6. Kebimbangan

88 7 1
                                    

"Gimana? Salsa mau pilih ekskul apa?" tanya Ara.

Saat ini Salsa, Sagara, serta kedua Kakak kelas sekaligus sahabat kecil mereka tengah berada di kantin SMA Pelita Bangsa, mengisi perut mereka yang kosong.

"Salsa bingung Kak Ara, jadinya Salsa belum milih apa-apa," jawab Salsa dengan wajah murung.

"Lo milih apa?" tanya Tirta kepada adik kelas di hadapannya.

Tidak ada jawaban, Sagara sibuk melahap baksonya, tenaganya terkuras abis setelah perdebatannya dengan teman-teman sekelasnya tadi, ditambah rasa kesal kepada Rendi yang membuat perutnya lapar bukan main. Sagara juga percaya bahwa memakan bakso terenak di kantin sekolah ini dapat menetralisir rasa sakit perut akibat masakan Mamahnya.

Salsa dan Ara menatap takut ke arah Tirta, lelaki yang selalu memasang wajah datar itu kini terlihat kesal akibat pertanyaannya tidak dijawab. Salsa yang duduk di samping kanan Sagara sontak menyenggol lengan lelaki tersebut, berusaha menyadarkan jika Tirta tengah menatapnya garang. Karena terlalu kencang, bakso yang hendak masuk ke dalam mulut Sagara menggelinding tepat di depan Tirta.

Sagara menoleh cemberut ke arah Salsa. "Yah Salsa... Bakso terakhir Gara jadi ngegelinding kan," keluh Sagara masih belum sadar.

Sagara tanpa ragu memungut bakso yang jatuh lalu meniupnya. "Belum lima menit," kata Sagara lalu melahap bakso tersebut.

Tidak berselang lama, Sagara yang masih mengunyah baksonya menatap takut ke arah Tirta yang tengah menatapnya garang. Sagara berusaha menelan baksonya susah payah."Sayang Kak, bakso terakhir itu yang paling enak, lagian belum lima menit kok," ucap Sagara membela diri.

Tangan Ara sudah gatal ingin mencubit Sagara. Apakah lelaki itu tidak mendengar pertanyaan Tirta tadi?

"Gara, Kak Tirta marah sama kamu tahu. Bukan karena kamu makan bakso yang udah jatuh ke meja tapi Kak Tirta marah karena kamu gak jawab pertanyaannya," bisik Salsa.

"Emang iya?" tanya Sagara kepada Salsa.

Salsa mengangguk polos.

"Ohh iya, Sagara lupa. Salsa mau ikut ekskul apa? Salsa udah tentuin?"

"Salsa belum pilih, Gara. Salsa bingung banget, pilihannya terlalu banyak. Kalo Gara mau ikut apa?"

Kedua remaja itu malah asik dengan topik mereka, melupakan kedua Kakak kelas yang berada di hadapannya. Tirta dan Ara bagaikan obat nyamuk, diacuhkan seolah tak dianggap ada.

"Sabar, kalo gak nyebelin bukan Sagara namanya," ucap Ara kepada Tirta.

"Kak Lo gak kepo apa gue mau masuk ekskul apa? Tanya kek, basa-basi gitu," ujar Sagara kepada Tirta.

Batu mana batu?! Rasanya Tirta ingin sekali melempar apapun yang ada di hadapannya ke arah Sagara, begitupun dengan Ara yang hidungnya kembang kempis menahan amarah. Sagara adalah orang yang sangat mudah membuat Tirta berekspresi, terutama ekspresi kesal dan marah.

"Apa?" tanya Tirta setelah mengatur napas.

"Apa apanya nih?" Sagara balik bertanya, sengaja berpura-pura tidak paham dengan pertanyaan Tirta.

Tirta menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan secara perlahan. "Jangan bikin gue masuk ruang BK gara-gara Lo," kata Tirta dingin dan menusuk.

Itu ancaman, Sagara sangat tahu. Tetapi bukannya takut, lelaki tersebut malah tertawa terbahak-bahak, mengundang atensi para murid yang berada di kantin. Sementara Salsa hanya bisa terdiam sambil menatap aneh ke arah Sagara. Memangnya ada yang lucu di ruang BK?

"Kak Tirta ngapain ke ruang BK? Emang di dalem ruang BK ada apa? Kok Sagara ketawa?" tanya Salsa dengan wajah polosnya.

Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini? Belum juga amarah Tirta mereda akibat kelakuan Sagara, sekarang Ara harus menghadapi kepolosan Salsa yang hanya orang-orang terpilihlah yang mampu menghadapinya.

SalsaKde žijí příběhy. Začni objevovat