Jauh Lebih Baik

54 6 0
                                    

Usia kandungan Raya sudah memasuki bulan ketiga. Dan itu membuat perutnya sedikit membuncit. Raya sudah tidak mengalami morning sickness lagi malah itu pindah ke Andre. Andre tiap pagi selalu saja muntah. Raya menjadi kasihan melihat itu. Tapi, Andre malah tersenyum dan menjawab jika ini sudah adil. Biar Andre yang merasakan bawakannya menjadi Raya saja sudah sangat lelah karna membawa bayi mereka ke mana-mana selama sembilan bulan.

“Elus,” rengek Andre sambil mendusel-dusel perut Raya.

“Kok kayaknya akhir-akhir ini kamu jadi makin manja banget ya,” ucap Raya sambil terus mengelus rambut hitam Andre.

“Mana malas kerja lagi.” Bukannya merespons Andre malah semakin erat memeluk Raya.

Semenjak kandungan Raya memasuki usia tiga bulan Andre malah tidak pernah masuk kantor. Andre juga menjadi sangat malas bekerja dan hanya ingin berada di dekat Raya. Jika di tanya alasannya dia selalu menjawab bosan melihat gedung kantor dan Rio.

Bahkan saking gilanya, Andre pernah berpikir untuk merobohkan gedung perusahaannya dan membangun gedung yang baru. Dan yang lebih parah lagi dia pernah hampir memecat Rio karna bosan juga melihat Rio. Andre bilang dia selalu mual jika melihat wajah Rio. Sungguh Rio memang asisten yang ternistakan.

Bugh!

Seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamar mereka melempar Andre dengan menggunakan jas.

“Kerja sana! Malah santai-santai di rumah mau kamu kasih makan apa anak sama istri kamu!”

Andre langsung terduduk dan memandang kesal ke arah pelaku pelemparan jas tersebut. Selalu saja orang ini mengganggu ketenangan dan kebahagiaan Andre.

“Apa Papa tidak bisa melihatku bahagia!” kesal Andre sambil bangkit dari tidurnya.

“Hey! Apa kau tidak sadar atau bagaimana sudah hampir satu bulan kau tidak masuk kantor. Dan selama itu pula Alfin harus mengurus semuanya.”

Ya, orang yang baru saja datang itu adalah Tio---ayah Andre. Sikapnya benar-benar berubah menjadi 180 derajat. Semenjak kehamilan raya berusia dua bulan Tio menjadi lebih sering berkunjung ke rumah Andre. Dia memperlakukan Raya layaknya seperti anaknya sendiri. Tio juga sudah meminta maaf atas kelakuan buruknya kepada Raya.

“Raya, Papa membelikanmu martabak kacang favoritmu makanlah selagi masih panas. Oh iya Papa juga membelikan boba tapi esnya tidak terlalu banyak. Karena setahu Papa ibu hamil tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi es.”

Mata Andre berbinar-binar melihat makanan yang di bawa Tio. Tadi Andre sempat berpikir untuk membeli martabak dan juga boba. Tapi sudah keburu di belikan ayahnya.

Tak!

Baru saja tangan Andre ingin menyentuh martabak yang ada di sana. Tapi, Tio sudah memukul tangannya. Pertanda bahwa Andre tidak boleh mengambil makanan itu.

“Makanan ini untuk Raya. Kenapa malah kau yang ingin mengambilnya,” sinis Tio.

“Tapi Raya istriku. Aku juga berhak mengambil makanan ini.”

“Aku membawakan ini untuk calon cucuku. Bukan untukmu.”

“Tapi Pa, jika aku tidak ada maka calon cucumu itu tidak akan berhasil di buat.”

Pletak!

Raya memukul tangan Andre. “apa kamu tidak bisa menjaga omongan di depan Papa.”

“Tapi Papa yang mulai, Yang.” Raya tidak menggubris ucapan Andre.

“Maaf Pa, Andre memang sedikit susah di urus jika dia sedang mode gila.” Andre melebarkan matanya karna kaget. Tadi barusan Raya bilang apa dia gila.

Jodoh Tak Terduga [End]Where stories live. Discover now