20. Yoongi XVII

886 41 21
                                    

There's something about Jimin.

Tentu saja dia menarik, tampan dan gayanya menyenangkan. Tetapi, sesuatu tentangnya sungguh memabukkan.

Apakah itu ciumannya yang begitu lembut, atau lidahnya yang bermain di dalam mulutku dengan sangat lincah. Ataukah tangannya yang merengkuh tubuhku kuat, dengan jemarinya yang membelai kulitku dengan begitu mesra.

Aku tidak bisa mendeskripsikannya. Yang bisa kulakukan hanyalah membalas ciumannya, merengkuh balik tubuhnya, mengisyaratkan agar ia lebih mendekat lagi padaku.

Aku bersandar di dinding di sudut nightclub yang gelap. Mataku terpejam rapat, merasakan getaran suara musik merambat dari dinding ke kulitku, membuatku rambut halus di tubuhku berdiri.

Udara pekat oleh asap rokok. Berbau sedikit apak oleh keringat manusia yang sibuk berdansa. Dan hiruk-pikuk oleh berbagai percakapan.

"Kau, benar-benar tidak harus pulang ke seseorang malam ini?" Jimin mendesah. Ia meremas bokongku.

"Siapa maksudmu?" Aku menjawabnya dengan bingung.

"Yang tadi kau telepon." Kini bibir Jimin menjamah leherku. Lidahnya menggesek kasar. Sentuhannya membuat kakiku makin merapat, seiring dengan rasa menggelitik di antara kedua bilang pahaku.

"Sudah kubilang dia hanya teman."

"Jangan bohong."

"Apa yang kau ingin dengar sebenarnya?"

Jimin memagut bibirku lagi. "Kalau dia pacarmu." Ia menggigit bibirku pelan. "Eungh...sungguh menggairahkan membayangkan kekasih seseorang memilih buat menghabiskan malam denganku daripada bersama pacarnya." Ia tertawa melengking.

Aku tersenyum. Ternyata Jimin tipe yang seperti ini. Cassanova. Yang senang mengalahkan pria lain dengan merebut wanita mereka.

Kedua tanganku membingkai wajahnya. "KimYoongi adalah pacarku." Aku berbisik.

Jimin langsung tertawa terbahak-bahak. "Bohong. Tidak mungkin kau pacaran dengan kakakku."

"Coba saja telepon. Aku tahu dia sekarang sedang menungguku. Mungkin tiduran di tempat tidur berseprai hitam itu sambil bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan oleh 9 perempuan di night club?" Aku menantangnya.

Jimin terdiam. Mulutnya ternganga, berusaha mencari jawaban untuk membalasku.

"Tidak perlu jadi pacarnya untuk mengenal kebiasaanya." Aku menowel hidung Jimin. "Bagaimana kalau malam ini kau anggap saja aku ini pacar kakakmu yang memilih untuk menghabiskan malam denganmu?"

Aku meremas selangkangannya. "Lebih menggairahkan bukan? Lagipula sebenarnya aku bisa bayar $50.000 mu itu. Karena tiap bulan Direktur Kim beri aku 250juta won."

Seringai nakal perlahan muncul di wajah Jimin. "Aku suka kau." Tangannya merayap ke balik rok mini yang kukenakan. Menekan dan meremas.

"Aheung..." Aku merintih, menyandarkan kepalaku di bahunya. Jimin kembali membenamkan wajahnya di leherku. Kali ini ia menghisap. Pelan agar tidak meninggalkan bekas, tetapi cukup kencang untuk membuat tubuhku gemetar karena kenikmatannya.

"Kau basah." Suaranya teredam oleh leherku, getaran bibirnya saat ia berkata membuat bulu kudukku meremang. "Ketempatku, mau?"

Kedua tanganku memeluk lehernya. Aku menatapnya penuh arti. "Ayo."

---🔹🏺🔹---

Yoongi berbaring miring di sofa apartemennya sambil memegang segelas whiskey. Matanya nanar menatap televisi yang menyiarkan satu film Hollywood.

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora