⛅ Yang terjadi di Dufan

686 191 109
                                    

Setelah tiga jam bersenang-senang sembari menaiki berbagai wahana permainan bersama, Awan mulai membenarkan teori Langit. Bahwa chemistry antara ia dan Adisha bisa terjalin dengan cara ini.

Adisha terlihat bahagia, beberapa kali ia juga memukul-mukul manja bahu Awan sembari cekikikan. Terkadang membuat Awan bertanya-tanya, mengapa cewek gemar menabok cowok ketika mereka sedang tertawa atau malu? Apa mungkin karena Adisha memang love language-nya physical attack, ya?

"Seru ya, Wan. Ampe gak sadar udah jam satu aja. Pantesan gue laper."

Awan mengangguk. Sejujurnya doi bahkan sudah lapar dari sejam yang lalu. Ya, kencan sih kencan, tapi jam makan adalah kewajiban. Sayangnya Adisha terlalu asik tadi jadi Awan sungkan mau mengajaknya makan. Barulah sekarang mereka sepakat untuk mengisi perut di sebuah kafe terdekat.

"Silakan pesanannya," ujar salah seorang pelayan.

"Mau yang ini ya, Mas," Adisha menunjuk menu, "Terus minumnya, americano."

"Saya juga burger deh, Mas. Kalau minumnya.. hm..." Awan masih memindai buku menu saat tiba-tiba Adisha memotong kalimatnya, "Minumnya disamain aja, jadi americano dua ya, Mas."

"Hah? kok samain? Gue gak mau kopi."

"Kita tuh harus ngurangin konsumsi minuman manis tau biar sehat," Gadis itu mengalihkan pandangan ke pelayan, "Udah Mas, itu aja pesanannya."

Si pelayan pun mengangguk. Lalu pamit.

"Tapi kebanyakan kafein juga gak sehat," protes Awan. Masih mau debat. Urusan selera, kadang Awan sukar untuk mengalah.

"Kan enggak banyak? Sekali-kali doang."

"Americano tuh pait, Dish. Gue gak suka kopi, beneran dah."

Adisha langsung tersenyum, "Makanya minumnya ntar sambil liatin gue dong biar ada manis-manisnya haha," gadis itu menyenggol pelan bahu Awan, "Lagian lo cowok masa gak suka kopi sih? Bayi banget?"

Oh wow Awan baru tahu kalau kadar kesukaan pada kopi bisa digunakan untuk merepresentasikan tingkat kedewasaan seseorang. Atas dasar dan asas apa pula?

Sesungguhnya Awan masih tidak terima tapi kelihatannya Adisha juga bukan tipe yang mau mengalah. Ya sudah lah, untuk kali ini Awan pasrah saja. Sampai pesanan mereka pun tiba di meja.

Sekali mengesap kopi, raut wajah Awan langsung keruh. Pahit sekali, seperti ekspresi pemain Jerman saat Jepang berhasil mengalahkannya di piala dunia tempo lalu.

Beruntung Adisha tengah fokus dengan ponsel, jadi cepat-cepat Awan mendorong cangkir kopi miliknya agak jauhan, 'seret-seret dah dari pada gua kepaitan' pikir doi final.

"Btw, lagi sibuk apa, Dish? Kayaknya BEM ada acara mulu ya?"

"Gue?" Adisha menurunkan ponselnya usai mengirimkan pesan, "Iya nih event budaya kan bulan depan udah mulai. Katanya tema tahun ini fashion soalnya taun lalu itu musik."

Awan mangut-mangut, "Bakal ada fashion show gitu dong?"

"Yes!" Adisha membenarkan dengan semangat, "Nah itu yang lagi kita bahas di grup nih dari kemarin. Ntar bakal ada perwakilan tiap jurusan dari semester satu sama tiga aja. Denger-denger konsepnya tuh pakaian adat jadi pasangan gitu, cowok sama cewek."

"Yang semester satu kayaknya udah ada calon ya?"

Lagi, seolah sama-sama paham. Adisha pun mengangguk menanggapi pertanyaan Awan, "Ellie sama Nicko lah. Siapa lagi?"

Kekehan Awan terdengar, "Bagus kok mereka aja, udah biasa modeling juga. Jadi gak perlu repot-repot nyari perwakilan angkatan lagi kan."

"Iya sih. Untungnya di situ." Adisha merentangkan tangannya ke udara. Gelagatnya seperti sedang melepas pegal sembari menarik napas dalam.

[✔️] Cloud & SkyWhere stories live. Discover now