19. Fitnah Panas

2.5K 182 11
                                    

Vote terlebih dahulu 🙏

📚 HAPPY READING 📚


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحَْمَنِ الرَّحِيْمِ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحَْمَنِ الرَّحِيْمِ

•••

"Barangsiapa menyalakan api fitnah, maka dia sendiri yang akan menjadi bahan bakarnya."

🍁

Sarapan pagi ini di rumah Albizar dan Safwa berubah bak pasar. Riuh suara canda dan tawa beradu di meja makan. Dua keluarga sedang bertemu di sana. Mereka semua berkumpul untuk acara tasyakuran atas kehamilan Safwa. Walaupun acara masih akan digelar di waktu sore, mereka sudah berkumpul di pagi hari.

"Saf, kamu mau nambah lagi?" Albizar sudah beberapa kali menanyakan hal itu pada istrinya.

Safwa lagi-lagi menggeleng. Tersenyum canggung dengan seluruh keluarga yang menatap keduanya.

"Kamu pikir perut Safwa itu karet opo? Dari tadi, kok, disuruh nambah mulu," sindir Umi Khadijah tak habis pikir dengan putranya, sedangkan yang lainnya hanya terkekeh.

"Kan, biar bayi dalam kandungannya sehat, Mi," balas Albizar tak mau kalah.

"Bisa-bisa bukannya sehat malah obesitas itu bayi," celetuk Annisa membuat semua tertawa.

"Husss ... ndak baik bicara gitu," peringat Kyai Abdurrahman pada putrinya. Karena merasa tidak enak dengan kedua orang tua Safwa yang juga ada di antara mereka.

"Maaf, Abi."

"Jadi bental lagi Kak Cawa punya dedek bayi, ya?" tanya Asyla dengan polosnya.

"Iya, Sayang. Kak Safwa mau punya dedek bayi," jawab Bunda Diana.

"Wahh, telus dedek bayinya sekalang di mana?" tanyanya dengan antusias.

"Dedeknya masih di perutnya Kak Safwa," balas Annisa mengelus rambut panjang Asyla.

Semua orang dapat melihat ekspresi Asyla yang tiba-tiba terkejut. Namun, siapa sangka jika setelahnya bocah kecil itu menangis dengan kencang.

Semuanya nampak terkejut. Terlebih Annisa yang sangat kebingungan, karena dirinya lah yang terakhir berinteraksi dengan gadis itu.

"Aduhh, kok, nangis, sih." Annisa kelimpungan melihat Asyla yang terus menangis. Kalau bayinya yang menangis Annisa bisa dengan sigap menggendong atau menyusui. Nah, kalau anak orang yang menangis bagaimana?

"Loh, Asyla kenapa nangis?" tanya Umi Khadijah pelan, berharap bocah kecil itu dapat berhenti menangis.

"Cila kacian cama dedek bayinya," balas Asyla dengan gaya cadelnya.

KALAM RINDU "Untuk Safwa" [TAMAT]Where stories live. Discover now