Bab 2

2.5K 624 48
                                    

Kembang kantil

Titi merasa sedikit jengkel saat membaca urutan acara yang dimulai hari ini. Diawali dengan pengajian selepas salat Mahgrib tadi, besok selepas Ashar ada pemasangan bleketepe, tuwuhan lanjut dengan siraman. Malam hari selepas Mahgrib ada malam midodareni sedangkan akad nikah dan juga resepsi akan berlangsung besok pagi di rumah ini.

Tabel excel yang ada ditangannya terlihat lengkap mulai dari jam pelaksanaan, detail acara dan penanggung jawab. Ia sempat berharap kedua orang tuanya mau memotong beberapa urutan acara ini, pasti lebih menyenangkan baginya. Namun Titi sadar itu tidak akan pernah terjadi. "Bapak dan Ibu punya anak perempuan cuma satu. Jangan protes kalau akhirnya acara mantu ini jadi besar-besaran. Sekali seumur hidup bapak ibumu, lho ini!" Titi mengingat bantahan sang bapak saat ia melayangkan protes tentang urutan upacara adat yang harus ia lewati sebelum akad nikah.

Titi butuh mengeluarkan semua unek-unek di kepalanya untuk mempertahankan kewarasan. Budhe-nya akan menjadi ujian sabar selama beberapa hari kedepan, dan saat ini ia membutuhkan yaya untuk mendengarkan ceritanya.

"Ribet banget sih! Mau nikah aja rentetan acara sepanjang rel kereta api, yang penting kan ijab kabulnya bukan acaranya!"

"Ya mau gimana lagi. Keluarga kamu kan jawa asli, Ti. Saudara kamu njawani semua, mana bisa nikah enggak pakai acara adat. Dikutuk nenek moyang, ntar," jawab Yaya disela-sela tawa yang membuatnya rindu berkumpul dan bercerita tentang segala sesuatu.

Perempuan yang berprofesi sebagai WO itu sudah mulai dikenal di kalangan anak muda Surabaya yang ingin melaksanakan pernikahan tanpa ada acara adat yang ribet dan panjang. Sebenarnya Titi pun ingin meminta bantuan yaya untuk pernikahannya, tapi itu semua tidak mungkin terjadi.

"Ngomong-ngomong, sudah berapa lama enggak ketemu calon suamimu?" Pertanyaan yaya membuatnya teringat dengan pingitan konyol yang harus dilaluinya saat ini.

"Seminggu! tujuh hari yang terlalu panjang, aku enggak ketemu Mas Rindra. Aku kangen, Ya."

Tawa Yaya membuatnya semakin frustasi. Rasa rindu untuk calon suaminya menjadi semakin besar. Pasalnya saat ini ia benar-benar merindukan Rendra. Terlebih lagi setelah tadi pagi ia menutup telepon, hingga detik ini calon suaminya itu belum menelepon kembali. Ini jarak terlama mereka berdua tidak bertemu sama sekali. Saat salah satu dari mereka harus melakukan perjalanan dinas pun, paling lama tiga sampai empat hari bukan, seperti saat ini.

Rasa rindu membuat otaknya berputar semakin kencang, hingga mencari cara untuk bertemu calon suaminya sebelum hari H yang masih berlangsung beberapa hari. Cerita yaya tentang klien barunya pun hanya lewat tanpa ia dengar sama sekali, karena saat ini otak Titi sedang sibuk memikirkan cara untuk melarikan diri satu atau dua jam sebelum semua orang menyadari dia tidak ada dikamarnya.

"Ya, sorry. Aku tutup dulu, ya. Love you." Tanpa menunggu Yaya menjawabnya, Titi memutuskan hubungan dengan senyum licik di bibir. Wanita itu terpaku memandang ke arah halaman belakang rumah, pikirannya penuh dengan rencana melarikan diri yang harus dilakukannya.

Halaman belakang rumah orang tuanya yang terletak di daerah surabaya timur ini terasa sejuk karena banyaknya tanaman hijau. Berbeda dengan halaman depan yang hanya terdapat satu pohon mangga, di bagian belakang ini terdapat dua pohon mangga, satu pohon jambu air dan kelengkeng yang bapaknya tanam tahun kemarin. Rindangnya semua pohon itu membuat halaman belakang terasa sejuk dan dingin. Meski sinar matahari surabaya terasa menyengat, dedaunan pepohonan itu membuat sedikit teredam.

Kanthi(L) - (Repost)Where stories live. Discover now