"Dipandangi terus lama-lama jatuh hati."

7K 1.2K 319
                                    

Ini adalah versi asli yang belum disunting sama sekali. Versi yang lebih rapi, lebih halus, lebih nyaman di baca, akan ada di buku.

Terima kasih dan selamat membaca 💕

•°•°•

I THINK I've met her before, but I can't remember exactly when, where, and how.

'Before' yang gue maksud bukan di panggung grand final The Super Show dua bulan lalu. Malam itu, gue bertemu semua finalis, bahkan yang sudah tereliminasi sebelumnya, kecuali dia. Pita Janari, satu-satunya finalis yang absen waktu perkenalan sama gue, padahal nyokap dan Sri di rumah getol banget nodong gue foto bareng dia. Paginya, dua perempuan kesayangan gue itu mendadak irit bicara.

Dua bulan berikutnya, gue pikir mereka sudah lupa tentang Pita-Pita ini but I was wrong. Gue ditodong foto bareng lagi waktu keceplosan cerita tentang undangan talkshow By The Way semalam. Lingkup acara yang kecil memudahkan gue menghampiri dia, yang seiring waktu gue sadari bersikap terlalu janggal sebagai seseorang yang baru berkenalan.

Dan daripada baru-berkenalan, lebih tepatnya Pita enggan-terlihat-bahwa-dia-mengenal gue. I mean, lihat bagaimana dia memotong ucapan gue, waktu gue mau bilang bahwa gue merasa pernah bertemu dia. Dia ingin menegaskan bahwa dia benar-benar baru bertemu gue di acara By The Way, yang justru membuktikan sebaliknya. Dia pernah mengenal gue jauh sebelum ini.

Gue bilang 'jauh' sebab gue sendiri nggak ingat, tapi wajah cewek berambut gelombang di ponsel gue ini terasa familier.

"Hello, Srikandi, this is Pita Janari ...."

Ini kelima kalinya gue me-replay rekaman Pita. Gue pause berkali-kali buat zoom in matanya, zoom in hidungnya, zoom in senyumnya—

"Ayu tenan, yo, Bang? Tak kasih tahu, ya, dari mata turun ke hati, dipandangi terus lama-lama jatuh hati."

Kemunculan Sri membuat gue spontan mendekap ponsel. Dia meletakkan sepiring pancake di meja lantas menempati sofa ruang keluarga bersama gue.

"Abang belum sarapan, tho? Ini dimakan, ya, tanda terima kasih," katanya, dengan senyum cerah yang segera menular ke gue. "Kak Pita aslinya gimana, Bang? Pasti lebih ayu daripada di TV, tho? Mana baik bener lagi, ndak pelit, aku cuma minta satu foto, eh dikasih video spesial pakai telor."

Gue nyengir kuda. Andai Sri tahu bahwa itu karena Pita nggak sudi foto bareng gue.

"Cantik," gumam gue. Tapi cantikan kamu.

Gue menikmati pancake sambil mendengarkan Sri yang masih ngoceh all about Pita. Pita this, Pita that, pengin bisa menyanyi sekeren Pita, dan semua yang sebenarnya sudah Sri ceritakan berkali-kali tapi tetep gue dengerin. Isinya membosankan. Gue betah semata-mata karena positive vibes yang gue terima dari Sri: enerjik, antusias, dan tulus. Melihat senyum dan tawa Sri adalah recharge harian gue.

Meski, yah, yang bikin dia sebahagia ini adalah Pita Janari, bukan gue.

Speaking of her, "Pitaloka Janari Dahayu," gumam gue. Bahkan nama lengkapnya nggak asing di telinga gue. "Kamu tahu teman-temannya yang lain? Abang lihat Insta dia cuma follow sesama finalis dan mentor TSS. Pasti itu akun baru dibuat waktu jadi finalis."

Sri mengerutkan kening sebelum menjawab, "Iya, ya?" Dia manggut-manggut. "Ndak ada, sih, Bang. Ndak follow yang lain lagi. Feed dan story-nya ndak ada di luar kesibukan menyanyi juga."

Gue mengembus pendek. Itu benar, gue juga lihat sendiri.

"Kamu bilang dia kuliah, di mana? Jurusan apa? Semester berapa?"

Sakura Kiss 🌸 [END]Where stories live. Discover now