Titik Terendah

72 5 1
                                    

“Aku ingin kita akhiri semua hubungan gila ini!”

Deg!

Tubuh Andre membeku mendengar kalimat yang baru saja Raya lontarkan. Bagaikan ada kayu besar yang menghantam hatinya. Mereka baru menikah satu hari yang lalu dan sekarang harus berpisah begitu.

“Sampai kapan pun aku gak bakal lepasin kamu Ray.”

“Tentu saja kamu tidak ingin melepaskanku. Jika kita berpisah pada siapa lagi kau ingin memerkan kemesraanmu dengan calon istrimu itu!” sarkas Raya memandang tajam ke arah Andre.

“Raya, ini semua tidak seperti yang kamu bayangkan,” ucap Andre berharap Raya luluh.

“Terserah! Keputusanku sudah bulat kau setuju atau tidak aku tidak peduli!”

**

Di sepanjang perjalanan menuju apartemen milik Saghara, Raya hanya melamun. Sebagian hati kecilnya tidak ingin jika di dan Andre harus berpisah. Tapi, di sisi lain Raya juga tidak mungkin terus-terusan mempertahankan hubungan mereka yang tak kunjung menemukan titik terang.

“Kita mampir ke supermarket dulu ya, aku ingin membeli beberapa keperluan untuk memasak,” ucap Saghara.

“Tapi, aku ingin makan ketoprak di pinggir jalan apa, boleh?” tanya Raya.

“Tentu. Tapi kita bungkus saja karna sekarang sudah cukup larut.” Raya mengangguk pertanda setuju.

Mobil hitam yang di kendarai Saghara berhenti di pinggir jalan dekat penjual ketoprak yang Raya inginkan. Sebenarnya Saghara kurang menyukai makanan cepat saji seperti ini dia lebih suka makanan rumah.

“Kamu tunggu di sini saja biar aku yang turun atau ada sesuatu lagi yang ingin kamu titipkan.”

Raya mengangguk antusias, Raya jadi merasa seperti saat dia berpacaran dengan Saghara dulu. Laki-laki yang dingin di luar tapi sangat hangat akan kasih sayang.

“Aku ingin boba apa boleh?”

Saghara tersenyum. “tapi ini sudah malam tidak baik untuk minum es bagaimana jika besok siang saja aku janji akan membelikannya.”

“Tapi aku ingi sekarang Ghara.” Rengek Raya sambil menarik-narik lengan kemeja Saghara.

Saghara menghembuskan nafas lelahnya dari sulu dia paling tidak bisa menolak permintaan Raya. Saghara memandang sendu ke arah Raya dia sangat menyesal karna sudah meninggalkan Raya tanpa kabar dan kepastian. Andai dulu dia tidak egois pasti saat ini dia yang menjadi suami Raya bukan si brengsek Andre.

Menuruni mobilnya Saghara pergi ke penjual ketoprak dan memesan tiga buah bungkus ketoprak.

“Yang satunya jangan pake tauge yah Pak.” Pesan Saghara yang sudah hapal di luar kepala apa saja yang di sukai dan tidak di sukai oleh Raya.

Selesai membeli ketopar Saghara beralih ke penjual boba yang di minta Raya tadi. Ah, rasanya Saghara bernostalgia ke masa lalu. Masa di mana saat Saghara masih menjadi pacar Raya. Dulu Raya itu sangat aneh dia selalu saja meminta sesuatu di waktu yang salah. Seperti waktu itu pernah Raya meminta Saghara untuk mencari penjual martabak saat pukul dua dini hari.

Dasarnya saja Saghara sudah sangat bucin kepada Raya dia dengan mudahnya untuk mengabulkan itu walaupun dengan kondisi mata yang sangat berat karna mengantuk.

Saat ingin kembali ke dalam mobil langkah kaki Saghara terhenti karna melihat ada penjual sosis bakar. Dia melangkah ke sana dan langsung saja memesannya. Biasanya jika Raya sedang galau seperti ini lampiasan utamanya adalah makanan. Jadi sepertinya Saghara harus banyak-banyak membeli stok makanan untuk Raya sebagai sesajen.

Sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil Saghara masih mampir ke penjual martabak dan tahu sumedang serta membeli beberapa permen kapas.

“Apa ini masih kurang?” gumam Saghara sambil memandang ke arah enam kantung kresek yang ada di tangannya.

“Tapi aku tidak bisa membawa ini semua. Baiklah aku masukan ini ke dalam mobil dulu baru belanja lagi.”

**

Niat Saghara untuk menambah stok makanan untuk Raya urung karna saat dia kembali ke dalam mobil Raya sudah tertidur pulas. Saghara bingung bagaimana cara membawa Raya masuk ke apartemen. Saghara tidak tega jika harus membangun Raya tapi tidak mungkin juga dia menggendong Raya. Otak Saghara masih waras agar tidak menyentuh Raya sembarang.

“Hoam.”

“Apa sudah sampai?” tanya Raya sambil mengucek matanya. Refleks Saghara menutup mulut Raya yang setiap kali menguap tidak pernah di tutup.

“Kebiasaan.” Kekeh Saghara sambil mengacak gemas rambut Raya.

“Ayo aku sudah lapar.” Ajak Raya sambil turun dari dalam mobil milik Saghara.

Saghara melongo di buat tingkah Raya dia pikir gadis itu sudah lupa dengan makanan yang dia beli.

“Raya!” baru saja masuk sudah di sambut oleh suara melengking yang langsung memekakan telinga. Siapa lagi pelaku jika bukan Ayu.

“Apa kau tidak bisa menurunkan volume suaramu itu!” geram Saghara.

“Hehe maaf.”

“Kenapa bisa kau ada di sini,” heran Raya saat melihat Ayu sudah berada di ambang pintu.

“Saghara yang menyuruhku untuk menjagamu makanya aku ke sini,” balas Ayu lalu menarik tangan Raya agar duduk di sofa.

“Apa kau membeli makanan aku sangat lapar sejak tadi pagi belum makan,” keluh Ayu sambil mengusap perutnya.

“Aku hanya membeli beberapa camilan. Kenapa kau tidak memesan saja!” kesal Saghara sambil menyodorkan satu kantung plastik yang berisi ketoprak itu kepada Ayu.

“Makanlah!” titah Saghara. Ayu mengangguk dan pergi ke dapur untuk mengambil piring.

“Ayu akan tinggal di sini. Beberapa hari ke depan mungkin aku akan jarang mengunjungimu karna ada beberapa hal yang harusku selesaikan,” jelas Saghara.

“Tidak apa. Kamu mau menampungku saja aku sudah sangat bersyukur,” balas Raya dengan senyuman manisnya.

“Jika kamu butuh sesuatu katakan saja pada Ayu dia yang akan mengurus segalanya.”

“Tidak perlu aku tidak mau merepotkan Ayu,” ucap Raya tidak enak hati.

“Ayu tidak akan merasa di repotkan dia itu gadis yang baik. Aku rasa kamu akan suka dengannya.”

“Apa kamu tidak punya perasaan lebih kepada Ayu. Dia gadis yang cantik aku rasa dia sangat cocok denganmu.” Goda Raya.

“Dia memang cantik tapi suaranya itu benar-benar membuatku pusing dia sangat berisik.” Keluh Saghara sambil mengacak rambutnya frustrasi. Baru beberapa bulan kenal dengan Ayu sudah cukup membuat Saghara gila.

**

Andre terus menerus memukuli samsak yang ada di hadapannya itu. Melampiaskan semua amarah dan emosi yang sejak dia tahan. Bahkan tangan Andre sudah sedikit membengkak karna pukulannya yang begitu kuat.

“Apa dengan melampiaskan emosi masalah lo bakalan hilang sialan!” sarkas Rio lalu menarik Andre agar berhenti memukuli samsak itu.

“Lo gak bakalan paham sama masalah gue!”

“Gimana gue bisa paham kalo lo aja gak pernah cerita hah!” bentak Rio tersulut emosi.

“Hampir seminggu Dina belum pulang ke rumah. Gue udah mati-matian buat kerahin semua anak buah gue buat nyarik Dina tapi tetap aja gue gak berhasil,” lirih Andre sambil terjatuh ke tanah karna tidak kuat menopang tubuhnya.

Rio hanya diam menunggu kelanjutan dari cerita Andre.

“Dan lo mau tau siapa dalang di balik semua itu?” Rio mengangguk.

“Saghara.”

**

Tbc.

Jodoh Tak Terduga [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang