[S2] Chapter 86. Meninggal

11 2 0
                                    

Restauran sudah mulai tutup, namun Farhan masih belum melihat Rahma

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Restauran sudah mulai tutup, namun Farhan masih belum melihat Rahma. Orang itu berpamitan hendak mengantarkan makanan, namun sampai sekarang tak kunjung pulang juga. Mengetahui pesanannya itu tak begitu banyak, membuat Farhan semakin khawatir "kemana perginya Rahma?"

"Kamu!" Farhan memanggil salah satu karyawan "Rahma mana, dia belum pulang?"

"Belum pak. Pesanan yang tadi juga belum di acc tuntasnya"

Ingin sekali Farhan menunggu sampai Rahma pulang, jika saja ibunya itu tak menelfonnya "jika Rahma sudah pulang, kabari ya. Saya mau pergi dulu, ada urusan soalnya"

"Oh, baik pak"

Farhan terpaksa pulang ke rumah dengan perasaan khawatir yang masih menyelimuti dirinya. Risa tiba-tiba saja menelfonnya. Meskipun dari nada bicaranya sama sekali tak ada kegelisahan, namun yang namanya panggilan dari seorang ibu, harus sigap.

Begitu sampai, ia melihat ibunya serta tante Mira tengah sibuk menata ruko mini didepan rumah Bu Mira "Assalamu'alaikum, mah, tante, ini apa ya?"

"Waalaikumsalam" jawab mereka secara serentak "mamah sama Bu Mira rencananya mau bikin usaha kecil-kecilan disini" lanjut Risa.

Risa kini mulai lebih berpikir lagi dalam hal keuangan. Apalagi perekonomiannya yang kini menurun drastis. Membuatnya harus bisa cerdas dalam melakukan sesuatu. Memilih untuk ikut bersama Mira berjualan kue. Keputusan ini tepat baginya, mengetahui skill memasak Mira yang cukup hebat. Namun semua itu terputus begitu saja. Mereka menghentikan kegiatan setelah ada telefon yang masuk di handphone Risa.

"Siapa yang telfon mah?" tanya Farhan pada ibunya.

"Pak Bambang" jawabnya.

Nada bicara Bambang membuat mereka negatif thinking. Suaranya itu berat, seakan sulit ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa Pak Bambang?"

"Maaf Bu Risa.... Pak Wira........"

"Apa!" Bak dihantam batu besar, Risa sangat terkejut mendengar hal itu. Sampai membuatnya pingsan.

Bersamaan dengan itu pula Rahma ternyata sudah pulang. Ia melihat ada sebuah kekacauan di depan rumahnya. Segera ia berlari menghampiri mereka.

"Astaghfirullahalazim, Bu tidak kenapa"

Mereka hanya diam. Farhan juga tiba-tiba juga sudah terdiam setelah mendengar telefon itu "tante, titip mamah saya ya" ucap Farhan yang langsung berlari. Ia pergi entah kemana. Rahma yang curiga pun mengikutinya. Ia bersama Farhan mengendarai motor yang sejak awal Fathur pinjam kan.

Farhan menyetir motornya begitu tak karuan. Rahma sendiri ingin bertanya, namun ia takut jika ini bukan waktu yang tepat. Hingga sampailah mereka di ruang sakit. Rahma baru ngeuh "pasti ada apa-apa sama Pak Wira!" Batinnya.

Mereka berlarian di koridor rumah sakit. Sampailah mereka di ruangan Pak Wira. Sudah banyak wartawan yang berada di luar ruangan itu. Begitu sakit hati Farhan kala itu, ayahnya itu meninggal, namun kenapa banyak wartawan disana, disaat seseorang sedang berduka, mereka justru malah berlomba-lomba ingin mendapatkan berita. Farhan tak mempedulikan hal itu, ia langsung masuk ke ruang ICU. Pun juga dengan Rahma, ia rela masuk menerobos para wartawan itu demi tau apa yang terjadi.

Kaget, alat alat rumah sakit itu tak lagi terpasang ditubuh Pak Wira. Seluruh tubuhnya itu pun ditutupi oleh kain putih. Seorang anak terlihat menangis di sampingnya. Pipinya yang tadi kering pun sudah basah karena tangisannya.

"PAPAH!"

Kakinya mendadak lemas, Rahma terjatuh dan ia tertunduk lesu. Sama sekali tak menyangka hal ini akan terjadi.

Belum lama ia memeluk tubuh sang ayah, namun dokter menyuruhnya untuk keluar.

"Maaf nak Farhan, Pak Wira harus segera dibawa ke ruang jenazah. Mohon maaf sekali lagi"

Perkataan dokter itu tak dihiraukan oleh Farhan. Ia hanya fokus menangis. Berkata entah apa tak jelas. Ia pun juga tak peduli jika tangisannya yang brutal itu akan menganggu ketenangan rumah sakit. Hingga Rahma kini berdiri dan berjalan menghampiri Farhan "kamu yang sabar ya" Rahma menarik Farhan lalu memeluknya. Mengelus lembut kepala serta rambut Farhan "ini semua sudah takdir. Kamu harus tabah"

Pak Wira berhasil di bawa ke ruang Jenazah. Meskipun diluar sempat terhadang oleh wartawan yang tak tau waktu itu. Sampai akhirnya Pak Bambang mengusir mereka dari rumah sakit.

Sementara Farhan dan Rahma kini duduk di koridor. Menunggu jenazah Pak Wira selesai diurus. Rahma memberikan sebotol Aqua untuk Farhan "ini, minum dulu"

Sama sekali tak ada jawaban, Farhan pun tak menerima minuman itu.

Rahma tak menyerah. Kini ia mengeluarkan coklat yang ada di sakunya "coklat?"

Namun Farhan lagi dan lagi hanya diam.

"Padahal coklat bisa bikin hati jadi agak tenang lho.... Apa mau aku suapin...."

"Biarin aku sendiri!"

Bentakan Farhan membuat nyali Rahma nyiut seketika. Entah kenapa hal itu mengingatkannya pada saat mereka masih SMA. Saat dimana Farhan masih bersikap dingin serta kasar kepadanya. Karena tak mau membuat mood Farhan semakin memburuk, Rahma memutuskan untuk pergi.

Primadona Where stories live. Discover now