Tujuh

782 89 35
                                    

Reminder :

Yang belum follow harus follow dulu, jangan lupa vote dan typo harap dimaafkan! Aku maksa!

*****

“Keenan!”

Keenan menoleh ke sumber suara, dilihatnya Adelle berjalan memasuki ruangan Keenan dan segera duduk di sofa. Gadis yang selalu terlihat rapih, modis dan cantik itu tersenyum kepadanya. Keenan merasa ada yang aneh, dia melihat mata Adelle berkaca-kaca. Tanpa berpikir panjang, Keenan segera menghentikan pekerjaannya dan meninggalkan meja kerja, menghampiri Adelle dan segera duduk di samping gadis itu.

Keenan meraih handbag di pangkuan Adelle dan meletakkannya ke meja di hadapan mereka.

“ada apa?” tanya Keenan perhatian.

Adelle menggeleng, “aku tadinya mau jemput Ryu, tapi kata sekretarisnya dia lagi nggak ada di kantor, jadi aku masuk ke ruangan kamu aja sambil nunggu Ryu dateng.”

“bukan itu pertanyaanku. Ada apa? Kenapa kamu kelihatan ingin menangis?”

Adelle tercekat karena pertanyaan Keenan, mengapa pria itu bisa mengetahui hal yang sejak tadi berusaha dia sembunyikan?

“aku nggak-“

“berhenti berbohong! Sejak kecil aku sudah mengenalmu dengan baik, Del!” Keenan memotong ucapan Adelle.

Adelle menghela nafas panjang, kemudian menatap Keenan dengan mata yang semakin berkaca-kaca.

“Keenan,” lirih Adelle sebelum kemudian tangisnya pecah.

Tanpa mengatakan apapun, Keenan menarik Adelle kedalam dekapannya. Adelle menangis sambil mencengkeram jas yang dipakai oleh Keenan. Keenan membiarkan saja saat bahunya basah oleh air mata si gadis rapuh.

Keenan mengenal Adelle dan Amasha dengan sangat baik karena mereka bertiga tumbuh bersama. Dan dari yang Keenan pahami, ke dua teman perempuannya itu memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Jika Amasha sangat kuat dan tegas, maka Adelle adalah gadis rapuh yang tidak pernah berani memutuskan apapun sendirian. Amasha tidak akan pernah sudi menangis meraung begini di hadapan orang lain, berbeda dengan Adelle yang berhati lembut dan mudah menangis di hadapan siapapun. Adelle tidak pernah bisa menyembunyikan perasaannya, sangat berbeda dengan Amasha yang selalu ceria dan membuat orang lain kesulitan membaca isi pikirannya.

Setelah cukup lelah menangis, Adelle mulai menghentikan tangisnya dan melepaskan pelukan Keenan.

“maaf, Keenan,” lirih Adelle.

Keenan mengangguk, dia bangkit dan melepaskan jas yang sudah basah, menyisakan kemeja abu-abu di dalamnya. Keenan meletakkan jasnya ke atas meja, lalu beralih menatap Adelle lagi. Tangan Keenan meraih dua lembar tissue dari kotak tissue di atas meja dan menggunakannya untuk menyeka wajah Adelle perlahan.

“sudah lebih tenang?” tanya Keenan sambil menarik tangannya dari wajah Adelle.

Amasha (END)Where stories live. Discover now