•22• Menjadi Imam?

948 69 57
                                    

Dalam waktu singkat, lembar kertas kuis milik Dian sudah dikumpulkan di atas meja dosen. Puluhan pasang mata menatap ke arah Dian dengan pandangan yang beragam. Ada yang menatapnya dengan takjub dan rasa bangga, ada juga yang biasa saja, dan ada yang mengira kalau Dian memiliki kunci jawaban.

"Cepet banget, sat set sat set," kata salah seorang di antara mereka dengan suara pelan.

Dian tahu mengerjakan lima soal dengan jawaban hampir dua lembar kertas HVS itu tidak mudah, terlebih soal-soal itu membahas sebuah studi kasus yang harus dikaitkan dengan teori yang sebelumnya sudah dipelajari. Namun, entah mengapa, kali ini dia berhasil berpikir lebih cepat dari biasanya, menulis tanpa ada typo dan noda tipe-x, dan tidak ada keraguan sedikitpun atas jawaban yang telah ia tulis.

Dian duduk kembali ketempatnya, Devia yang duduk dibelakang Dian berbisik, "Wah, sebelum kuis, lo belajar ya,"

Devia ini, berkata seolah-olah jika ada kuis atau ujian kita tidak perlu belajar terlebih dahulu. "Gue buru-buru mau ketemu ayang, eh abang maksud gue," balas Dian tak kalah pelan dari suara Devia tapi masih bisa terdengar oleh gadis itu. Devia menahan tawa dan menutup mulutnya dengan tangan. Sementara, Dian menyunggingkan senyum sembari mengemasi barang-barangnya.

"Ikut dong ketemu ayang, eh abang,"

"Gak, lo beresin dulu kuisnya, awas lo jangan kerjasama nanti ga berkah,"

"Dian, Devia, jangan mengobrol, atau kuis kalian tidak akan saya nilai," dosen di kelas itu bersuara memperingatkan kepada Dian dan Devia yang terlihat mengobrol.

"Jangan dong, Bu." kata Devia.

"Mohon maaf, Bu. Tadi kami hanya mengobrol perihal keluarga," ujar Dian, tidak bohong kan? Mereka membicarakan soal abang-nya Dian.

Devia sudah tahu bahwa Rio kecelakaan, semua anggota Calon Idaman Mertua tahu kabar ini. Jadi, ketika Dian selesai mengerjakan kuis dengan cepat, Devia dan sahabatnya yang lain paham bahwa Dian harus menemani Rio menggantikan bundanya yang semalaman menjaga kakaknya itu, terlebih ia harus mendampingi Rio selama perjalanan pulang ke rumah.

Ya, setelah 10 hari di rawat, akhirnya Rio pulih dan diizinkan pulang.

"Baiklah, jangan diulangi lagi, ya. Yang lain juga, jangan ditiru."

"Baik, Bu. Saya pamit pulang, Bu. Assalamu'alikum." Ucap Dian ketika ia sudah sampai di meja dosen tersebut dan berpamitan untuk pulang. Suasana ruangan pun menjadi riuh karena mereka merasa iri kepada Dian yang sudah pulang lebih dulu.

Dian memasuki lift, menekan tombol angka 1, dan pintu lift pun tertutup.

Keluar dari lift, Dian hendak memesan ojek online, kebetulan ia memang tidak membawa mobil hari ini. Hmm.. biasanya juga jarang sih, Dian lebih suka diantar Rio, menggunakan kendaraan umum, atau nebeng pada sahabatnya.

Namun, belum sampai Dian menekan tombol pesan di aplikasi ojek online , suara Rayyan menginterupsinya. Argh, ini aneh, mendengar suaranya saja membuat Dian gelisah dan jantungnya berdebar. Kalau saja mereka tidak saling mengenal, Dian akan melarikan diri sejauh yang dia bisa untuk menghindari laki-laki tampan itu. Rayyan tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Setelah memanggil nama Dian, Rayyan berjalan menghampiri gadis yang masih membelakanginya. "Hey, ko dipanggil gak nyaut?"

Eh ngapain ngedeketin, ya Allah gak semua orang kuat Rayyan. Batin Dian.

"Oh lo manggil gue? abis tadi gue dengernya cuma 'hey' doang," balas Dian mengelak bahwa sebenarnya ia sadar yang dipanggil itu dirinya. Kali ini saja izinkan Dian berlagak tidak peka untuk menutupi kegugupannya.

Jodoh Sekampus (On Going)Where stories live. Discover now