PROLOG

3.3K 131 1
                                    

Assalamualaikum, teman-teman semua! Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga teman-teman semua sehat selalu ya^^

Sudah siap baca prolog cerita ALTHAIR 2?

Jangan lupa Vote, Comment, dan Share cerita ini!

Happy Reading semuanya!

~~𝕬𝖑𝖙𝖍𝖆𝖎𝖗➁~~

~~𝕬𝖑𝖙𝖍𝖆𝖎𝖗➁~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"𝑲𝒂𝒓𝒆𝒏𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒓𝒊𝒏𝒅𝒖𝒌𝒖 𝒑𝒂𝒅𝒂𝒎𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒌𝒕𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒘𝒂 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒓𝒎𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒆𝒍𝒆𝒏𝒈𝒌𝒂𝒑 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒌𝒖."


Swiss,

Angin bertiup lembut menerbangkan beberapa daun yang lepas dari dahannya. Menari-nari mengikuti arah angin lalu terhempas ke permukaan tanah.

Tepat di bawah pohon rindang yang daunnya mulai berguguran, terlihat seorang laki-laki berambut coklat gelap yang sedang berbaring di atas rerumputan, menikmati harinya seperti biasa. Kedua telinganya di tutup headphone hitam yang terhubung ke ponsel.

Turkish March (Rondo Alla Turca. Sonata in A K331) karya Wolfgang Amadeus Mozart memenuhi indera pendengarannya.

'Sky tau musik ini nggak? Musik ini namanya Turkish March. Key pernah denger Mama memainkan musik ini dan sangat bagus!'

'Key suka musiknya?'

'Suka banget! Musik ini adalah salah satu musik kesukaan, Key!'

'Kalau begitu Sky juga suka musiknya. Kalau Key suka, Sky juga pasti suka.'

Perlahan kedua kelopak matanya terbuka, memperlihatkan manik mata gelap itu. Menatap lurus pada langit biru siang ini.

"Althair!"

Segera, ia bangkit dari pembaringannya sejak lima belas menit yang lalu. Rambut coklat gelap yang terlihat acak itu jatuh menutupi hampir seluruh permukaan keningnya.

Kepalanya menoleh melihat dua laki-laki dan satu perempuan seumuran dengannya yang berjalan menghampiri. Bryan, Ken, dan Maria, teman-temannya selama ia di negara kelahiran Ayahnya, Swiss.

"Kalian sudah kembali?" Althair menghentikan alunan melodi di ponselnya, menanggalkan headphone dan melingkarkannya di leher.

"Aku sangat lapar!" ujar Ken duduk di samping Althair seraya mengelus perutnya. Mereka duduk melingkar di bawah pohon.

"Kau memang selalu lapar, hampir setiap saat," cibir Maria meletakkan makanan yang mereka beli di tengah-tengah. Membaginya sesuai pesanan masing-masing.

"Kau sedang mendengarkan lagu apa?" tanya Bryan melihat tali headphone Althair terhubung ke ponsel.

"Turkish March," jawab Althair seadanya. Tangannya yang memegang sendok plastik putih bergerak memasukkan makanan ke dalam mulut.

"Kau selalu mendengarkan itu. Segitu sukanya sama musik Mozart?"

Althair hanya diam, membiarkan pertanyaan Ken menggantung di udara.

"Musik itu, kan, penuh kenangan untuk Althair. Benar, kan?" Maria menoleh pada Althair.

Althair hanya menjawab dengan anggukan.

"Althair, apa ... kau jadi pindah kembali ke Indonesia?" tanya Maria membuat Bryan dan Ken juga menatapnya, meminta jawaban.

Althair mengangguk. "Iya, jadi."

"Berarti kita tidak bisa bertemu lagi," ujar Ken. "Padahal, aku sangat senang bisa berteman denganmu."

"Kita akan tetap berteman," sahut Althair cepat. "Kita bisa berkomunikasi lewat telfon dan internet."

"Benar juga. Kan, zaman sudah canggih."

"Al, setelah kau kembali ke negaramu, apa kau akan mencari sahabat masa kecilmu itu?" tanya Bryan.

"Iya, aku akan mencarinya dan meminta maaf karena pergi tanpa pamit."

"Apa dia akan memaafkanmu?" tanya Maria.

Althair menggeleng pelan. "Aku tidak tahu. Tapi, jika dia tidak memaafkanku, tidak masalah. Bagiku, bisa bertemu dengannya kembali adalah hal yang paling aku tunggu. Dan kesempatan itu tidak akan pernah aku sia-siakan."

"Kalau nanti dia tidak mengingatmu bagaimana?"

Bryan dan Maria langsung menoleh pada Ken dengan kedua mata melotot.

"Ken! Jangan bilang begitu!" ujar Maria.

"Maaf, aku hanya bertanya. Takutnya nanti sahabat Althair itu tidak mengenalinya lagi. Kan, sudah tujuh tahun mereka tidak bertemu."

"Benar juga," gumam Bryan setuju dengan kata-kata Ken.

Althair mendongak menatap langit, ia juga memikirkan hal yang sama seperti Ken.

Akankah sahabat masa kecilnya itu masih mengingatnya?

Pertanyaan yang selama ini selalu ia pikirkan namun tidak menemukan jawaban pasti. Namun ia berharap, sahabat masa kecilnya masih mengingatnya sampai detik ini. Meskipun rasanya itu agak naif.

"Walaupun dia tidak mengingatku, tapi aku akan terus mengingatnya. Sampai detik ini pun aku masih mengingatnya."

~~𝕬𝖑𝖙𝖍𝖆𝖎𝖗➁~~

Heyyoooo semuanya!

Bagaimana menurut kalian part ini?

I hope you like this!

Yuk ramaikan ALTHAIR 2. Jangan lupa Vote, Comment dan Share yaa. Ajak teman-teman, sahabat, keluarga sampai tetangga kalian untuk baca ALTHAIR 2.

Terus support ALTHAIR 2!

Semoga hari kalian menyenangkan^^

Tetap jaga kesehatan semuanya^^

Yuk spam Comment

Jangan lupa ikuti semua akun sosial media aku yaa!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa ikuti semua akun sosial media aku yaa!

See you next Chapter^^










Salam,

RatihRahma

ALTHAIR 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang