⛅ Nabastala Punya Cerita

2.4K 287 132
                                    

Langit selalu gemar memperhatikan ciptaan-Nya. Makhluk hidup bernama manusia. Menarik tentang bagaimana dari sekian ribu jumlahnya, pasti masing-masing punya karakteristik berbeda.

We born beautiful in our own way. But, may be different in other people eyes.

Bukan bermaksud tak mensyukuri. Tapi Langit melihat sendiri bagaimana alur dunia bekerja. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat good looking, toh betul adanya. Sebut saja Ellie dan Nickolas.

Kelas A prodi DKV semester satu punya sistem kasta tak kasat mata yang populer di kalangan para mahasiswa. Ada tiga tingkatan. Golongan rupawan macam Ellie dan Nickolas jelas menempati level tertinggi. Sudah cakep, pinter, kalem, tajir lagi.

Tingkat kedua diduduki oleh golongan aktivis yang tentunya tetap good looking. Hidup mahasiswa! adalah jargon mereka. Melabeli diri sebagai mahasiswa kura-kura (kuliah-rapat kuliah-rapat) semi kunang-kunang (kuliah-nangkring kuliang-nangkring). Apa itu kosan? Tidak ada waktu untuk pulang, gan. Twenty four hour on duty.

Tingkat ketiga sekaligus terakhir, ya mahasiswa biasa. Tak ada ragu jika Langit menjadi bagian dari kasta ini.

Bukan karena Langit tak cukup proaktif di organisasi, maupun punya tampang yang oke. Hey, yang benar saja? Langit join di komunitas youtube fakultasnya loh. Selain itu dia juga selebgram dari sejak SMA.

Namun, begitu ia resmi terdaftar sebagai maba dan masuk kelas ini, gadis itu jadi menyadari. Selalu ada langit di atas langit. Alias, sang gadis merasa tak ada apa-apanya di banding mereka. Alasan mengapa dia berpikir untuk selayaknya menempatkan diri di posisi terbawah dari kasta itu.

"Lo tau gak apa yang bikin Ellie sama Nicko bisa cakep banget?" Wulan menyenggol lengan Langit. Berbisik di belakang dosen, selagi lamunan si teman bubar berkat distraksinya.

"Skinker kali," balas gadis itu masa bodoh.

Wulan menggeleng syahdu, "Jawabannya blasteran. Darah half itu langka, Git. Kayak harimau sumatera."

Jangan heran mengapa Wulan memanggil Langit sebagai 'Git'. Bukan karena pengucapannya Langgit, melainkan yang benar adalah Lan-Git.

"Berarti mereka harusnya dipenangkaran dong biar enggak punah."

"You don't say, Sist?!" seru Wulan tertahan. Sebal lantaran respon asal Langit. Alih-alih si teman sebangku yang peduli, justru sang dosen lah.

Beliau instan membalikkan badan dari kegiatan menunjuk slide demi mengajukan pertanyaan pada anak didiknya itu.

"Ya, Wulan? Ada yang mau kamu tanyakan?"

"O-oh... nggak ada, Pak. Maaf."

"Kalau nggak ada, saya yang bertanya. Apa yang kamu ketahui tentang Tipografi?"

Wulan mengulum bibir. Sebelah tangannya di bawah meja menarik kemeja Langit hendak meminta bala bantuan. Untung sinyal SOS nya bersambut. Langit bergegas mendorong buku catatannya agar si teman bisa menjawab.

"Uhm... tipografi adalah suatu teknik dalam memilih dan menata huruf dengan indah dalam suatu ruang yang tersedia, Pak."

"Oke," Baru saja Wulan bernapas lega karena reaksi sang Dosen, tiba-tiba beliau melanjutkan, "makasih ya, Langit, buat contekannya."

Ketahuan. Baik Wulan maupun Langit serta merta menunduk sungkan.

"Next time kalau saya kasih quiz dadakan, semua buku harus ditutup ya. Saya nggak mau cuma dibaca gitu. Minimal paham di luar kepala lah," peringat Bapak Dosen sebelum menutup kelas, "Ya sudah sekian kelas untuk hari ini. Sampai ketemu di pertemuan selanjutnya."

[✔️] Cloud & SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang