"Jangan berusaha mengingat karena itu percuma."

4.3K 998 375
                                    

Aku mengadakan early giveaway. Buat yang konsisten meramaikan dengan vote + komen di setiap bab cerita ini (dari awal sampai tamat) berhak mengikuti giveaway 1 bukuku bebas pilih, asal terbitan Karos Publisher (TERSIPU, The Countdown, atau Sakura Kiss kalau sudah proses terbit nanti). Aku cek satu-satu, jadi bagi yang berminat, jangan melewatkan vote + komen satu bab pun 😉

Terima kasih dan selamat membaca 💕

•°•°•

"YAH, LEPAS!"

Ribut-ribut pagi pertama rombongan kami di ryokan Kota Sendai, Prefektur Miyagi, dimulai karena keluhan Hans setelah sarapan. Plester Anpanman melorot dari pipinya dan nggak bisa ditempelkan lagi. Dia menekan-nekan kain kecil itu di posisi semula, tapi percuma, kurasa lemnya sudah hilang.

Di sebelahnya, Kak Milly menatap gemas, "Emang luka gimana, sih?" lalu menyipitkan mata ke bagian yang ditunjuk Hans. "Yaelah ini beset doang, Hans! Dari kemarin gue pikir borok atau koreng sampai harus ditutup-tutupin!"

"Kemarin berdarah, Mil!" Hans ngotot, kemudian menoleh ke arahku. "Iya, kan, Pit?"

Aku mengedikkan bahu dan meneruskan makan sup. Bodo ah.

Kak Pin berkomentar. "Kemarin lima hari yang lalu maksud lo? Ini bekasnya juga udah pudar, ngapain lo plester lagi?"

"Mana Anpanman lagi, so uwuu." Kak Milly cekikikan.

"Mas Hans, saya ada plester lagi kalau mau. Insya Allah nggak kelihatan di kamera soalnya transparan."

"Nggak, Rei. Thanks, ya." Hans menolak datar.

"Yeee, lo maunya yang motif Anpanman, kan? Ngaku lo, ngaku!" tuduh Kak Milly tertawa-tawa. "Lagian lo gimana bisa beli plester cuma selembar? Beli tuh serenteng buat ganti-ganti!"

Semua heboh menertawakan dan menggoda Hans. Aku tidak. Aku terkekeh seperlunya, lalu lebih memilih menyelesaikan sarapan. Rasanya ada sesuatu yang perlu kupastikan dari Hans. Gelagatnya mencurigakan.

•°•°•

Terlepas dari ski itu memang seru (banget!), tetap saja after effect-nya adalah encok seluruh badan. Pantas saja olahraga itu dijadwalkan pada hari terakhir acara Sapporo: supaya setelahnya kami punya waktu istirahat empat hari. Dibantu koyo penghangat, cukup deh buat meredakan encok tersebut.

Senin ini, energiku penuh lagi dan siap untuk syuting episode Sendai. Lokasi ryokan yang tepat di pusat kota membuat kami nggak perlu naik transportasi umum. Begitu keluar ryokan, tinggal jalan menyusuri trotoar sekitar 100 meter, kami langsung menemukan tujuan pertama.

"Kita baru aja memasuki area salah satu wishlist gue sama Pita, yaitu ..." Kak Milly merentangkan tangan lebar-lebar, "Ichibancho! Kita ke lapak mana dulu, nih, Pit?"

Aku tertawa mengikuti langkahnya. "Sabar, Bund, itu lapaknya baru pada balikin papan open di pintu. Kita kepagian deh, tapi nggak papa. Jadi, seperti yang bisa Travel Buddies lihat sendiri, Ichibancho ini semacam shopping district. Sepanjang jalan ini isinya macam-macam gerai A to Z ...."

"Kayak mall."

"Nah, kayak mall." Aku membenarkan Kak Milly. "Tapi nggak dipadatkan di satu gedung gitu, susunannya lebih ke kompleks perbelanjaan. Kalau di Indonesia, mirip kayak di ...."

"Pasar Glodok."

Kak Pin ngakak di belakang kami. "Pasar Glodok banget, Bund. Lo ngelapak ya di sana? Sini gue endorse gratis." Diledek begitu, tampang Kak Milly langsung kecut.

Sakura Kiss 🌸 [END]Where stories live. Discover now