ILYCC - 2a

93 12 9
                                    

Hai!
Vote dulu dong!
Komennya boleh dong!
~•~

"Ha ha ha ha! Jadi lo gagal?"

Aku berdecak, terang-terangan menampilkan raut kecewa. Kenapa Sarah malah tertawa keras seperti orang kesetanan setelah tahu aku gagal mengetes Si Cupu itu.

"Enggak usah ngeledek lo! Gue juga enggak tahu kenapa si Endang itu ada di labor, malah beneran manggil Andi pula. Itu kebetulan atau emang Tuhan enggak ngelurusin niat baik gue?"

Bantal bulu mendadak menghantam wajahku. Kudapati Sarah menatap tajam seraya beranjak dari kasur.

"Niat baik pala lo!"

"Mau ke mana?"

Dia yang hendak berjalan menuju pintu berhenti, ia menoleh. "Lo ... enggak ngira mau nyuruh gue buat nginep sini, kan?" Seringai di wajahnya muncul.

"Yaudah sana balek lo! Nyusu sama mama muda lo, ya." Aku tertawa memandang wajah garangnya. Seru sekali membuat orang lain kesal. Aku sebenarnya tidak keberatan bila Sarah menginap, justru aku senang, hanya saja aku tidak ingin ribut dengan ayah hanya karena hal kecil ini.

Perlu kalian tahu, aku dan ayah tidak pernah akur. Selayaknya aku perlakukan dia sebagai sahabat dan sebaliknya, ayah pun begitu walau tahu aku adalah darah dagingnya. Kami selalu berdebat hanya karena hal-hal kecil dan ini terjadi ketika kematian ibuku saat usiaku delapan tahun.

"Nyusu pala lo! Stres lo gegara penasaran, yak. Heran gue, anak konglomerat kerjaannya nguntit anak orang, situ kurang kerjaan atau apa? Btw, lo kenal Samudra?" Anak Dodi kembali menghampiriku dan berdiri menatapku dengan lekat.

Samudra?

Sa ... mudra ....

Sepertinya aku pernah dengar, tapi siapa?

"Anak sekolah kita?" tanyaku yang dianggukinya. Siapa di sekolah yang namanya Samudra? Saat hening melanda karena aku sibuk berpikir, mendadak gelas plastik bekas ia minum jus terlempar dan mengenai wajahku lagi.

Hei! Aku melempar kembali gelas itu dan sayangnya meleset, sialan!

"Bisa enggak, sih? Lo itu hobi banget ngelempar muka gue? Jangan muka!" Mataku melotot.

"Yeh si anak Darman." Ia mengambil duduk di depanku, meraih bantal bulu-bulu di sampingku dan memangkunya. "Samudra lo enggak kenal? Serius, Ndin! Samudra Abdi Senjaya?"

Aku menggeleng seperti bocah dungu. Lagi, ia melempar bantal bulu-bulu itu dan aku mengumpat karena mengenai wajahku. Kampret! Untung saja aku belum memakai skincare.

"Goblok! Dia ketua OSIS bego! Lo bego dipelihara, ya, gini! Duit aja maksimal, otak minim!" Ia bangkit. Pulang deh sana pulang lo setan! "Berarti lo enggak tahu kalo dia naksir lo udah lama?"

"Ha? Udah lama?" Kenapa aku tidak menyadarinya? Sungguh, bahkan setahun lamanya aku sekolah di SMA Bangsa, aku baru kenal nama ketua OSIS itu. Pantas saja aku seperti pernah mendengarnya.

Kuperhatikan dada tepos Sarah naik-turun, apa dia marah? Untuk apa dia marah?

"Bego-bego-bego! Dasar lo enggak peka! Tolol! Selain bego, tolol, goblok, apalagi yang lo pelihara Andin? Tiap hari, Ndin, tiap hari! Argh! Bisa gila gue berteman sama lo, pengen gue gigit sangking gemesnya sama lo. Lo enggak nyadar dia selalu caper sama lo? Bahkan pernah bela-belain buat mampir ngejenguk lo padahal dia ada rapat OSIS? Lo gila atau macam mana, sih? Nama dia bahkan lo enggak inget? Astaga anak Darman!"

Setelah berkata panjang lebar dengan napas yang seperti menggebu-gebu, Sarah menjambak rambutnya sendiri. Aku hanya bisa menyengir atas bacotannya. Ya, mau bagaimana? Aku hanya ingat sekilas waktu itu dan aku tidak terlalu peduli pada cowok-cowok yang mendekatiku.

Yah, tidak hanya si ketua OSIS berisik, ada beberapa dan masih banyak cowok di sekolahku yang pernah terang-terangan mendekatiku. Ada yang pernah terang-terangan bahkan menyatakan perasaannya padaku, tapi aku punya ribuan alasan untuk menolaknya.

Aku jahat? Tidak, justru aku baik karena tidak membuat anak orang menjadi babu. Aku tahu, banyak yang bucin padaku dan berakhir aku menolak mereka.

Aku punya prinsip untuk tidak berpacaran atau pun berurusan dengan yang namanya cinta sebelum aku merintis karir sendiri.

"Gue pulang, Ndin!"

"Mati pun situ, Sar." Aku tergelak memandang wajah masamnya. Lihat? Siapa awalnya yang menertawakanku dan sekarang aku yang sering menertawakannya.

"Ndin, jujur gue capek sama lo, tapi enggak tahu kenapa gue masih bertahan temenan sama lo. Lo itu--dahlah! Mati aja lo Ndin, gue pengen tahu setan mana yang bakal nyambut lo di neraka."

Aku melempar bantal bulu-bulu saat ia berbalik badan dan hendak membuka pintu. Sialan meleset lagi.

"Jahannam! Gue ikut sertakan lo di depan saksi kalo sempet gue diadili di akhirat, Sar!"

"Lo sesat sendiri, gue enggak ngajak-ngajak!"

"Minggat aja sebelum gue lempar lo!"

Kini aku mendengar suara kekehannya sebelum pintu tertutup bersamaan dengan hilangnya badan Sarah.

Aku menggeram, mengambrukkan punggung ke sandaran ranjang. Bisa-bisanya aku sebego itu!

Abaikan si ketua OSIS, siapa namanya? Kamudra? Samandra? Siapa pun dia, abaikan!

Aku hanya penasaran dengan cowok yang bernama Andi Wajayanto. Apa perlu aku jadi stalker?

***

I Love You, Cowok Cupu ( On Going ) Where stories live. Discover now