Gavin Arfan Wijaya

59 4 0
                                    

Andre memandang haru ke arah bayi laki-laki yang baru saja lahir. Suster tadi memberikan bayi itu kepada Andre. Air mata terus menerus menetes Andre benar-benar tidak menyangka jika ia sudah menjadi seorang ayah.

Tangannya bergemetar saat menggendong bayi mungil mereka. Andre dengan haru mengazankan bayi mereka. Raya sampai menangis mendengar suara azan Andre yang begitu merdu.

Setelah selesai Andre langsung menghujani bayi laki-laki mereka dengan kecupannya. Setelah itu dia memberikannya kepada Raya. Keadaan Raya juga sudah lebih segar dari sebelumnya.

“Anak Mami,” ucap Raya sambil mengecup pipi tembam milik putranya itu.

“Cucu Kakek,” ucap Tio yang baru saja masuk dengan Mawar dan Rio.

“Raya biarkan dia bersama Kakeknya dulu.” Girang Tio kemudian mengambil alih bayi mungil itu.

“Astaga kau sangat tampan sekali Nak, mirip sekali seperti Kakek waktu masih muda.”

Semua orang yang ada di dalam ruangan itu tertawa. Tapi, yang di katakan Tio memang benar. Bayi mungil itu sangat tampan. Pipi yang chubi, hidung yang mancung, alis tebal dan bulu mata yang lentik. Oh iya jangan lupakan bibirnya yang tipis itu benar-benar menyempurnakan penampilannya. Calon-calon cogan masa depan.

Oek!

Bayi mungil itu menangis karna Tio terus-terusan menciumnya dengan menggunakan kumis.

“Pa jangan ganggu anakku!” kesal Andre.

“Suara tangisannya sangat kencang seperti Alfin waktu masih bayi.” Kekeh Mawar.

Andre langsung terdiam, dia jadi ingat waktu itu Alfin pernah berdoa jika nanti anak mereka lahir akan meniru sifat bobrok Alfin. Andre langsung menggeleng semoga itu tidak benar.

“Oh iya sama nama keponakanku yang, tampan ini?” tanya Rio sambil menoel-noel pipi bayi itu.

“Gavin Arfan Wijaya,” jawab Raya mantap.

“Gavin itu artinya elang. Dan elang identik dengan kehebatan dan kegagahan. Sedangkan Arfan sendiri artinya kecerdasan. Jadi kalo di gabung artinya kehebatan dan kegagahan anak laki-laki yang cerdas dari keluarga Wijaya,” sambung Andre sambil menatap ke arah putra kecilnya itu.

Semua orang terdiam mendengar nama bayi dari Andre dan Raya. Artinya sangat begitu mendalam. Penuh makna dan harapan.

“Si tampan Gavin,” ucap Mawar sambil mengecup pipi gembul Gavin.

****

“Ciluk ba,” ucap Andre sambil terus menghibur anaknya yang sedang menangis.

“Cup cup sabar yah sayang Mami lagi dandan bentar lagi juga siap kok.” Andre terus menerus membujuk Gavin agar diam.

“Anak Mami kenapa nangis, hm? Nanti gantengnya hilang lo.” Raya mengambil Gavin dan membawanya ke dalam gendongan.

Gavin yang saat ini sudah berusia satu bulan langsung diam di dalam gendongan Raya.

“Kamu udah siap, Mas?” tanya Raya saat melihat Andre yang sedang kesusahan saat memasang dasi. Semenjak Gavin lahir, Raya memang mengubah panggilannya kepada Andre dengan Mas.

“Udah Yang, mending kamu ganti baju Gavin aja.” Raya mengangguk dan langsung mengganti pakaian Gavin dengan jas berwarna navy agar serupa dengan dres yang dia pakai dan juga jas yang Andre pakai.

Ngomong-ngomong hari ini mereka semua akan pergi ke pernikahan Alfin dan juga Citra. Ya, hari ini Alfin akan resmi melepas masa lajangnya.

Mobil yang di kendarai Andre berhenti tepat di depan hotel tempat di mana pernikahan itu berlangsung. Semua pasang mata langsung mengarah ke mereka. Siapa yang tidak iri saat melihat Andre dengan gagahnya menggendong bayi seimut Gavin. Sedangkan Raya yang cantik berdiri tepat di samping kiri Andre dengan tangan yang melingkar sempurna di lengan Andre.

Gavin juga terlihat semakin tampan saat memakai jas. Tapi, kadang-kadang saat dia merasa tidak nyaman dia menarik jasnya dan ingin membukanya.

“Cucu Nenek.” Mawar langsung mengambil alih Gavin dari gendongan Andre.

“Ya ampun kamu gemoy banget sayang,” sambung Tio yang berada di samping Mawar. Tio langsung menciumi sekujur wajah Gavin. Yang tentunya membuat Gavin tertawa karna merasa geli dengan kumis Tio.

“Raya, Gavin biar Mama yang bawa ya.” Izin Mawar yang langsung di balas anggukan dari Raya.

Andre tersenyum dan langsung memeluk posesif pinggang Raya. “makasih udah buat hidup aku menjadi sempurna.”

“Harusnya aku yang bilang makasih. Karna kamu udah mau menjadikan aku sebagai wanita yang paling bahagia di dunia.”

“Tetap di samping aku. Kita nikmati masa tua bersama sampai hanya maut yang bisa memisahkan kita.”

****

“Gavin larinya lihat ke depan sayang!” teriak Raya khawatir. Saat melihat Gavin yang terus-terusan berlari tetapi menghadap ke arah belakang. Sekarang usia Gavin sudah menginjak empat tahun. Dan saat-saat itu Gavin sangat aktif berlari.

“Aduh atit!” pekik Gavin kecil yang terjatuh sambil mengusap bokongnya yang sakit.

“Makanya kalo mami ngasih tau itu di dengerin.” Nasihat Raya sambil menggendong Gavin.

“Atit Mi,” lirih Gavin dengan mata yang berkaca-kaca.

“Udah cup cup anak hebat gak boleh nangis.”

“Tapi atit Mi.”

Raya tersenyum dan langsung membawa Gavin ke luar untuk menunggu Andre pulang dari kantor. Itu sudah menjadi kebiasaan Gavin kecil. Dia selalu tidak sabar untuk menunggu Andre pulang karna ingin mengajaknya bermain.

“Pipi, acih ama Mi?” tanya Gavin sambil menyandarkan kepalanya ke dada Raya.

“Nah itu Papi pulang.” Heboh Raya saat melihat mobil Andre memasuki pekarangan rumah.

“Pipi!” teriak Gavin turun dari pangkuan Raya dan langsung berlari menuju Andre.

“Jagoan Papi.” Andre langsung mencium pipi gembul milik Gavin.

“Pi adi Avin atuh telus atit pantatnya,” lirih Gavin dengan mata yang berkaca-kaca.

Gavin memang sedekat itu dengan Andre setiap kali Andre pulang dia akan menceritakan semua kejadian yang dia alami hari itu.

Andre juga lebih sering membawa pekerjaannya ke rumah agar dia bisa memantau dan melihat tumbuh kembang putranya.

“Gavin, mau ayam gorengnya?” tanya Andre saat melihat Gavin yang menatap penuh binar ke arah piringnya.

“Kata Mami ndak oleh anti gigi Avin atit agi,” jawab Gavin dengan menggembungkan kedua pipinya.

“Ya udah deh kalo kamu gak mau.”

“Emm enak banget ayam goreng buatan mami,” ucap Andre memanas-manasi Gavin.

“Huaa mami!” teriak Gavin menangis sambil memanggil Raya. Andre jadi bingung sendiri saat ini Raya sedang di dapur menyiapkan camilan karna sebentar lagi keluarga Saghara akan datang.

“Mas kamu apain Gavin lagi sih!” kesal Raya memandang tajam ke arah Andre.

“Pipi ndak kasi Avin akan yam Mi!” teriak Gavin kencang sambil menangis.

“Kamu ya Mas udah aku bilang jangan makan ayam di depan Gavin tapi masih aja keras kepala.”

“Ayo Gavin kita pergi aja. Biar nanti malam papi tidur di luar!” ancam Raya.

“Sayang jangan dong masak kamu tega sama suami sendiri.”

“Asain wlek!” Gavin memeletkan lidahnya ke arah Andre.

“Gavin awas kamu ya!” Andre berlari mengejar Gavin yang ada di gendongan Raya.

Gavin tertawa dan langsung menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Raya. Menghindari amukan dari ayahnya.

**

Tbc.

Jodoh Tak Terduga [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang