⛅ In This Household

645 181 76
                                    

Bagi Mama, Awan tetaplah bayi kecil semata wayangnya. Meski mereka tinggal di satu rumah yang sama, Mama tidak juga cukup peka terhadap perubahan masa pubertas si anak. Sampai dia terkaget-kaget sendiri begitu menemukan fakta bahwa Awan kini memang sudah memasuki usia remaja.

Siang itu Mama masuk ke dalam kamar Awan ketika penghuninya sedang tidak berada di tempat. Beliau berniat meminjam staples. Namun bau parfum dari kemeja yang tergantung di samping lemari membuat atensi Mama terdistraksi. Parfum? Sejak kapan Awan memakai parfum apalagi dia itu punya alergi terhadap parfum.

Penasaran, Mama lantas mengendus kemeja Awan lebih dekat. Aromanya manis, seperti bau parfum wanita. Bermaksud hendak bertanya ke asisten rumah tangga, sang Bibi kebetulan baru saja masuk ke dalam kamar pula dengan membawa seonggok pakaian yang sudah disetrika.

"Eh, Bi, itu bajunya Awan?" tanya Mama. Pasalnya yang beliau tunjuk adalah pakaian adat amarasi yang tempo lalu dipakai Awan.

"Iya, Bu. Mas Awan kemarin ikut lomba pesyensow gitu loh Bu di kampusnya. Kata Mas Awan dia perwakilan jurusan, Bu. Hebat ya."

"Fashion show? Awan?"

Sang ART mengangguk. Mama jadi mengernyit heran. Lagi, sejak kapan anaknya yang dari TK lebih suka taekwondo, tiba-tiba mau mengikuti acara model yang mayoritas digandrungi kaum hawa seperti itu?

"Dia sendirian yang nampilnya?"

"Oh bukan Bu, sama Langit, temen ceweknya Mas Awan. Namanya unik ya. Kapan hari Langit sering main ke sini juga, Bu, buat latihan."

Mama kembali berpikir. Informasi dari Bibi seolah menjadi titik terang. Sekarang Mama tau, kemungkinan bau parfum di kemeja Awan ini adalah milik si Langit itu.

"Pacarnya?" gumam Mama, mencoba menarik konklusi dari pemikirannya sendiri.

Ternyata Bibi mendengar monolog Mama, cepat-cepat beliau menyahut, "Wah kalau itu Bibi gak tau Bu. Tapi menurut Bibi, Langit anaknya baik banget kok Bu. Ramah juga. Cocok sama Mas Awan yang pendiem."

"Hm, ngomong-ngomong Awan dimana, Bi?"

"Tadi keluar bentar katanya Bu, mau belajar nyetir mobil sama Mas Yoga, temennya Mas Jendra yang punya kafe itu."

"Awan belajar nyetir mobil???"

"Ho'o Bu, Mas Awan malah udah bawa kuncil mobil accord-nya Bapak yang udah lama itu juga."

Kepala Mama rasanya berdenyut. Beliau langsung memijatnya pelan. Terlalu banyak hal baru dari Awan yang membuatnya kaget. Soal mobil, sejatinya mobil tersebut memang dibelikan Papa untuk Awan tapi Awan menolak belajar mengemudikannya karena trauma masa kecil.

Papa pernah gak sengaja nyerempet batang pohon waktu Awan duduk di jok sebelahnya. Dan setelah itu Awan sama sekali gak punya keinginan untuk mahir mengendarai mobil.

Lalu, mengapa sekarang Awan mau belajar mengemudi??? Sebenarnya sudah sejauh mana Mama tertinggal tentang pertumbuhan si anak? Satu hal yang pasti, Mama harus ngomongin perkara ini sama Papa.


اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.
[✔️] Cloud & Skyحيث تعيش القصص. اكتشف الآن