Dua Puluh Tiga

219K 19.5K 467
                                    

Hi guys!!! I'm comeback with Bara and Nara~ ada yg kangen nggak nih? Nggak ada? Udah biasa:)

Happy reading all!!

🔥

Nara terdiam di balkon kamar yang terletak di sebelah kamarnya dan Bara. Ia merenung, Nara hanya kecewa dengan kebohongan ini. Ia hanya tak habis pikir, kenapa harus dengan berbohong? Jika saja hubungan pernikahannya dengan Bara tidak baik, lalu ia mengetahui fakta ini, mau di bawa kemana hubungan mereka?

Nara memejamkan mata, ia bisa melihat sorot mata Bara yang begitu takut kehilangannya. Ia juga bisa melihat betapa dalamnya Bara mencintainya, tapi haruskah dengan cara berbohong untuk bisa mendapatkannya?

Nara menghela nafas, di usapnya air mata yang jatuh begitu saja. Nara butuh waktu untuk menerima kebenaran ini, jadi biarkan mereka malam ini tidak sekamar terlebih dahulu.

Jika di dalam kamar Nara sedang merenung dengan di temani dinginnya angin malam, maka di luar kamar yang Nara tempati, Bara tengah melamun dengan dinginnya lantai.

Cowok itu bersandar di dinding samping pintu dengan nelangsa, pikirannya bercabang, segala ketakutan akan Nara yang mungkin saja meninggalkannya mulai menggerogoti hatinya.

Bara benar-benar ketakutan, bagaimanapun caranya Nara tak boleh meninggalkannya. Bara tak bisa memikirkan ia akan berakhir seperti apa tanpa Nara. Nara sudah seperti dunianya, ingin tinggal dimana ia jika dunianya saja meninggalkannya.

Bara memejamkan mata, meresapi rasa takut dan sesak yang membuatnya sulit menghirup udara. Ia hanya berharap, esok pagi semuanya bisa kembali baik-baik saja.

..o0o..

Nara membuka matanya, di tatapnya langit-langit kamar yang berbeda dari kamarnya. Nara mengernyit, di raba-rabanya ruang kosong di sebelahnya, dahinya tambah mengernyit ketika tak menemukan Bara disana.

Nara menghela nafas, ia baru ingat jika malam tadi dirinya dan Bara sedang tidak baik-baik saja. Nara mencari jam, ia ingin tahu jam berapa sekarang. Setelah matanya mengelilingi segala penjuru kamar, tetap saja keberadaan jam tidak ia temukan.

Nara mengusap wajahnya, dengan malas-malasan ia bangun dari tempat tidur. Di raihnya cepitan rambut yang malam tadi ia letakkan di nakas, dengan asal ia menjepit rambutnya.

Kakinya mulai bergerak menuju pintu, saat pintu itu terbuka hingga menimbulkan sedikit suara. Bara yang semalaman memang menunggu hingga tertidur di dinding samping pintu terbangun.

Penglihatannya yang masih buram mampu menangkap Nara yang kini menatapnya tanpa berkedip.

"Nara," panggilnya serak dengan senyuman kecil di bibirnya.

Nara mengerjap, "Kakak ngapain disitu?" Tanyanya lirih.

Bara berusaha bangun dari dinginnya lantai, ia memandang Nara lembut dengan senyum kecilnya, "nungguin kamu."

Bibir Nara melengkung kebawah, di terjangnya Bara dengan pelukan erat hingga membuat Bara mundur beberapa langkah.

"Kenapa harus nungguin disitu?" Tanya Nara dengan suara serak karena mulai menangis. Ia merasa bersalah, andai semalam ia tak pergi dari kamar Bara tak akan tidur di lantai yang dingin sambil duduk.

Dengan erat Bara membalas pelukan Nara, dagunya ia letakkan di atas kepala Nara. Bara memejamkan mata meresapi hangatnya pelukan mereka, "takut kamu pergi," gumam Bara yang membuat Nara semakin terisak.

"Aku nggak akan pergi ..." Tangis Nara.

"Tapi kamu bilang marah sama saya."

Nara mengendurkan pelukan mereka, di tatapnya Bara dengan mata berair nya. "Iya, aku marah, marah karena Kakak nggak jujur."

Bara My Husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang