⛅ Yang Terjadi di Venue

730 177 97
                                    

Sesungguhnya Langit sudah mau menolak karena Awan bilangnya nonton konser. Dari dulu, Langit bukan tipe yang nyaman pergi ke tempat ramai seperti itu, dia lebih suka ke tempat yang tidak banyak orang. Agak aneh lantaran khalayak tahunya Langit adalah si ekstrovert. Padahal aslinya dia ambivert. Enam puluh persen E, empat puluh persen I.

Tapi, demi pedekate ke gebetan. Mau tak mau Langit akhirnya setuju untuk pergi, dengan syarat...

"Lo juga harus ikut."

"Buset males banget, jadi nyamuk dong gua," elak Awan.

"Ya gapapa, plis, Wan. Gue rada parno dateng ke konser gitu. Ntar Juni ilfil lagi kalau tau soal itu. Terus juga lo bilang mau bantuin gue pdkt kan, jangan separo-separo dong."

Maka atas dasar itu lah, ujungnya rencana Awan berubah jalur. Menjadi pergi bertiga. Dan seperti kata Junire, besoknya mereka langsung bertemu di venue saja.

Namun, sore itu ketika Langit baru mau cabut dengan motornya, tiba-tiba Awan datang.

"Perginya sama gue. Ntar pulang gue bikin skenario gimana deh biar lo bisa barengan sama Juni," jelas Awan. Langit cuma iya iya aja. Aslinya dia lebih cemas memikirkan bagaimana situasi di venue nanti. Langit takut anxiety-nya akan kambuh.

Sampai di lokasi, Junire langsung menyambut mereka. Lelaki itu memakai flannel dongker dan in-shirt putih. Lengannya digulung tiga per empat. Jeans hitamnya sepadan dengan sneakers all star putih itu. Langit, suka.

Ralat, Langit selalu suka outfit casual Junire.

"Udah gue duga lo bakal ngajak siapa," sahut Junire. Lalu dia menatap Langit, "Hai, Sky."

"H-hai..."

Kenapa ya setiap bertemu crush, Langit mendadak jadi bego. Mau bales ngomong aja degdegannya setengah mampus...

"Kita ke depan yuk biar lebih jelas nontonnya," ajak Junire. Dia memegang tangan Langit, membuat gadis itu refleks menarik tangannya sendiri.

"Eh sorry, gak sengaja kepegang."

Langit hanya mengangguk. Dalam hati merutuki diri. Karena terlalu kaget dia malah menarik tangan. Sial, padahal itu kesempatan emas. Kapan lagi gandengan sama gebetan?!

Dan juga semua orang tahu, Junire itu tipe yang gemar physical touch. Jadi sudah kebiasaannya untuk melakukan itu. Sebagai ganti, Junire kini menyampirkan lengannya ke pundak Awan.

"Hm, ya udah, ayo ke depan. Udah ada yang ngegig tuh," ulang Junire. 

Belum sempat Langit merespon, Junire dan Awan sudah membalikkan badan lalu berjalan lebih dulu. Menerobos lautan manusia ditengah gaungan musik dari panggung depan. Lantaran ada sebuah band yang sedang tampil, euforia dalam gedung itu jadi ikut meningkat.

Langit juga mencoba mengikuti langkah kedua cowok itu, namun sialnya dia justru terbawa arus. Beberapa menit terombang-ambing ditengah, Langit merasa dia harus mundur. Sayangnya, Langit sama sekali tidak bisa bergerak sekarang. Orang-orang di sekitarnya mendesak dia entah ke arah mana. Rasanya sesak.

Beruntung detik berikutnya seseorang berhasil menarik tangan Langit. Dia meleburkan kerumunan dengan memeluk gadis itu lalu menggunakan badannya untuk melindungi tubuh Langit.

"Liat ke bawah aja, jalan terus," intruksi Awan.

Setelah bersusah-payah berjalan, akhirnya mereka keluar dari kepungan para manusia itu. Langit menumpu tangannya di atas lutut. Nafasnya naik-turun.

"Gila, sesek banget."

Membuat Awan mengusap punggung Langit perlahan, lalu bertanya untuk memastikan, "Lo nggak apa-apa?"

[✔️] Cloud & SkyOnde histórias criam vida. Descubra agora