A Woman Called Hermione Malfoy

369 44 28
                                    

  Hermione menyelipkan sejumput rambut di belakang telinga. Bibir yang dipoles dengan lipstik merah velvet mengulas senyum kecil, terarah pada Harry yang tampak bahagia dengan pertemuan mereka. Pertemuan Trio Emas sudah termasuk jarang setelah Hermione menikah. Ron bahkan tak bisa pulang ke Inggris karenanya. Mereka mengkhawatirkan banyak hal yang bisa membuat posisi Hermione semakin buruk di manor Malfoy. Harry menahan geram saat memikirkannya.

"Apa yang sedang kau pikirkan hingga membuatmu berwajah seram seperti itu, Harry?" Begitu ringan kata-kata yang keluar dari mulut Hermione Malfoy. Menampakkan muka sumringah seolah-olah hidupnya amat bahagia tanpa beban—tanpa belati tajam bernama Draco Malfoy yang menjulang tinggi membayangi hari-harinya.

Harry mau tak mau menghela nafas, tersenyum tak berdaya dan bangga atas ketegaran sahabatnya.

"Hanya sedikit masalah di kementrian," bohongnya. Hermione mengeluarkan suara "hmm" yang entah apa artinya. Sepasang permata hazel berkerling di bawah sinar matahari. Harry merasa lega melihat gadis itu tampak rileks.

"Kuharap kau sedang tidak sibuk."

"Tentu tidak, aku menyelesaikan semua urusanku hari ini lebih cepat supaya bisa berlama-lama denganmu."

"Oh, kau merindukanku, Harry?"

Harry menatapnya sayang. "Kau sahabatku yang berharga. Aku merindukan masa-masa dimana kau, Ron, dan aku bisa berkumpul bersama. Membagi senang dan duka. Semuanya terasa menyenangkan saat kita bersama."

Hermione diam sejenak. Manik hazel menatap mata hijau Harry lalu perlahan ia menjatuhkan pandangannya ke bawah. Di bibirnya ada senyum kecil namun entah kenapa di matanya nampak kesedihan. Mungkin dia mengerti apa yang Harry rasakan. Mungkin juga dia memikirkan hal yang sama sekali berbeda.

"Kita sudah bukan anak kecil lagi," ujar Hermione, mengatur set teh dan piring cemilannya. Menata sendok emas di piring kecilnya, perbuatan yang tanpa arti. Lalu menyatukan kedua tangannya di atas meja. "Segala hal tampak lebih mudah dan sederhana dulu. Berbeda dengan sekarang. Kita bertiga, masing-masing kini memiliki tanggung jawab. Ada sesuatu yang tak bisa lagi kita ketahui bersama. Sekarang aku menyimpan banyak rahasia yang enggan aku bagi bersama kau dan Ron, Harry. Aku tidak tahu apakah ini arti dari tumbuh dewasa. Rasanya buruk dan terkadang aku ingin lari darinya."

"Hermione..."
"Tapi, kalau begitu.... kalau masih berlari mengadu pada kedua orangtuaku, atau melampiaskan rasa frustrasiku pada kalian berdua, kurasa itu menunjukkan bahwa aku masih tak berkembang dari diriku yang dulu. Aku, sebagai seorang wanita dewasa yang sehat, bukankah sudah seharusnya berdiri dan menghadapi permasalahanku sendiri?"

Mulut Harry sontak terbuka, namun di detik terakhr ia berhasil menahan diri untuk tidak menimbulkan suara. Kalau tak ditahan, mungkin ia bisa membeberkan banyak hal yang seharusnya tak diketahui Hermione. Harry menarik nafas, kali ini ekspresinya tenang.

"Hermione, aku," Harry merapatkan bibirnya. Keningnya berkerut. "Aku mengerti apa yang kau bicarakan."

"Begitu, Harry?" Lalu untuk pertama kalinya semenjak Hermione memulai narasinya, wanita itu menaikkan kelopak matanya. Manik hazel lurus menatap mata hijau yang bingung. Memandang dengan sorot mata yang tulus. Memancarkan kebaikan. Sembari ia berkata, "Aku memaafkanmu."

Pria di seberang meja mengernyitkan alis. Kini menyadari pikirannya tak sejalan dengan arah pembicaraan waniita itu.

Kemudian Hermione mengulang ucapannya. "Harry, aku memaafkanmu," lalu menambahkan dengan nada muram, "tapi aku akan sangat sedih kalau kau masih menganggapku seperti anak kecil yang tak berdaya, yang tak bisa melakukan apapun untuk menolong dirinya sendiri. Seolah-olah kita berdua tidak pernah mengalami pengalaman yang sama dan memetik pelajaran yang sama dari semua pengalaman itu."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 03, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mencintai Istriku Sepenuh HatiWhere stories live. Discover now