"Gus ... Agus! Ini tadi fd-nya ketinggalan." Ufa sedikit berlari mengejar Arkan yang sudah berjalan meninggalkan fotokopian Hidayah.
Mengetahui Arkan tidak menoleh, Ufa pun lebih mempercepat langkahnya kemudian menepuk pundak pria yang baru kemari...
Selamat membaca, jangan lupa vote and rate, ya. Jika berkenan boleh share juga
🕊🕊🕊
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Wana bein ideik mehtaga eih Saat di genggamanmu, apalagi yang aku butuhkan
Fi haga akbar min keda Ada yang lebih penting dari itu
Wana omri kunt ahlam fi youm Aku memimpikan bahwa suatu hari
Aish haya be-shakli da Aku menjalani hidup indah seperti ini
Koll elli fat min Armi fat Semua yang berlalu, biarlah berlalu
O mosh be’edna nraggao Kita tak bisa memutarnya kembali
Khallina aktar felle gai Mari kita menata masa depan
Mab’ash fe wa’t indayaao Karena kita tak memiliki banyak waktu
Wana mosh hadaya Amr tani Dan aku tak ingin lagi kehilangan banyak waktu
Law sawani hayenfaouu. Karena setiap detik berharga bagiku.
Ufaira bersenandung seraya memandangi bunga mawar di tangan, disentuhnya satu persatu kelopak bunga berwarna putih tersebut. Ia mengingat betapa banyak waktu yang terbuang akibat cinta yang sia-sia.
Cinta yang teramat mustahil untuk dijangkau karena tabir yang terlalu tinggi. Ia telah salah meletakkan cinta dan merasakannya, ia pernah mencintai pemuda dengan beda keyakinan.
Semua itu berlangsung lama, hingga akhirnya ayah Ufa lah yang memutus hubungan keduanya dengan menjodohkan Ufa dengan salah satu putra temannya.
Saat itu Ufaira sudah bersedia kuliah sambil menikah, akan tetapi takdir berkata lain. Pemuda pilihan ayahnya meninggal satu hari sebelum acara pernikahan berlangsung.
Ufaira kembali patah, dari sini ia bertekad untuk tidak lagi mengenal cinta terlebih dahulu, ia berniat fokus hingga gelar sarjana berhasil ia raih.
Mengingat genangan kenangan masa lalunya, tidak terasa merembas cairan bening di pelupuk matanya.
Tiba-tiba telfonnya berdering, tertanda ada sebuah panggilan masuk.
“Assalamu’alaikum, Ufi,” suara Nindi.
Ufaira tersenyum. “Wa’alaikumussalam. Ada apa?”
“Ufi! Cogannya ndak jadi dateng. Padahal Nindi penasaran banget.”
“Emang siapa sih, Nin?” tanya Ufaira penasaran.
“Calon ka-“ Nindi menutup mulutnya, hampir saja ia keceplosan.
“Calon ka apa?”
“Hehe, calon kades. Iya, calon kades Ufi. Sudah, Ufi kapan pulang? Cepat pulang ya, di berita TV sekarang rawan virus. Baik-baik di sana ya, Ufi.”