Rencana Draco

648 96 10
                                    

Catatan mengenai empat peristiwa yang telah kutulis langsung kubuang ke perapian setelah membacanya dua kali dan mengingatnya. Aku tidak ingin mengambil resiko dengan meninggalkan jejak barang sedikitpun. Aku harus berhati-hati kali ini. Di kehidupan kedua ini aku tahu siapa yang harus diwaspadai dan siapa yang harus kupercaya.

Selain itu, aku juga harus bersiap-siap. Jika tidak ada yang berubah, berdasarkan apa yang terjadi di kehidupan pertamaku, maka 25 menit yang akan datang Hermione akan mengetuk pintu kerjaku untuk menanyakan perihal undangan pesta di mansion Parkinson. Sebuah pesta yang pertama kali akan dihadiri Hermione semenjak menjadi istriku.

Lama aku terpekur hingga tak menyadari waktu telah berlalu dan Hermione sudah tiba tepat di depan pintuku, mengetuknya dengan pelan. “Draco, ini aku. Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Boleh aku masuk?”

Aku yang sedang berdiri di dekat jendela buru-buru memutari meja dan duduk di belakangnya seraya menyabet pena bulu dan menuliskan entah apa di atas kertas. Aku berdehem, membersihkkan tenggorokan, lalu menjawabnya. “Masuk.”

Hermione masuk dan aku yang mencuri pandang mendadak terpaku pada pesonanya. Aku hanya melihatnya sebentar tadi malam, itupun dalam situasi yang tidak mengenakkan. Sekarang dia lebih tenang. Tapi itu hanya luarnya, aku tidak tahu isi hatinya.

Ketika dia mengangkat wajahnya, lantas kutundukkan kepalaku. Membuat sebuah ekspresi yang tampak tegas dan dingin. Suatu hal yang familiar di matanya.

Dengan nada serius, aku berkata, “Katakan apa keperluanmu, Hermione.”    

.

.

Mencintai Istriku Sepenuh Hati
itu Tidak Mungkin
©Rozen91
Harry Potter © J.K. Rowling

.

****

xxx

“Undangan dari Pansy, kau sudah membacanya, kan? Karena acaranya malam ini, aku ingin tahu kau akan pakai baju apa. Aku ingin menyiapkan bajumu agar kau tak perlu repot-repot. Selain itu, aku ingin menyamakan gaunku dengan warna setelan jasmu.”

Hermione selalu berbicara padaku dengan suaranya yang pelan. Ada kesan bersahabat di tiap nadanya hingga siapapun yang mendengarnya akan mengira bahwa kami adalah pasangan yang akur, dan aku akan dikira suami penyayang yang canggung menunjukkan afeksi di depan publik. Kami memang ‘akur’, tapi bukan dalam artian mesra atau romantis. Kompromi serta tidak adanya pertengkaran sudah bisa dibilang ‘akur’ dalam situasi pernikahan ini.

“Kau tidak perlu mengurusiku, Hermione,” kataku, tak bersimpati atas niat baiknya, “karena aku tidak akan pergi.”

Hening sejenak. Lalu Hermione tersenyum seraya mengangkat satu alisnya, “Apa kau berhalangan?”

Aku tak menjawabnya, memilih saat itu untuk melihat ke bawah dan menulis sesuatu yang tak penting di atas perkamen.

Senyap menyelimuti, namun Hermione dengan sabar menunggu.

“Well, apa yang harus kukatakan pada Pansy?” Ia mencoba lagi.

Kubiarkan beberapa detik berlalu baru kuletakkan kembali pena buluku kemudian mengangkat wajah. Aku menatapnya lurus. Sorot mataku adalah benteng yang tak mampu ditembus. Hermione sekalipun tidak akan mampu mengintip ke dalam isi hatiku. “Tidak ada.”

Mencintai Istriku Sepenuh HatiWhere stories live. Discover now