7. Langkah Kecil

30 4 0
                                    

Pagi ini Salsa melangkahkan kakinya menuju ruang khusus untuk ekstrakurikuler PMR setelah meletakkan tasnya di kelas. Ya, Salsa sudah memutuskan bergabung dengan ekstrakurikuler PMR setelah berpikir seribu kali. Ia ingin mempelajari hal-hal dasar dari merawat orang yang sakit karena suatu hari Salsa bercita-cita menjadi dokter sama seperti tantenya.

"Permisi," ucap Salsa sopan setelah sampai di depan pintu ruangan yang terbuka.

"Ya." Seseorang menyahut dari dalam.

Keluarlah seorang murid cantik dengan rambut terurai indah. Gadis ber- name tag Sindi Rosmalia itu menatap Salsa yang terlihat gugup di tempatnya berdiri.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Sindi.

"Sa-saya Salsa Putri Pranata Kak, dari kelas 10 IPA 1. Kedatangan saya ke sini mau mengumpulkan formulir untuk bergabung dengan ekstrakurikuler PMR," kata Salsa gugup, menyodorkan kertas berisi data diri kepada Kakak kelasnya.

Sindi tersenyum melihat tingkah lucu Adik kelasnya ini, bahasanya yang formal membuat Sindi gemas mendengarnya, bahkan Salsa tak berani menatap matanya. Sindi kemudian mengambil alih kertas tersebut dari tangan Salsa.

"Makasih ya," kata Sindi.

Salsa mengangguk sambil tertunduk.

"Oh iya, tadi kamu bilang dari kelas 10 IPA 1 ya?" tanya Sindi.

Lagi, Salsa hanya mengangguk.

"Berarti kamu termasuk salah satu murid dengan nilai terbaik dong. Kenapa pilih PMR? Padahal kebanyakan temen-temen sekelas kamu ikut ekstrakurikuler Sains loh," tanya Sindi.

Salsa membisu, nampak sedang berpikir. Gadis itu nampak mencari-cari alasan apa yang membuatnya memutuskan untuk ikut ekstrakurikuler PMR. Jujur Salsa juga tidak tahu alasannya, yang ada di pikiran Salsa saat itu adalah bahwa ekstrakurikuler PMR jauh lebih simpel dibanding ekstrakurikuler lainnya dan ekstra PMR berhubungan dengan merawat orang sakit, jadi Salsa memilihnya.

"Salsa- ehh maksud aku saya-"

"Santai aja, gak usah terlalu formal kalo ngobrol sama aku," sela Sindi ketika menyadari bahwa Salsa terlihat kesulitan berbicara formal kepadanya.

Salsa mengangguk sambil tersenyum. "Salsa juga gak tahu, kelihatannya enak aja ikut ekstrakurikuler PMR," jawab Salsa seadanya.

"Emangnya kalo boleh tahu waktu SMP Salsa ikut ekstrakurikuler apa di Sekolah?"

Wajah Salsa seketika murung. "Salsa gak ikut ekstrakurikuler."

Sindi mulai terbiasa dengan sifat Salsa. Ia memahami bagaimana sikap Salsa yang sepertinya tidak mudah untuk berkomunikasi dengan orang baru. Melihat Salsa jadi mengingatkan Sindi pada Adik perempuannya yang juga sekelas dengan Salsa, keduanya memiliki sifat yang sama yaitu sulit untuk bersosialisasi dengan orang asing.

"Apa ini termasuk sesi tanya jawab untuk seleksi masuk ekstrakurikuler PMR Kak?" tanya Salsa, mulai berani menatap mata lawan bicaranya meski terlihat gugup.

Sindi kembali tertawa ketika Salsa melontarkan pertanyaan polosnya. "Bukan kok, ini cuma obrolan biasa aja."

Salsa mengangguk paham.

"Apa ada yang mau Kakak tanyain? Kalo gak ada Salsa izin pamit ke kelas ya, soalnya sebentar lagi bel masuk bunyi," tutur Salsa.

"Oh, iya. Kamu bisa kembali ke kelas. Jangan lupa hari rabu sepulang Sekolah berkumpul di sini ya," beritahu Sindi.

Salsa kembali mengangguk, membuat poninya ikut bergoyang. "Kalo gitu Salsa ke kelas ya Kak," pamit Salsa.

Gadis itu melangkah dengan riang meninggalkan Kakak kelasnya yang masih menatap punggung Salsa sambil tersenyum manis, hari ini Salsa sangat bahagia karena Ia bisa sedikit berani berbicara kepada Senior tanpa dibantu oleh Sagara, sebuah awal yang bagus untuk seorang Salsa Putri Pranata.
Sementara itu, seorang lelaki berseragam SMA tengah bersembunyi di balik sebuah pilar. Sejak awal Ia membuntuti gadis bertubuh mungil itu menuju ruang ekstrakurikuler PMR. Sagara ikut tersenyum senang ketika melihat senyum Salsa terbit begitu indah menghiasi wajah cantiknya.

SalsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang