[S1] Chapter 44. dia berbeda

18 10 0
                                    

Mereka sampai di sebuah toko peralatan olahraga "ayo masuk" ajak Farhan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mereka sampai di sebuah toko peralatan olahraga "ayo masuk" ajak Farhan. Ketua Prima itu mengajak Rahma menuju ke area panahan "lo pilih sesuka hati lo"

"Maksudnya?"

"Panahan lo rusak kan. Gue mau beliin lo panahan yang baru. Udah pilih aja!" Jelas Farhan.

"Renia yang berbuat, dia juga yang harus bertanggung jawab...."

"Renia itu keras kepala, dia gamau ganti rugi dan ngakuin kesalahannya...."

"Kayak kamu! Aneh aja sih, tiba-tiba kamu ngajak aku ke sini dan mau beliin aku panahan. Pasti ada sesuatu di balik ini semua kan. Atau bahkan ada jebakan yang udah kamu siapin buat aku?" Rahma tentu saja tak bisa terima 100%. Farhan berubah drastis. Mulanya dia yang selalu membuat masalah dengannya. Justru kini dia sedang bersamanya, membantu menyelesaikan salah satu masalah yang ia punya.

"Su'udzon mulu...."

"Karena aku tau. Kamu benci sama aku, pun sebaliknya. Aku ga bisa berpositif thinking kalo sama kamu"

Farhan menghela nafas panjang. Ia tak heran jika respon Rahma seperti ini. Karena ia sendiri juga tau, hal apa saja yang sudah ia lakukan pada Rahma beberapa waktu yang lalu "udahlah biar gue aja yang milihin, lo tunggu di depan" Farhan mengambil panahan dengan merek dan harga yang paling mahal.

Rahma hanya bisa pasrah. Namun sayang juga jika menolak. Kapan lagi mempunyai peralatan panah yang mahal. Renia juga tidak akan bertanggung jawab. Minggu depan pun ada ekskul dan ia harus benar-benar mendapatkan poin itu.

Suara handphone berdering dan itu telefon dari Fahmi. Ingin sekali ia mengangkat. Namun dirinya dibuat menjadi canggung setelah kejadian pagi hari itu. Hingga Farhan datang, Fahmi masih saja menelfon dan Rahma pun tidak mengangkatnya. Farhan melihat layar handphone Rahma. Nama Fahmi terpampang jelas di layar handphonenya. Ia kini tak tahan lagi. Ingin segera mengetahui tentang hubungan mereka. Hanya sekedar teman, atau bahkan lebih "ada hubungan apa sih kalian. Kayak deket banget!"

"Bukan urusanmu juga" jawabnya sembari melirik bungkusan yang berisi panahan.

"Kenapa lirik lirik, kalo mau ambil aja"

"Iya deh, aku ambil aja" Rahma dengan sigap merebut peralatan panah itu dari tangan Farhan "itung itung ini aku anggap sebagai permintaan maaf kamu ke aku" namun, ketika Rahma hendak membukanya, Farhan justru merebutnya kembali. Bahkan kini ia berlari. Seakan tak ingin jika Rahma mendapatkan sesuatu yang ia mau saat ini.

Mereka kejar kejaran di toko itu, hingga penjaga toko memberhentikan serta memberi peringatan pada mereka "maaf dek, ini toko umum. Jangan buat onar disini. Jika urusan sudah selesai, alangkah lebih baik adek adek ini keluar, terimakasih"

Mendapat teguran, Farhan dan Rahma pun akhirnya keluar dari toko itu.

"Sini, ini udah jadi hak milik aku. Kamu ga perlu minta maaf atas perlakuan kamu selama ini" peralatan panah yang baru itu kini sudah berada di tangan Rahma.

"Wait, ga salah denger nih gue. Perasaan gue ga ada salah apa-apa deh ke lo, yang ada nih ya, lo yang harusnya minta maaf sama gue"

"Perasaan tadi kamu udah agak berubah, kenapa sekarang kayak gini lagi?"

Justru membukakan pintu mobil untuknya. Aneh, Farhan melakukan hal ini layaknya sedang melayani seorang putri. Sementara Rahma hanya bisa menurut. Jantungnya pun semakin tidak aman. Apalagi ketika mobilnya sudah berjalan. Farhan seakan tak fokus menyetir. Bahkan satu tangannya justru malah menggenggam tangan Rahma.

Rahma tak langsung menepis itu. Jujur, ada perasaan aneh yang berada dalam hatinya. Kenapa sekarang rasa benci oada Farhan sudah mulai padam dalam dirinya. Bahkan dirinya kini seakan nyaman berada di dekat ketua Prima itu.

"Aku mau langsung pulang, awas aja kalo mampir kemana-mana!" tegas Rahma. Ia menarik tangannya. Menjauhkannya dari Farhan. Suasana semakin sulit untuk di jelaskan, kala Farhan tiba-tiba menyetel lagu berjudul 'tanpa tergesa' karya juicy juicy.

Mulanya Rahma sangat senang berada dalam situasi ini, namun semakin lama ia merasa bahwa ada yang salah dalam dirinya. Ia yang baru saja ikut menyanyi bersama Farhan dalam satu mobil yang sama. Rasanya sangat aneh sekali. Ia tak ingin lagi terjebak dalam hal seperti ini. Rahma memilih untuk diam dan menatap keluar jendela.

"Mau mampir kemana? Mall atau restauran!"

"Rumah...."

"Makan.... Okay kita ke restauran!"

"Hah!" tentu saja Rahma kaget mendengarnya. Ia yang masih belum bisa move on akibat situasi tadi. Kini malah di ajak makan bersama di restauran. Sepertinya, lama-lama jantungnya tak kuat lagi "Farhan, pokoknya aku gamau"

"Gue laper, gue pengin makan!"

"Kalo kamu laper, sana ke restauran sendiri. Aku mau pulang aja"

"Inget, lo masih jadi bawahan gue, dan lo harus nurut sama gue"

Beberapa menit setelah itu, mereka sampai di sebuah restauran yang cukup mewah. Sebuah restauran dengan desain yang elegan. Mereka duduk di salah satu tempat yang masih kosong "udah tenang aja, gue yang bayar. Gue tau kok, lo ga punya duit" ucap Farhan.

Seorang pelayan datang dan mendata pesanan mereka. Setelah itu kembali untuk menyiapkan pesanannya.

Rahma masih bingung dengan situasi ini. Farhan yang berubah secara tiba-tiba. Apalagi dia bahkan sampai bertanggung jawab atas hal yang tak ia lakukan "Farhan, jujur. Sebenernya mau kamu apa sih?"

"Gue mau makan di temenin sama lo" jawabnya.

"Bukan itu! Maksudnya, kenapa kamu tiba-tiba berubah kayak gini. Aku tau, pasti ada sesuatu di balik semua ini kan"

"Su'udzon!"

"Bukan su'udzon. Aku cuma waspada. Aku udah hafal sama kamu. Pasti mau jebak aku kan, ngaku!"

Pesanan datang di waktu yang sama. Farhan kini lolos dari pertanyaanya. Rahma sendiri terpaksa menghentikan pembicaraannya. Ia mencicipi makanan itu. Sangat enak, tidak heran jika restauran ini mewah dan sangat terkenal. Isinya pun orang-orang kaya semua "aku tadi lihat harga di menu. Makanan disini mahal mahal. Kok bisa sih, menghabiskan uang segitu banyaknya hanya untuk 1 kali makan?"

"Orang kaya!" Hanya itu jawaban Farhan. Namun cukup menjawab pertanyaan Rahma.

Hingga mereka selesai makan dan pelayan datang untuk meminta tagihan. Namun sesuatu terjadi, Farhan melupakan dompetnya "maaf mbak, dompet ku sepertinya ketinggalan di tas saudara"

"Jadi bagaimana mas, tagihan harus segera di bayar"

Buka hanya Farhan, tapi Rahma juga bingung. Menghadapi situasi seperti ini, tak ada yang bisa ia lakukan. Uang yang ia miliki pun hanya sedikit. Semua itu tak cukup untuk membaya tagihan pesanan mereka "Farhan, coba hubungi saudara kamu" pinta Rahma pada Farhan.

"Handphone gue aja ketinggalan" jawabnya.

Rahma memeriksa saku seragamnya. Berharap ada uang lagi selain di dompetnya. Ada, namun tak banyak. Hanya ada uang selembar 5 ribuan "em maaf mbak, barangkali saya hanya bisa membayar ini, selebihnya mungkin bisa di bicarakan lagi nanti"

"Nanti kapan mbak. Mbak sama mas nya sudah makan, dan harus di bayar saat ini juga"

Farhan melihat apa yang Rahma lakukan, lantas ia pun tertawa. Rahma begitu lucu dan lugu. Hal itu menambah rasa gemasnya pada pemilik kartu merah ini "yaudah mbak gini aja. Sebagai gantinya, kita bakal bantu bantu disini. Mencuci piring contohnya, atau hal lainnya"

"Maaf mas, biar saya bicarakan dahulu dengan atasan saya" pelayan itu pergi sejenak lalu kembali lagi dengan seseorang yang merupakan manajer restauran ini "jadi kalian tidak baja membayar. Baiklah, seperti kata Mas tadi. Silahkan kalian pergi ke ruang cuci" jelas manajer itu.

Primadona Where stories live. Discover now