7

2.9K 403 113
                                    

Sasuke mendorong langkahnya saat dia berjalan melalui jalan-jalan Konoha. Saat Sasuke melewati Ichiraku dia mendengar suara keras Naruto datang dari balik tirai kedai ramen tersebut diikuti dengan tawa malu-malu milik Sakura. Warna hitam dari celana Naruto mengintip melalui bagian bawah tirai, dan Sasuke meliriknya sesaat sebelum melanjutkan langkahnya.

Orang-orang yang melihatnya memberinya berbagai macam tatapan. Mereka selalu melakukannya. Dia sudah terbiasa sekarang, terbiasa dengan pandangan merendahkan, bisikan sembunyi-sembunyi dan ketakutan. Dia tidak peduli.

Saat Sasuke berbelok dari sudut demi sudut, berputar-putar di sekitar desa selama berjam-jam. Hanya ketika dia melihat matahari hampir menyapu cakrawala, dia melihat ke depan dan menemukan dirinya berdiri di depan batu besar dengan lambang Uchiha.

Dia berjalan perlahan-lahan, setiap otot di tubuhnya tegang, dia tidak ingin berada di sini bahkan untuk satu milidetik pun. Tapi Sasuke tetap berjalan, dan saat dia mencapai tempat dimana terakhir kali Itachi mengembuskan napas terakhirnya, dia merasa sulit untuk mengambil napas berikutnya.

Uchiha Itachi, seorang kakak, anak, dan pahlawan. Seorang shinobi yang pengorbanannya tidak akan pernah dilupakan. Setidaknya, oleh Sasuke.

"Kamu tidak perlu memaafkanku," kata Itachi, dan tangannya melingkar di belakang kepala Sasuke, menarik wajah mereka bersama-sama sampai dahi mereka bersentuhan dan Sasuke menemukan dirinya menatap ke dalam mata saudaranya — terlihat sangat hidup dan penuh kelembutan. Terlepas dari kenyataan bahwa Itachi telah mati, hanya mayat yang dihidupkan kembali.

"Tidak peduli apapun jalan yang kau pilih," lanjut Itachi, suaranya hangat, senyumnya lebar, dan Sasuke merasa dirinya semakin hancur saat melihat Itachi perlahan-lahan mulai memudar, "...aku akan tetap mencintaimu."

Dan pada saat itu Sasuke tahu bahwa saudaranya mencintainya lebih dari apapun di dunia dan selalu begitu, dan sudah terlambat, sial, Itachi, tolong jangan pergi—

Tapi dia sudah pergi.

Entah bagaimana melepaskan diri dari kesedihan yang berdenyut di tulang-tulangnya. Karena tergesa-gesa untuk segera pergi dari sana, Sasuke hampir menginjak buket kecil bunga yang terletak di sisi makam Itachi.

Syok dan kebingungan membuatnya tidak bergeming di tempatnya berdiri. Dia memutar kepalanya, matanya menyipit, mencari siapa yang meninggalkannya. Darahnya mendidih, karena jika ini semacam lelucon memuakkan, dia tidak akan ragu untuk membunuh siapa pun yang ada di baliknya.

Bunyi retakan daun di belakangnya membuatnya berbalik, bersiap untuk beraksi—

"Wah," suara yang hampir tiga hari ini tidak dia dengar menyapa pendengarannya.

Pemilik suara itu adalah seorang bocah kecil dengan kulit pucat, dan rambut putih kebiruan khasnya.

Bocah itu memegang buket bunga di tangannya, menatapnya dengan heran. Tangan Sasuke berhenti dari tempatnya bertumpu pada gagang katana. Dia tidak merasakan niat buruk yang datang dari bocah itu, tetapi Sasuke tetap tidak dapat menemukan dirinya untuk merilekskan tubuh. Pusaran Sharingan, lavender dan mata merah yang tidak serasi menyipit ke arah bocah kecil di hadapannya.

"Seperti déjà vu," gumamnya, menarik seekor anak kucing lebih erat kedalam pelukannya dengan satu tangan dan memegang buket bunga erat-erat dengan tangan lainnya. "Kenapa kau terlihat sangat marah, Tou-san?"

Angin bertiup di sekitar mereka tanpa henti, menyebabkan daun-daun yang berguguran berputar-putar di udara dengan warna merah dan jingga.

"Sepertinya orang tua masa depanmu sangat kesusahan melawan otsutsuki sampai kau harus menunggunya setiap saat disini."

in-betweenWhere stories live. Discover now