ILYCC - 9a

26 3 0
                                    

Hai
Coba tekan bintangnya
Oke makasih^^

~•~

Tap! Tap! Tap!

Sudut bibirku tertarik setelah memantapkan langkah sampai di depan gerbang kemenangan. Yah, tentu saja! Aku dapat alamatnya! Yas! Ahay!

Kukepalkan tangan kanan dan meninju udara kosong sebagai bentuk apresiasi kemenanganku sampai di sini. Berkacak pinggang, kubawa pandangan ke gerbang hijau lumut itu.

Hmm, bagaimana caraku masuk tanpa ketahuan? Oke, ini gila. Aku tahu, aku sangat tahu karena memang aku sudah gila karena dia. Bohong bila aku tidak menyukai Andi, jelas sekali apa yang aku lakukan sekarang lebih ke-merecoki hidupnya.

Entahlah, tapi aku lebih suka merecoki dan membuatnya darah tinggi dibanding membuatnya jatuh hati. Lagipula si sok alim ini perlu diberi pelajaran karena sudah mempermalukanku di sekolah.

Pagi ini. Tepat pukul sembilan, aku kabur dari rumah. Ah, tidak bisa dikatakan kabur karena di rumahku tidak ada siapa-siapa. Aku memilih pergi ke rumah Andi berkat bantuan alamat ini. Kata Sarah semalam, laki-laki itu sakit demam dan orang tuanya tidak ada di rumah.

Ho ho, kesempatan yang tidak bisa dilewatkan. Hatiku berbunga-bunga, tidak sabar melaksanakan aksiku merecokinya.

Kurasakan ada yang menarik rok selutut yang kukenakan. Aku menunduk, kudapati seorang bocah laki-laki ingusan menatapku penasaran. Aku mengernyit, menoleh kanan dan kiri mencari orang tuanya, tapi yang kudapati hanya sunyi.

"Kakak orang mana?" Suara cempreng itu berhasil memompa jantungku. Astogeh! Aku mendelik.

"Biasa aja kali nadanya."

Bocah itu menyeruput ingusnya. Iyuh! Jorok banget, aku mual. "Kakak bukan orang sini, ya? Kakak ngapain di depan rumah Kak Andi? Kakak maling, ya?"

Aku melotot horor. Yakali, cantik-cantik gini dikatai maling. Mau maling apa di rumah si Andi, rumahku sudah punya semuanya. "Heh! Sembarangan! Mana ada!"

"Mana ada maling ngaku! Maling! Maling! Maling!" Aku panik saat bocah itu berteriak-teriak seraya melompat-lompat. Sialan!

Aku hendak membungkam bibirnya, tapi jijik sendiri melihat ingusnya di mana-mana. Huaa! Aku meletakkan telunjuk di depan bibir, menyuruh diam, tapi percuma. Bocah itu malah berlari sambil berteriak maling.

Aduh buset! Emangnya aku kelihatan seperti ingin maling? Bagaimana kalau warga juga menyangka hal sama? Aku harus segera masuk!

Terburu-buru, aku memanjat gerbang dengan susah payah. Setelah melompat dan mendarat di halaman depan aku langsung merebahkan diri dengan napas lega.

Huft ... akhirnya bisa masuk juga. Langit biru dengan awan bercampur padu memberikan kesejukan mata. Tiba-tiba awan gelap memenuhi indera penglihatanku lalu rintik-rintik mulai menjatuhiku. Alamak! Hujan pula.

Aku segera bangkit lalu berlari, masuk ke teras dan terkejut mendapati ada seorang bapak-bapak berseragam duduk ngopi di kursi rotan membuatku terpeleset dan jatuh terduduk di hadapannya. OMG! Sakit sekalee!

Hujan deras semakin mengusik telinga, tatapan menusuk bapak-bapak itu tambah membuatku tidak nyaman. Ah, lupa, aku kan penyusup.

I Love You, Cowok Cupu ( On Going ) Where stories live. Discover now