33. Yoongi XXX

684 37 31
                                    

Sepasang tangan putih pucat memeluk bahuku dari belakang. Kecupan di kepalaku, perlahan berubah menjadi hembusan napas menggoda di telingaku.

"Yoongi oppa!!!" Aku berkelit. "Hentikan. Ini di tempat umum."

Yoongi tertawa kencang. Justru makin menghujani pipi dan leherku dengan kecupan. "Memang siapa yang bakal lihat? Kita hanya sendirian."

Tangannya terulur, menunjukkan laut yang terbentang luas di hadapanku.

Ia melingkarkan tangannya begitu erat di pinggangku. Mentelekkan dagunya di bahuku. Sementara aku duduk berselonjor diantara kedua kakinya di lantai yacht.

Cahaya matahari bersinar begitu cerah. Pantulannya di permukaan air begitu menyilaukan.

6 bulan sudah kami bersama. Yoongi menyewa yacht ini untuk merayakannya sekaligus merayakan syuting film layar lebar pertamaku yang baru saja selesai.

Aku tidak pernah banyak bertanya, hanya berusaha menikmati semua detik bersamanya. Aku memasuki hubungan kami dengan keraguan, sampai kapankah kami akan bertahan.

Dan Yoongi mengetahui itu. Setiap detik pula ia berusaha meyakinkanku kalau ia berkomitmen pada hubungan kami.

"Oppa, perayaan 200 hari kita bagaimana ya?"

"Ngapain perayaan lagi? Ini kita sudah merayakan di...mmm..." Ia menghitung sebentar. "...sekitar 180 hari."

Aku cemberut. "Pokoknya harus ada perayaan 200 hari. Oppa tidak boleh lupa kalau ..."

"Iya, iya. Aku lupa perayaan 100 hari kita dan sudah janji tidak akan lupa yang 200 hari." Ia menciumku. Tertawa menggoda. "Kau memang ingin perayaan bagaimana?"

"Entahlah. Aku bukan orang yang pintar membuat perayaan aneh-aneh sepertimu. Mungkin kita berdua saja. Hm, mari cari hotel di kaki gunung, aku ingin hiking."

"Kau bilang perayaan dengan helikopter Tour, makan malam di menara Eiffel, menginap di pulau tempat syuting Twilight, itu aneh-aneh?" Ia membelalak.

"Kalau kau kira hal seperti itu normal, kau ini kebanyakan membaca novel roman picisan, oppa." Aku mencibir.

Yoongi tertawa kencang. "Ke bawah yuk, mulai panas sekali disini." Ia mengernyit.

Karena ia mengutarakannya, aku jadi merasakannya. Betul juga, kulitku mulai terasa perih terkena sinar matahari. Aku tidak boleh berjemur terlalu lama, para produser yang mengontrakku buat film dan iklan bisa protes keras kalau kulitku terbakar.

Saat aku bangkit untuk mengikutinya, Yoongi bersiul. "Kau menggiurkan sekali dengan bikini, Hana."

"Lebih menggiurkan daripada kalau tidak kupakai sama sekali?"

"Hmmm, Aku harus membandingkan langsung untuk bisa memberimu jawabannya."

"Mau dibandingkan sekarang?" Aku menggigit bibirku. Mendorongnya ke pegangan di tangga yacht yang sempit.

Tubuh kami berhimpitan, terasa hangat saat aku membenamkan bibirku di bibirnya. Mengulumnya, menggigitnya, memainkan lidahku bermain-main di dalam mulutnya.

"Emmmhhh..." Yoongi mengerang. Susah payah ia menghentikan dirinya. "Jangan sekarang. Aku ingin membuatkanmu minuman dulu."

Aku duduk di atas meja minibar. Memandangi interior yang nyaris tidak ada bedanya dengan apartemen mungil yang sangat mewah.

Dapur, mini bar, sofa kulit berjajar, televisi, kulkas dan kamar tidur mewah yang sangat nyaman. Lantainya dilapis kayu berwarna kemerahan dihiasi karpet bulu mewah.

Yoongi meracik cocktail disebelahku. Sambil menunggunya, aku mencek jadwalku.

"Oppa, sepertinya perayaan 200 hari, aku belum tentu sedang di Korea."

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang