Bab 3

2.3K 718 67
                                    

Now or Never

Titi menutup wajah dengan kedua tangan dan menghirup oksigen sebanyak yang bisa paru-parunya tampung. Ia membutuhkan semua tenaga yang tersisa di badan untuk menghadapi semuanya. Semua dimulai dari saat ini. "Aku harus kuat. Siap ataupun tidak, it's now or never!" katanya menyemangati diri sendiri.

Wanita itu membuka pintu mobil setelah nafasnya sedikit teratur. Meski bekas air mata masih terlihat di wajah, tapi ia tak peduli. Dia mengenal semua orang yang ada di dalam rumah ini, dan tidak ada seorangpun yang akan memalingkan muka darinya.

Dengan nafas yang masih sedikit tersengal, ia membuka pintu pagar dan membiarkan dalam keadaan terbuka. Karena ia tahu beberapa menit lagi ada seseorang yang akan datang dengan wajah bersalah dan tangis di wajahnya. Dilihat dari lampu yang menyorot ke arahnya pada saat ini, rupanya orang tersebut datang lebih cepat dari dugaannya.

Titi melihat jam di pergelangan tangan kanan, pukul sebelas malam. Ia tahu saat ini Iras dan Indra pasti belum tidur. Sedangkan bapak ibunya yang selalu tidur di jam sembilan pasti sudah ada di dalam kamar mereka.

Namun sepertinya ia salah. Karena saat ia membuka pintu, wajah keduanya lah yang pertama ia lihat duduk di ruang tengah. Kedua saudara lelakinya berjalan di belakang budhe-nya dengan nampan di tangan berjalan menuju kedua orang tua mereka saat ini. Melihat mereka semua, semua kata yang sudah ia persiapkan semenjak membuka pintu pagar pun menghilang.

Titi hanya mampu membuka dan menutup bibir beberapa kali tanpa ada satupun kata yang keluar. Namun air mata sepertinya memutuskan untuk keluar tanpa ia perintah terlebih dahulu. Karena saat ini ia bukan hanya menangis pelan, tapi tersedu-sedu dengan tangan mencengkeram dada.

Sesak yang Titi rasakan semenjak melihat mereka tak kunjung berkurang meski ia telah berada di rumah ini. Dia duduk bersimpuh di depan kedua orang tuanya dan tak berhenti mengucapkan kata maaf. Titi merasa semua ini adalah kesalahannya, karena ia mempercayai orang yang salah. Karena mencintai seorang lelaki brengsek yang tak bisa menahan nafsu.

Ketukan pintu membuat air mata langsung berhenti dengan sendirinya. Nafas Titi sedikit menderu menahan marah yang menyeruak di dada mengetahui siapa yang Sayang saat ini. Sebelum berhadapan dengan mereka yang mengetuk pintu, ia mengusap wajah menghapus semua bekas air mata di pipinya. Saat ini ia harus kuat. Kalimat yang ia ulang di kepala semenjak langkahnya keluar meninggalkan apartemen Rindra. Bapak dan ibunya berdiri menyambut kedua orang tersebut dan titi berjalan menuju dapur untuk mendinginkan kepala.

Ia buka pintu apartemen Rindra dengan senyum bahagia dan penuh semangat. Sepanjang jalan ia bisa membayangkan senyum calon suaminya saat melihat calon pengantinnya ada di depan matanya. Kening Titi berkerut saat melihat sepatu merah berhak tinggi tergeletak sembarangan tak jauh dari pintu yang terbuka lebar.

Itu bukan sepatunya, karena high heels dan kakinya tidak pernah berteman akrab. Segera saja Titi mengusir pikiran buruk yang tiba-tiba muncul di kepalanya saat ini. Apartemen yang tidak bisa di bilang kecil itu terlihat gelap, satu-satunya penerangan hanya berasal dari kamar tidur yang tidak tertutup dengan sempurna.

Pikiran buruk itu datang kembali. Sekali lagi, Titi berusaha untuk menghalaunya kembali. Meski jantung kembali berulah, berdetak kencang membunyikan alarm di pikirannya. Namun sekali lagi, ia mengusirnya.

Dengan langkah pelan, dia menuju kamar tidur Rindra. Tiba-tiba ia merasakan pipinya telah basah, meski tidak sadar mulai kapan ia menangis. Entah apa yang ditangisinya saat ini. Tangannya bergetar saat hendak mendorong pintu kamar lelaki yang akan menjadi suaminya dua hari lagi.

Titi berhenti untuk mengatur nafas dan menghalau semua pikiran-pikiran buruk di kepala sebelum mendorong pelan pintu kamar Rindra. Segera saja ia menyesali dorongan setan untuk meninggalkan rumah malam ini.

Kanthi(L) - (Repost)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin