Bab 15

1.9K 606 96
                                    

Saying Goodbye

Titi memandang kebaya putih, kain jarik, kerudung dan juga sepatu yang seharusnya dipakai pada saat ijab Kabul beberapa bulan yang lalu. Jarinya membelai pelan kain kebaya yang dipilihnya berdua bersama calon mertuanya waktu itu. ia memikirkan keadaan wanita baik yang menyayanginya seperti pada anak kandungnya sendiri itu. sampai saat ini, ia belum mempunyai kekuatan untuk datang berkunjung kerumah mantan calon suaminya itu.

Mungkin nanti, saat hatinya siap menghadapi kekecewaan yang pasti akan dilihatnya di wajah wanita yang dia panggil Mama semenjak cincin pertunangan melingkar di jari manisnya hampir dua tahun yang lalu. Titi mengingat satu persatu kenangan tentang persiapan pernikahan yang telah dia persiapkan. Bahkan saat ini, tumpukan souvenir yang telah selesai berada di dalam gudang bukan untuk dikeluarkan kembali.

Memikirkan persiapan yang dibatalkan itu membuatnya mengingat kotak kecil yang Budhe Lastri tinggalkan untuknya setahun lalu. Setelah beberapa menit mencari kotak yang ia simpan secara asal, akhirnya ditemukan diantara tumpukan kotak perhiasannya di dalam laci nakas. Titi mengoyang mencoba menebak isi kotak tersebut namun dia tetap tidak menemukan jawaban dari pertanyaannya.

Dengan jantung yang berdebar, ia membuka pelan kotak yang terlihat telah berubah warna. Karena takut dengan apa yang akan dia temui di dalam kotak tersebut, Titi membuka dengan mata yang tertutup rapat. Setelah yakin tidak ada suara ledakan atau apapun, dia melihat dan terdiam melihat isinya. Bunga kecil yang dia yakini dulunya berwarna putih dan berbau harum itu sekarang terlihat mengering dan berwarna coklat. Dia mendekatkan hidungnya mencoba menangkap aroma yang tersimpan, tapi dia tak bisa menemukan bau apapun disana.

Titi bertanya-tanya kenapa hidupnya selalu berurusan dengan bunga kantil semenjak pertemuannya dengan Budhe Lastri. Apakah hidupnya akan selalu diselingi bunga kecil itu.

Titi menutup kotak itu dan memasukkannya kembali ke dalam laci nakas dan berusaha melupakan kehadiran bunga itu. Namun sepertinya kehadiran bunga itu tak bisa dihindari begitu saja, karena saat dia membuka tas tangan yang dipakai saat menghadiri pernikahan Meme minggu kemarin, dia menemukan satu bunga kecil itu kembali.

"Tunggu sebentar, Mas. Aku ke kamar kecil dulu."

Dia mengingat satu-satunya saat dia meninggalkan tas tangan ini. Titi terkadang lupa dengan tas bawaannya jika terburu-buru, karena itulah dia menitipkan tas kepada Arya waktu itu. Dia berpikir apakah lelaki itu yang telah memasukkan bunga kedalam tasnya.

Sejauh yang dia ingat, Arya bukan lelaki yang percaya dengan mitos seperti itu. Meski Meme pernah bercerita tentang bunga kantil yang kakaknya simpan di dalam kotak. Bunga kantil pemberian pengantin wanita yang dikenalnya. Karena itulah dia sempat ragu apakah Arya yang memasukkan itu kedalam tas nya.

Titi mengetikkan pesan pada seseorang yang sejak seminggu lalu meminta untuk bertemu dengannya. Cepat atau lambat, semua harus terjadi. Siap ataupun tidak, dia harus melakukan ini.

***

Kafe yang terletak di sebelah toko buku Uranus menjadi pilihan Titi untuk bertemu dengan Rindra, lelaki yang pernah dia harapkan menjadi Bapak dari anak-anaknya. Dia merasa harus menyelesaikan semuanya di tempat mereka memulainya. Tempat yang tidak terlalu besar namun menawarkan kenyamanan itu selalu menjadi tempat tujuan saat mereka bingung hendak menghabiskan waktu dimana. Di tempat ini pula Titi setuju untuk memulai hubungan dengan lelaki yang sudah menunggunya saat ini.

"Hai, makasih sudah mau ketemu," sapa Rindra

Titi hanya tersenyum kecil lalu duduk setelah meletakkan tas kantong besar yang dibawanya di dekat kaki Rindra. Ada perasaan berat tak rela harus melepasnya, karena benda di dalam kantong itu adalah hal terakhir dengan memori tentang Rindra yang masih disimpannya.

Titi melihat Rindra terkejut saat melihat isi tas tersebut. Tak ingin lelaki itu melihat air matanya, Titi pun membuang muka melihat ke arah jalan Pucang yang selalu terlihat ramai. Dia tahu harus melepas semuanya agar bisa memulai babak baru dalam hidupnya. Dia tahu ini harus dilakukan sekarang.

"Titi ... ini?"

"Aku enggak memerlukannya lagi. Dan itu semua tidak ada gunanya untuk aku simpan."

"Tapi ...."

Titi menghentikan Rindra, karena dia tahu apa yang akan dikatakan lelaki yang dulu membuatnya tak bisa tidur karena memikirkannya. Meski sesekali ia masih memikirkannya dan membuatnya tak bisa tidur karena merasa ada sesuatu yang belum selesai diantara kita.

"Mas buang atau mau dijual lagi, aku enggak peduli. Atau mungkin Mas ingin Yaya pakai untuk pernikahan kalian, aku enggak peduli," sindirnya.

Setelah mengatakan itu, Titi berdiri hendak meninggalkan tempat itu tapi kakinya berhenti saat terdengar suara Rindra sedikit bergetar. "Kamu tahu Bapak mengembalikan semua yang sudah aku transfer ke rekening Iras?" Sekuat tenaga Titi menahan air mata, akhirnya tumpah juga mengingat semua yang kedua orang tuanya lakukan. Bahkan kedua saudara yang kadang menjengkelkan pun membuatnya terharu.

Setelah mengatur nafas, Titi membalik badan dan melihat mata lelaki itu memerah. Dia tahu Rindra pun menahan untuk tidak menangis saat ini, tapi ia juga tahu itu tidak mungkin karena sayang yang masih tersimpan di hatinya. Semenjak malam itu, Titi yakin rasa bersalah telah menggerogotinya dari dalam.

"Sehari sebelum kita dipingit, ada masalah di kantor. Aku bersyukur enggak harus ketemu kamu, jadi bibir ini bisa menahan untuk tidak menceritakan semuanya kepadamu."

"Tapi kamu cerita ke Yaya!" hardik Titi tanpa mempedulikan beberapa mata yang melirik ke arah mereka berdua. Diam yang Titi lihat sudah menjawab pertanyaannya. Sakit yang masih belum mengering itu seakan berdarah kembali. Calon suaminya, lelaki yang seharusnya menjadi partner sepanjang hidupnya lebih memilih menceritakan masalah yang dihadapinya kepada orang lain.

"Kamu semangat menghadapi pernikahan kita, aku enggak mau membuatmu sedih dengan memikirkan masalahku--"

"Itulah pernikahan, Mas. Kita akan berbagi semuanya, termasuk masalah!" sela Titi tidak sabar mendengar semua alasan lelaki itu.

Titi mengalihkan pandangannya, dia membutuhkan waktu untuk menerima kenyataan bahwa kehadirannya bagi lelaki di depannya saat ini bukan untuk berbagi suka dan duka. Ia harus menelan pil pahit bahwa mereka berdua tidak berjodoh. Garis kehidupan mereka tidak akan sejalan atau bahkan bersinggungan.

"Bapak dan Ibu enggak membatalkan catering yang sudah dipesan. Semua makanan itu datang tepat sesuai perjanjian. Ibu membuat hampers, semua makanan dimasukkan kotak dengan beberapa tangkai bunga yang seharusnya menghiasi seluruh sudut rumah dilengkapi ucapan terima kasih dan permintaan maaf atas pembatalan acara. Semua dibagi ke tetangga dan juga undangan yang ada di surabaya. Mas Iras dan Indra lah yang mengkoordinir masalah pengiriman."

Selama cerita yang meluncur lancar dari bibirnya, tidak sekalipun Titi memandang ke arah Rindra. Beberapa kali ia mendengar tarikan nafas lelaki itu yang terdengar berat. Seakan melepas sesak yang dirasakannya.

Seperti layaknya orang yang sedang patah hati, Titi menangis sejadi-jadinya setelah meninggalkan ruang tamu malam itu. Di hari kedua, ia memutuskan untuk pergi dari Surabaya dan menenangkan diri, Solo menjadi pilihannya.

"Aku minta maaf, Ti. Kalau seandainya waktu bisa diputar ...."

"Tapi waktu tetap berjalan, Mas. Kamu sudah memilih untuk enggak berbagi dengan calon istrimu, sepertinya itu cara Allah untuk memberi tahu bahwa kita enggak berjodoh. Allah sudah membuka mataku dan memperlihatkan lelaki yang cinta dan sayangnya ternyata hanya di bibir dan aku bersyukur kita batal menikah."

Baik dia ataupun Rindra memutuskan untuk diam dengan pikiran masing-masing. Titi merasa sudah menyampaikan apa yang harus disampaikannya. Namun sepertinya, lelaki yang terlihat tidak nyaman dalam duduknya itu masih ingin mengatakan sesuatu. "Katakan maksud dan tujuanmu, Mas. Sudahi semua urusan kita, dengan begitu kita bisa kembali menjadi dua orang asing yang tidak saling kenal."

"Aku ... aku akan menikah dengan Yaya."

Mas Gigih, udah.
Mas Abhi juga udah.
Sekarang giliran repost Mas Arya Kamandanu

Happy reading
😘😘😘
Shofie

Kanthi(L) - (Repost)Where stories live. Discover now