"Tidak ada yang perlu ditakutkan didunia ini. Kita semua sama, tak perlu merendah pada orang yang lebih tinggi. Tetap pegang jati diri sendiri."***
Za berjalan melewati beberapa kendaraan yang terparkir diparkiran itu, baik kendaraan roda dua maupun roda empat.
Dari arah yang berbeda, ada seorang remaja perempuan yang berjalan bersisihan dengan Za. Tepat ketika berada dihadapan Za, gadis itu berhenti.
"Dunia ternyata sesempit ini yaa. Gak disekolah gak dirumah muka buluk lo kenapa muncul terus sih?" ucapan sinis itu hanya dianggap angin lalu oleh Za.
"Nah budek lagi. Kasian amat hidup lo. Mau ngapain lo kesini? Mulung?" Tia tersenyum sinis setelah mengatakan hal itu.
"Silat lidah lo hebat." Za langsung melanjutkan langkahnya setelah mengatakan hal tersebut, sama sekali tak terpancing dengan kata-kata iblis dari mulut seorang Tia.
Sesampainya didepan pintu, Za mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Tala. Percuma saja jika ia kembali kesekolah, bus akan sulit ia dapatkan di jam seperti ini.
"AUNTY SINII!" teriakan itu memenuhi restoran hingga berhasil menjadi pusat perhatian, namun para pengunjung nampaknya maklum karena yang berteriak adalah anak kecil.
Za berjalan menghampiri meja tempat Tala dan juga Teo berada. Disana tak hanya mereka berdua, tapi juga ada seorang pria dengan seragam TNI yang berada di kisaran umur sekitar 35 tahunan.
"Duduk Za." Za mengangguki ucapan Tala, kemudian ia duduk tepat disebelah Teo.
"Ini suami Aunty, Dirga." Tala memperkenalkan sosok laki-laki dewasa yang ada disana.
Za menganggukkan kepalanya, dilihat dari seragam yang digunakan suami Tala, jelas kalau suami Tala adalah orang yang berpangkat tinggi dalam militer.
"Za om." Za berkata dengan wajah seperti biasa, namun untuk kali ini dia lebih berekspresi dan juga sopan.
Bagaimanapun, ia dididik untuk hormat pada orang yang lebih tua, walau tak selalu ia terapkan dalam kehidupannya. Namun orang yang dihadapannya ini adalah suami dari Tala, tak mungkin ia bersifat sesukanya.
"Za atau Ka?" Dirga nampaknya tak masalah sama sekali dengan ekspresi Za. Dia sudah banyak mendengar tentang Za dari istrinya, selain itu ia juga sering bergabung dengan Tala dan juga Nada ketika mereka sedang berbicara ataupun hanya sekedar bicara biasa.
"Dua-duanya."
"Ihh aunty mah serakah."
"Gak ada manusia yang gak serakah sayang." Tala membelai lembut kepala Teo, sedangkan Za nampak tak masalah sama sekali.
"Aunty mau pulang?" Za bertanya. Bukannya takut jika pulang sendiri, tapi jika benar Tala akan pulang kerumah keluarganya, maka Za lebih baik mencari angkutan umum untuk pulang dari sekarang, yaa walaupun mungkin dia harus menunggu bus lebih lama dari biasanya.
"Pulanglah, masa aunty mau nginap disini?" Dirga tersenyum jenaka mendengar jawaban istrinya. Sedangkan dari yang ia lihat, remaja perempuan didepannya sama sekali tak terganggu, ekspresinya masih sama.
"Gak nutup kemungkinan kan?"
"Yakali, tapi kalo kamu mau nginap disini juga gak papa. Kamar pegawai masih banyak yang kosong looh." benar, restoran ini adalah milik keluarga Tala, lebih tepatnya ini adalah salah satu cabang restoran yang dibangun oleh mendiang kedua orangtuanya.
"Kamar dirumah juga masih banyak." kenapa ia harus tidur disini jika dirumahnya saja masih banyak kamar kosong yang tak terpakai.
"Siapa tahu kamu berminat untuk tidur disini? Yaa enggak?" Tala tak henti-hentinya menggoda keponakannya itu, walau tak ada ekspresi lain yang ia terima dari bocah anti lingkungan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Bad) Life-END
Teen FictionIni tentang Za. Gadis yang terkesan tidak peduli dan bodoamat dengan lingkungan sekitar tempat ia berada. Sengaja menarik diri agar kehadirannya tak disadari oleh banyak pasang mata. "Gue benci manusia. Tapi gue lebih benci fakta bahwa gue juga manu...