"Jika kepercayaan hilang, lantas apa yang akan di genggam untuk mengarungi kehidupan yang terlalu kejam?"***
Ditemani malam yang semakin larut, jalanan sepi yang membuat siapapun bebas untuk melakukan kejahatan dan kriminalitas. Lampu yang berjejer disepanjang jalan tak lantas membuat tenang orang orang yang melaluinya.Namun beda dengan Za, ia merasa ini semua biasa saja. Ia tak pernah takut untuk dihadapkan dengan kematian, lantas hanya untuk melewati jalan ini kenapa harus takut?
Jalan pulang yang ia lalui kali ini terasa lebih jauh dari yang biasanya. Itu dikarenakan ia memutar arah yang berlawanan dengan jalan yang seharusnya.
Ia tak sebodoh itu untuk mengambil jalan yang sama didepan orang banyak. Bahkan ia membawa mobil sampai Antariksa itu sudah mengganggu sedikit zona nyamannya.
Namun, tak mungkin jika ia harus naik bus ke Antariksa dari rumah Stella. Lantas jika ia pulang ia harus menjemput mobilnya dulu begitu? Itu hanya membuat waktunya banyak terbuang.
Arah jalan yang ia lalui terasa seperti milik pribadi. Dilihat dari kaca spion, tak ada satupun kendaraan dibelakangnya, kecuali beberapa motor yang sedari tadi terus berada dibelakang tanpa niat untuk mendahuluinya.
Hanya saja, dijalur dan arah yang berbeda masih nampak satu dua kendaraan yang melewatinya.
Melirik kearah kaca spion bagian kanan, Za bisa melihat beberapa motor mengikutinya. Bukannya percaya diri, hanya saja ia tak sebodoh itu untuk menilai gerak gerik orang lain.
Sekitar lima buah motor mengikutinya, bukan hanya itu. Jika dilihat sekilas ada beberapa dari mereka yang juga membonceng teman.
Za menekan pedal gas, menambah kecepatan mobil yang dikendarainya. Seperti kebanyakan kejadian lainnya, motor-motor itu juga ikut menambah kecepatannya.
Sekarang motor-motor yang mengikutinya nampak mensejajarkan kendaraannya dengan mobil Za. Bahkan ada tiga motor yang berada didepannya dengan memberi isyarat untuk berhenti. Namun Za tentunya tak kan berhenti begitu saja.
"WOI BERHENTI LO!"
Za melihat sekilas kearah samping, dimana orang yang mengendarai motor itu berteriak kepadanya. Namun Za kembali melihat kearah depan, seolah tak terjadi apa apa.
"LO TULI?! GUE BILANG BERHENTI! ATAU GUE PECAHIN KACA MOBIL LO!"
Za memutar sedikit stir mobil kearah kanan, berniat menyenggol motor tersebut yang nyatanya tak membuahkan hasil.
Ia benci kondisi seperti ini.
Pyarr
Kaca mobil depannya berhasil dipecahkan. Ada batu dengan ukuran lumayan yang masuk ke dalam mobil. Pecahan kaca itu nyaris mengenai dahinya, namun itu tak lantas membuat ia menghentikan laju mobilnya.
Satu hal yang sepertinya disayangkan hari ini, mobil yang Za bawa bukan mobil yang ia pakai biasanya. Sekarang ia hanya membawa mobil biasa yang merakyat di Indonesia.
Dengan satu tangan yang memegang stir, tangan kirinya digunakan untuk mengambil masker medis yang kebetulan ada di mobil nya. Tanpa merasa kesusahan Za memakai masker tersebut dengan satu tangan.
Selesai dengan masker, tangan Za meraih kaca mata hitam dan langsung memakainya. Jadi tidak akan ada yang tahu atau melihat wajahnya dengan jelas.
Melihat motor-motor didepannya berhenti dan menghalangi jalan, Za tak punya pilihan lain selain ikut berhenti. Ia masih punya akal yang cukup waras untuk menabrak mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
My (Bad) Life-END
Teen FictionIni tentang Za. Gadis yang terkesan tidak peduli dan bodoamat dengan lingkungan sekitar tempat ia berada. Sengaja menarik diri agar kehadirannya tak disadari oleh banyak pasang mata. "Gue benci manusia. Tapi gue lebih benci fakta bahwa gue juga manu...