•11•

609 77 2
                                    

Karena hari ini masih libur, Diandra memutuskan untuk jalan-jalan, sendirian. Ia berharap bisa menghilangkan sedikit kepenatan dalam otaknya akibat semalaman mengerjakan tugas, terlebih, besok sudah waktunya untuk kuliah lagi.

Sekarang, ia berada di motor bersama abang ojek online yang tadi di pesan di rumah

Hembusan angin menyapu lembut kulit wajah gadis itu. Dian menikmati udara sejuk selama perjalanan. Matahari juga tidak terlalu terik siang ini.

Motor itu berhenti di sebuah caffe.

Setelah membayar lunas, Dian masuk ke dalam caffe dan memilih duduk di sebuah meja bundar yang menghadap ke arah luar. Dari posisinya ini, Dian dapat melihat lalu lalang kendaraan dan para makhluk hidup serta jajaran pedagang kaki lima yang sibuk melayani pembeli.

"Mau pesen apa, Mba?" seorang pelayan laki-laki menghampiri Dian dengan membawa menu sajian.

Dian menoleh ke arah laki-laki jangkung itu.

"Hot chocolate satu, itu aja dulu" pesan Dian tanpa melihat menu, ia sudah beberapa kali kesini, jadi hapal dengan isi menunya.

"Siap, tunggu sebentar, ya, Mba"

"Iya, Mas. Makasih"

Pandangan mata Dian beralih lagi ke arah luar, se-asik itu melihat manusia sibuk dan bekerja.

Raut wajah Dian berubah ketika rintik hujan turun. Dian tidak membawa payung ataupun baju hangat. Gadis itu juga tidak memprediksi kalau hujan akan turun di siang hari ini.

Seketika mood-nya kembali ketika mencium aroma dari minuman didepannya. "Makasih", ucap Dian kepada pelayan laki-laki tadi.

"Sama-sama. Jangan lupa minumnya pelan-pelan biar terasa nikmat, cocok jadi teman ketika hujan"

Dian terkekeh, pelayan itu sangat ramah. "Iya, Mas.. Makasih banyak"

Suara denting yang berasal dari pintu caffe menandakan seseorang masuk. "Vanilla latte satu, roti bakar dua" ucap seorang laki-laki kepada salah seorang pelayan.

Suara berat itu terdengar jelas di telinga Dian karena posisi duduknya tidak jauh dengan bar. Iseng, Dian menoleh ke belakang, tempat biasanya para pengunjung memesan makanan atau minuman.

Hanya butuh waktu dua detik bagi Dian untuk menebak sosok dibelakangnya. Untungnya, orang itu tidak melihat kearahnya. Jadi, Dian hanya melihat bagian punggung, rambut, pakaian khas yang Dian kenali, dan map digenggamannya.

Jantung Dian berdetak cepat dan perasaannya tak karuan.

Pikiran-pikiran buruk memenuhi benaknya. Bagaimana jika dia menyentuhnya lagi, mengajak ngobrol, merayu, atau perbuatan lebih hina lainnya yang akan dilakukan oleh laki-laki itu.

Rasa takut, sedih, dan marah bercampur jadi satu dalam waktu bersamaan.

Satu-satunya solusi adalah keluar dari caffe. Tapi, dia bahkan belum sempat membayar pesanannya dan itu hanya bisa dilakukan di meja kasir yang dekat dengan bar. Bagaimana jika kehadiran Dian disadari oleh laki-laki 'nakal' itu?

Di sisi lain, di luar sana hujan. Dan mulai lebat. Dian tidak membawa apapun untuk melindungi dirinya dari serangan air dari langit. Dian juga tidak mau ambil risiko kalau dirinya sakit.

Semua pikiran itu memenuhi kepalanya.

"Tarik napas, keluar... kalem, sabar.. Ya Allah bantu Dian, tolong Dian. Di waktu mustajab do'a ini, kabulkan do'a Dian, Ya Allah..." Dian berdo'a dengan suara se-pelan mungkin agar tak ada yang mendengarnya, bahkan semut di dinding sekalipun.

Jodoh Sekampus (On Going)Where stories live. Discover now