•23• Merencanakan Sesuatu

256 18 5
                                    

Rayyan pamit pulang setelah selesai makan malam di rumah Dian. Sebenarnya, ia ingin langsung pulang setelah shalat Maghrib disana, namun permintaan dan tawaran Dwi sulit untuk ia tolak. Dwi ternyata diam-diam memesan makanan lewat jasa pengantaran makanan online dan jumlahnya cukup banyak, jadi sayang kalau makanan itu tersisa dan akhirnya terbuang begitu saja. Laki-laki itu juga menjadi imam kedua kalinya pada saat shalat Isya.

"Semoga urusan komunitas lo cepet selesai, ya..." ujar Dian. Gadis itu tahu bahwa acara yang akan diselenggarakan oleh CREATE! mengalami kendala, sehingga Rayyan harus segera menemui anggota inti untuk berdiskusi dan menyelesaikan permasalahan yang ada di komunitas mereka.

"Aamiin, makasih ya do'anya.. Bang, cepet sembuh ok! nanti kalian berdua dateng ya ke acaranya.." balas Rayyan sembari menepuk pundak Rio dan dibalas anggukan.

Kemudian, Rayyan meninggalkan rumah itu.

Dian menatap mobil Rayyan yang semakin menjauh. Dian tidak percaya dirinya bisa memiliki perasaan untuk seorang laki-laki. Dian bukannya tidak normal. Namun, bisa dibilang, Rayyan adalah orang pertama yang membuatnya jatuh cinta. Sebelumnya, Dian hanya sebatas menyukai laki-laki karena kemampuan atau keahlian yang mereka miliki, tanpa merasakan apa-apa dalam hatinya. Kehadiran Rayyan di hidupnya memberikan warna baru yang belum ia lihat dimana pun. Lihatlah! Bahkan, kepergian Rayyan barusan meninggalkan rindu yang tidak bisa dijelaskan mengapa rasa itu bisa hadir.

Dian cukup paham soal batasan dengan lawan jenis. Itulah mengapa setiap kali ada yang mendekatinya, ia selalu saja mengabaikan dan cenderung menghindar, termasuk Rafa. Dian juga tidak memiliki teman lelaki yang banyak, apalagi sampai akrab sekali. Circle-nya rata-rata adalah perempuan, Jihan, Kynna, Ilona, Devia, Zalina, dan beberapa teman perempuan di kelasnya.

Tetapi, meskipun ia paham soal batasan. Dian juga tidak selalu bisa memastikan apakah interaksi dengan lawan jenisnya berlebihan atau sewajarnya. Dian juga manusia biasa yang berusaha memegang prinsip yang benar walau ia bisa salah sewaktu-waktu. Seperti yang kini ia rasakan, apakah dengan menerima semua uluran tangan Rayyan termasuk berlebihan? Apakah jatuh cinta padanya hanyalah sebuah usaha untuk menambah dosanya? Ataukah, berkomunikasi dengan Rayyan itu juga tidak boleh?

"Dek, masuk yuk! Udah malem nanti kamu masuk angin.." suara Rio membuyarkan lamunan Dian. Rio menatapnya dengan heran, raut wajah Dian terlihat kurang baik.

"Ayok, Bang.."

Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan menutup pintu, tak lupa Rio juga menguncinya.

"Ada yang kamu pikirin? soal Rayyan misalnya," tanya Rio tiba-tiba. Ia mendaratkan tubuhnya di sofa ruang keluarga, mengambil remote di meja, kemudian menekan tombol berwarna merah. Dan, televisi pun menyala.

Dian mengambil salah satu bantal bulat di sofa dan kemudian bersandar pada bahu sofa. "Abang ini cenayang ya, ko tebakannya bener,"

Rio tertawa kecil, "Muka kamu tuh keliatan banget, gak bisa bohong. Pasti lagi galau, apalagi kalau bukan mikirin Rayyan.. tumben sih, gak biasanya kamu galau gara-gara cowok"

"Heh! siapa bilang lagi galau, engga tauuu..." bantah Dian.

"Terus kenapa? Cerita aja, mulut abang sudah ada gemboknya, jadi rahasia dijamin aman,"

Dian akhirnya menceritakan seluruh isi hatinya tentang Rayyan kepada Rio. Ini aneh, pertama kalinya ia bercerita sepanjang ini kepada kakaknya. Untunglah, Rio selalu mencoba untuk memahami perasaan adiknya dan sabar mendengarkan cerita Dian yang sangat panjang.

Rio juga tidak menyalahkan Dian perihal hatinya. Apa yang Dian rasakan adalah wajar menurut Rio. Namun, sebagai kakak yang baik, Rio juga memberikan nasihat untuk adik kesayangannya ini agar selalu memegang prinsipnya, paham tentang interaksi lawan jenis itu tidak boleh berlebihan adalah sebuah rezeki. Dan, Dian sudah mendapatkan rezeki itu maka sebagai bentuk syukur kepada Allah, ia coba terapkan prinsip tersebut dalam kesehariannya.

Tak terasa waktu sudah larut malam. Obrolan kakak beradik ini berakhir karena Dian tiba-tiba saja tertidur dengan posisi duduk di sofa dan wajah menunduk. Rio mencoba memindahkan Dian ke kamarnya, ia menggendong Dian dengan hati-hati karena takut membangunkannya.

---

Rayyan, Ariq, dan anggota inti CREATE! lainnya berkumpul di rumah Rayyan. Semalaman mereka membahas persoalan acara workshop yang akan diselenggarakan sebentar lagi. Namun, ternyata terjadi permasalahan di salah satu divisi karena mereka tiba-tiba saja mengundurkan diri dan tidak lanjut menjadi relawan di komunitas tersebut. Bubarnya divisi acara ini menjadi pertanyaan bagi semua anggota komunitas tersebut, termasuk anggota inti.

Namun, karena waktu mereka hanya sebentar lagi dan tidak mungkin ditunda-tunda. Maka, anggota inti yang dipimpin Rayyan kini sedang diskusi dan mencari jalan keluarnya. Beberapa orang memberikan ide dan masukan untuk acara mereka hingga pada simpulan bahwa acara mereka akan dikonsep menjadi workshop fotografi untuk anak muda. Acara tersebut diselenggarakan di basecamp CREATE!.

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00. Semua anggota sudah pulang, meskipun tidak semuanya pulang ke rumah. Ada yang bermalam di basecamp, ada yang menginap di rumah temannya yang lain karena harus menyelesaikan tugas kampus, dan ada juga yang tetap tinggal di rumah Rayyan untuk satu malam.

Laki-laki itu adalah Ariq. Dia memutuskan untuk tidur di rumah Rayyan karena sudah terlalu larut untuk pulang. Terlebih, bensin motornya pun tinggal sedikit, takut-takut berhenti di tengah jalan.

"Bang Ariq tidur di kamar gue aja, jangan di kamar tamu. Kan lo bukan tamu," ujar Rayyan sembari merangkul Ariq, hendak menaiki tangga menuju kamarnya.

"Bebas bro, gue ikut aja. Ummi sama Abi lo aman? Mereka tau kalau gue nginep?"

"Aman, tadi udah sempet bilang kok. Lagian, lo kan sohib gue di komunitas, ya masa sih Ummi sama Abi nolak lo buat nginep"

"Gak gituuu, kan tetep ajaa. Izin tetaplah izin"

Rayyan terkekeh, lantas melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, disusul dengan Ariq.

Di malam itu, Rayyan terjaga. Matanya masih segar dan tidak merasa kantuk sama sekali. Namun, dalam batinnya, ia sangat gelisah. Kedua tangannya ia ayunkan ke belakang kepala, menjadi bantal. Ia menatap langit-langit kamar sembari sesekali tersenyum karena mengingat kejadian tadi.

Ah ya, tidak mudah bagi Rayyan untuk menyembunyikan perasaannya. Hari ini ia sangat bahagia karena menjadi imam shalat untuk keluarga Dian. Ya, walaupun hanya untuk shalat Maghrib dan Isya saja. Tapi, itu luar biasa. Bagaimana tanggapan Dian soal bacaannya saat shalat? Bagaimana jika cara bacanya ada yang salah?

Dan, akankah moment seperti itu terulang kembali?

Rayyan kembali tersenyum memandang langit-langit, seolah-olah wajah Dian saat memakai mukena ada disana dan mereka saling memandang.

"WOYY!!" tiba-tiba saja bahu Rayyan didorong oleh Ariq, yang tidur disebelahnya.

"Banggg!!!" seru Rayyan tidak kalah emosional.

"Senyum-senyum sendiri, udah mau jam 12 malem woy! Tidur Rayy tidurr!!" Ingat Ariq, kemudian ia menyampingkan tubuhnya ke kanan, memunggungi Rayyan.

Rayyan hanya menanggapinya dengan senyuman. Kalau di pikir-pikir, kondisi ini agak canggung dan aneh. Dia dan Ariq dalam satu ranjang yang sama.

Rayyan terkekeh.

"Tidurrr!!!! Besok lo harus mimpin rapat lagi!" Ingat Ariq, lagi, tanpa bergerak sedikit pun.

"Siap, booss!!"

°°°

Siapa yang udah sampai di Chapter ini??? 😍😍

Terima kasih, ya atas segala bentuk support kalian, terutama yang nagih nagih. Wkwk, aku seneng kalau ada yg nagih cerita selanjutnya 🤗🤗

Maaf baru sempet di publish hari ini. Semoga memuaskan yaaa.

Jangan lupa tekan bintang👇🏻👇🏻👇🏻


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Jodoh Sekampus (On Going)Where stories live. Discover now