Chapter 62

3.1K 142 4
                                    

Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti.

Tari masih ingat betul ungkapan itu. Berasal dari film Joker garapan sutradara Todd Phillips. Sisi kelam masa lalu Joker, dibungkus dengan akting memukau Joaquin Phoenix, menjadi salah satu kekuatan utama film ini. Namun terlepas dari itu, salah satu yang menarik adalah munculnya kalimat, 'Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti', dalam jagat maya. Tulisan ini banyak diunggah netizen setelah menonton film berdurasi 122 menit itu. Dan, Tari adalah salah satunya yang ikut-ikutan mengunggah tulisan itu di media sosial miliknya.

Kini, di depan cermin Tari bertanya pada dirinya sendiri. 'Apakah aku bisa disebut orang jahat dengan menjalankan rencana ini? Apa benar aku orang baik yang tersakiti? Atau memang otakku sudah gesrek?'

Tari kemudian memindahkan perhatian pada Devan yang sedang membuka lemari dan memilih sendiri bajunya. Dari belakang, Tari bisa melihat punggung Devan yang dihiasi tato bergambar sepasang sayap. Tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil sehingga masih dapat dilihat dengan jelas oleh mata.

Tari berjalan mendekat, lantas mengusap punggung Devan tepat di bagian tatonya itu.

"Dev, tato kamu bagus, aku suka," puji Tari dengan tulus.

Devan yang sedang mencari baju di lemari menoleh melalui bahu. "Beneran kamu suka?" tanyanya meyakinkan diri sendiri. Baru kali ini Tari mengomentari fisiknya atau lebih tepatnya apa pun yang ada pada tubuhnya.

"Iya, gambarnya keren, ukurannya pas, nilai artistiknya juga dapat," kata Tari mengomentari.

"Kamu ngerti soal tato memangnya?"

"Sedikit. Soalnya Rayhan juga punya."

"Rayhan? Rayhan adikku? Rayhan mantan kamu?" Devan sontak berbalik menghadap Tari. Rona wajahnya yang tadi jernih lantas mengeruh.

"Eh, iya, Dev." Tari tersenyum kikuk. Dia sama sekali tidak bermaksud menyebut nama sang mantan. Tapi tato di punggung Devan tanpa sengaja mengingatkannya pada lelaki itu.

"Dia punya tato di punggung juga?" Devan menatap Tari penuh selidik.

"Iya, Dev, tapi sudahlah, nggak usah dibahas." Tari merasa tidak enak karena sudah membangkitkan kenangan lama walaupun tanpa sengaja.

Devan tidak mempedulikan Tari yang melarangnya dan terus bertanya. "Memangnya tato gambar apa? Kamu kok tahu?"

"Gambar sayap sama kayak kamu, Dev. Aku tahu karena waktu itu aku yang menemaninya bikin tato."

"Oh."

Devan kembali menghadap lemari mengambil baju yang akan dipakai. Ada sejumput rasa cemburu saat mengetahui masa lalu Tari bersama Rayhan.

"Dev, kamu nggak apa-apa kan?" Tari mengusap punggung Devan karena beberapa saat Devan mematung di depan lemari.

"Nggak apa-apa kok. Aku cuma bingung mau pakai baju yang mana. Coba deh kamu yang pilih." Devan mundur ke belakang dan menyuruh Tari memilihkan baju untuknya.

Rata-rata baju Devan yang tersusun rapi di lemari berwarna gelap. Pilihan Tari jatuh pada baju kaos Balmain warna hitam serta jeans biru navy. Seperti biasa, karena hitam dan navy adalah warna favorit Tari.

Sepanjang jalan ke rumah orang tuanya, Devan tidak banyak bicara dan memilih bungkam. Padahal biasanya dia tidak begini. Tari berpikir sendiri mencari-cari kesalahannya. Apa yang salah? Apa tadi dirinya salah bicara? Apa ada kata-katanya yang menyinggung perasaan Devan?

"Dev, kamu kenapa?" tanya Tari sambil menyentuh pelan lengan Devan.

"Nggak apa-apa." Devan menjawab tanpa menoleh. Pandangannya lurus ke depan pada lalu lintas yang dipadati kendaraan. Tidak heran, saat ini weekend.

L'amour de Paris (TELAH TERBIT) ✅️Where stories live. Discover now