14

2.6K 308 56
                                    

Shinsuke dijadwalkan untuk bertemu dengan dokter mata sore ini. Itu karena Dewan selalu mendesak Sasuke dan Hinata untuk membawa Shinsuke untuk pemeriksaan mata. Sasuke tentu tidak setuju, tapi berkat Uchiha Hinata yang meyakinkan jika hanya sekali ini saja, maka Sasuke mau tidak mau setuju. Lagi pula, untuk seorang Ibu shinobi, Hinata harus mengetahui apa yang sedang mereka rencanakan untuk anaknya. Entah itu sesuatu yang buruk atau semua itu memang hanya pemeriksaan mata biasa.

Mereka memasuki rumah sakit, saat Hinata -masa depan- merasakan perasaan tidak enak, dia dengan refleks menggenggam tangan Shinsuke lebih erat. "Ah, Hyuuga-san." Dokter itu berdiri dari tempat duduknya untuk menyambutnya.

"Tsunade-sama memberitahuku tentang anak itu dan saya akan sangat senang jika bisa membantu. Saya Ryosuke-sensei."

Hinata hanya diam tanpa niat untuk menanggapi. Tatapannya tenang. Namun sorot matanya penuh dengan kewaspadaan.

"Ah, Silakan, ikuti saya, saya akan segera melakukan pemeriksaan." Dia menatap Shinsuke. "Siapa namamu, Nak?"

"Dia Shinsuke." Hinata yang menjawab.

Ryosuke tersenyum.

Hinata tidak pernah meninggalkan Shinsuke saat Ryosuke melakukan serangkaian tes.

Begitu selesai, dokter yang bernama Ryosuke itu melihat-lihat hasilnya dengan kerutan di dahinya. "Hasilnya tidak buruk, namun harus di waspadai dari sekarang. Saya memiliki obat untuk membantu agar Shinsuke-kun tidak mengalami kebutaan, bagaimana pun memiliki dua Dojutsu sangat berbahaya. Tapi saya tidak begitu yakin seberapa aman untuk anak seusianya."

Hinata merasa tidak nyaman sekarang.

"Saya tidak tertarik. Jika belum dicoba, maka saya tidak akan melakukannya. Setahuku, belum pernah ada obat untuk itu sebelumnya, dan sejujurnya saya tidak mengerti mengapa anda berbicara seakan anda memilikinya. Bahkan Hyuuga dan Uchiha tidak tahu soal obat yang anda katakan. Saya tidak berniat menyerahkan anak ini sebagai uji coba kalian." Hinata berdiri. Saat akan pergi, kata-kata yang keluar dari mulut dokter Ryosuke berhasil menghentikannya.

"Apakah Anda akan mempertaruhkan kesehatan dan masa depan anak itu?"

Hinata menelan ludah. Dia tidak menyukai ini sama sekali.

"Apa bedanya jika obat itu gagal? Saya tidak ingin bertaruh untuk masa depan anak-anak." Hinata segera meninggalkan rumah sakit.

Hinata kembali ke kediaman Hyuuga bersama Shinsuke. Dia mengalami serangan kecemasan yang konyol, dan perutnya kram karena itu.

"Kau baik-baik saja, Bu?"

Hinata mengangguk.

"Ibu baik-baik saja. I-ibu hanya.." Hinata menarik napas dalam-dalam sebelum melepaskannya. "Kenapa kau tidak pergi bermain dengan adik-adikmu?"

Bocah itu dengan patuh mengangguk, tahu betul jika sang Ibu membutuhkan waktunya sendiri.

Hinata berdiri dari posisi duduknya di lantai, dia perlahan berjalan ke sofa dan duduk dengan hati-hati. Dia tidak tahu mengapa dokter itu memberinya perasaan yang mengerikan. Atau mungkin itu hanya perasaannya, dan pria itu hanya berniat membantu.

Dia tidak menyadari bahwa dia tertidur sampai dia mendengar ketukan di pintu.

Saat hendak bangun dan menjawabnya, dia merasakan kepala seseorang di pangkuannya, Kurosuke tertidur lelap. Hinata merasa sedikit bersalah, Kurosuke adalah yang paling peka. Bocah itu pasti tahu jika Hinata tidak dalam suasana hati yang baik.

Hinata dengan hati-hati membaringkan kepalanya disofa dan memastikan dia jauh dari tepi sebelum berdiri dan memeriksa siapa yang berkunjung.

"Uhh, Hinata-san. Aku tidak bermaksud mengganggumu." Hyuuga Hinata berdiri kaku didepannya.

in-betweenDonde viven las historias. Descúbrelo ahora