Three

3.7K 557 30
                                    

Mirza menghempaskan tangan Ara yang menahannya, ia menatap Ara tajam dan memilih untuk meninggalkan kantin. Suasana di kantin mendadak tegang sejak perkelahian antara Mirza dan Ara. Dan mungkin saat ini tambah banyak yang mengagumi Ara karena wajahnya yang sangat cantik dan auranya yang cool benar-benar menjadi daya tarik.

Brielle menghela nafasnya lega. Setidaknya saudaranya itu tidak membuat anak orang masuk rumah sakit atau bahkan lebih parah. Ara bisa menahan emosinya, namun terkadang jika ia bertemu dengan seseorang yang menantangnya, Ara tidak tinggal diam.

Ara masih menatap kepergian Mirza. Dey, Ashel, dan Zee sempat membuka mulutnya karena tidak percaya jika Ara berani melawan Mirza yang terkenal angkuh di Cite.

Chika meringis melihat luka di sudut bibir Ara "Luka lo--"

Ara menatap Chika sekilas lalu berjalan meninggalkan kantin juga. Brielle menahan Chika yang hendak berdiri mengejar Ara. Chika menatap Brielle.

Brielle menggelengkan kepalanya "Gak usah dikejar, dia bisa urus dirinya sendiri Chik"

"Dia luka gara-gara gue" ucap Chika.

"Luka gitu doang sama sekali gak ngaruh di Ara"  batin Brielle.

"Santai, dia sepupu gue. Nanti biar gue aja yang urus" jawab Brielle.

Chika mengernyitkan dahinya "Lo punya sepupu?"

Brielle mengangguk, ia menarik Chika agar duduk lagi.

"Sekarang lo cerita sama kita kenapa bisa berantem sama Mirza"

Chika menghela nafasnya, ia lalu mengangguk dan menceritakan semua kejadian tadi pagi kepada teman-temannya.





***




Ara merasa beruntung karena orang-orang terdekatnya mengerti dirinya dengan baik. Seperti daddynya yang saat ini sudah memberikan Ara rumah dengan tampilan gelap namun elegant. Namun jangan salah, orang yang mengerti Ara dengan baik sudah dipastikan akan aman dengannya. Salah satunya Brielle, jika ada yang menyakiti gadis itu, Ara tidak segan-segan memberikan pelajaran.

Ia berjalan menuju salah satu kamar di rumah baru ini. Memang, penjagaan tidak terlalu ketat karena takut jika Ara dicurigai. Namun dua satpam yang berjaga di rumah ini tidak bisa diragukan lagi.

Ara berjalan ke balkon, suasana malam yang gelap sungguh membuat pikirannya tenang. Ia bisa melihat bulan dan bintang yang seakan berbicara kepadanya dan menjadi pendengar yang baik bagi Ara.

Ara menyesap vapenya dengan tenang beberapa kali. Ponselnya berdering, menandakan ada pesan masuk. Ara mengecek pesan yang ia terima.

Daddy
Gedung 1. Josh is waiting you.

Sudut bibir kanan Ara terangkat, ia memasukan ponselnya ke saku lalu berjalan masuk ke kamarnya.

Ara mengganti bajunya dengan hoodie hitam dan celana jeans hitamnya. Ara mengikat rambutnya, ia memakai masker, dan topi. Semuanya serba hitam. Ia menutupi kepalanya dengan penutup kepala hoodie. Ara lalu berjalan menuju garasi dan masuk ke salah satu mobilnya. Tentu mobil yang Ara gunakan saat ini bukanlah mobil yang akan ia gunakan sehari-hari sebagai orang pada umumnya. Identitasnya pasti diambang batas.

Ara menjalankan mobilnya dan hanya beberapa saat ia sampai di tempat tujuan.

Ara keluar dari mobil, disana sudah ada beberapa orang yang menggunakan setelan hitam menunduk hormat melihat Ara yang berjalan masuk ke bangunan itu.

Ara tersenyum miring dibalik maskernya melihat salah satu anak buah yang paling Sean percaya ternyata berkhianat.

"Hi Josh" ucap Ara berjalan sedikit memutari Josh yang saat ini sudah diikat dan dibekap.

NYCTOPHILE [ON HOLD]Where stories live. Discover now