karena ia menginginkan sesuatu terjadi. Tetapi jelas Hanin tahu jika kemungkinan si pemilik kamar berada di sampingnya pagi ini sangat besar. Terlebih bantal yang seharusnya terletak rapi di atas ranjang hilang.
Perlahan Hanin turun dan merapikan tempat tidur. Tanpa menyisir rambut, tanpa mencuci wajah, wanita itu keluar kamar. Pemandangan kaki terjulur melewati lengan sofa menjadi hal pertama yang ia lihat. Devian memilih tidur di sofa.
Seketika Hanin merasa bersalah. Jelas wanita itu ingat jika semalam Devian bekerja hingga larut malam. Entah dia tidur jam berapa. Karena dirinya yang tertidur di kamar pria itu, Devian malah berakhir di atas sofa ruang keluarga.
Perlahan Hanin mendekat, tubuhnya ia sejajarkan dengan si pria yang tengah tertidur. Tangan Hanin terjulur, menyentuh anak rambut yang menutupi kelopak mata Devian yang tertutup. Dapat Hanin termukan, guratan lelah di wajah tampan pria itu.
Tanpa bisa dicegah, sebelum Hanin menarik tangannya dari wajah Devian, tangan kanan pria itu menggenggam tangannya. Sedetik kemudian, tubuh Hanin jatuh di atas tubuh Devian. Pria itu menariknya hingga sekarang kepala Hanin berada di atas dada Devian.
"De-Dev!"
"Lima menit," kata Devian membuat gerakan melepaskan diri yang dilakukan Hanin terhenti.
"Lima menit saja, Nin. Aku masih mengantuk."Hanin terdiam selama beberapa saat, yang terdengar hanya dengkuran halus dari Devian. Sebelum satu helaan panas panjang Hanin lakukan.
"Jika waktu istirahat, ya istirahat. Nggak usah maksa kerja," kata Hanin dengan nada kesalnya.
"Lagi pula kenapa nggak bangunin aku sih semalam? Aku, 'kan, bisa pindah. Kamu nggak perlu tidur di sofa gini."Devian tidak membalas ucapan Hanin. Namun, tangannya yang berada di kepala Hanin bergerak. Mengelus lembut rambut wanita itu.
"Dasar keras kepala!" Hanin berseru pelan.
Devian hanya tersenyum, masih dengan mata terpejam.
Tangan Hanin terulur menepuk pelan pipi Devian. Bermaksud membuat pria itu bangun.
"Tidur lagi sana di kamar. Aku mau buat sarapan. Kalau lelah, hari ini nggak usah kerja. Libur sehari nggak bikin kamu bangkrut.""Hm," gumam Devian yang malah mengeratkan pelukannya.
"Dev!" Hanin memukul sedikit kuat pipi Devian.
"Aw, Nin!"
Perlahan Devian melepaskan pelukannya. Hanin segera menjauhkan tubuh. Mata Devian terbuka, sedetik kemudian pria itu bangkit dari posisi berbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Home✓
RomanceCover by : Amanda Budiman ----- Ini bukan tentang romansa anak sekolahan. Bukan pula soal kisah cinta di bangku perkuliahan. Pun bukan tentang nikah paksa atau perjodohan. Ini tentang ketidaktahuan, pun juga tentang kesalahan yang membuat sebuah per...