[24] Katakan Semua Ini Bohong!

3.2K 409 62
                                    

Ada banyak kata yang harus kamu ucapkan di dunia ini, tak bisa menyebutkan segalanya, cukup bilang. Maaf dan terima kasih.

-Dian-

Terhenti langkah Alice dan Bima saat menatap pintu kamar VIP yang dijaga dua bodyguard sang Papa, seolah-olah wanita yang berada di dalam sana ratu untuk lelaki itu.

Berbeda dengan ruangan Mamanya yang tampak biasa saja, tak ada perlindungan khusus, padahal sudah jelas wanita gila di sana istri sahnya.

Tatapan kebencian terbentuk namun Alice menepis segala hal, menurunkan sedikit egonya agar wanita itu mau melepaskan Papanya dan kembali pulang.

Hembusan napas berulang kali Alice buang, ia hempas segala keributan memutar enggan beranjak, sesaat menunduk ia kembali mengangguk final dari keputusannya kali ini.

"Bim, lo tunggu di luar aja ya, gue akan masuk sendiri."

"Gue takut lo tiba-tiba kalut Al."

"Gak, kali ini percaya sama gue."

Bima mengangguk pasrah sembari menatap punggung gadis yang sekarang sedikit berbincang dengan kedua lelaki tegap itu, saat Alice melengos ke arahnya lalu mengangguk, Bima membalasnya dengan senyuman.

"Hai Tante," jemari Alice terangkat melambai, sedangkan Dian hanya terpaku sembari meletakkan ponsel digenggaman ke atas nakas, ada ketakutan yang tampak namun ia coba sembunyikan.

"Sepertinya luka kecil ini terlalu dibesar-besarkan oleh Papa saya, sehingga ia membawa dua bedebah itu untuk menjagamu Tante, sialan memang."

"Apa tujuanmu ke sini Alice."

"Meminta maaf," singkat Alice lalu mendekat, berdiri ia menatap Dian dengan kepala diperban seraya bersedekap. "Berapa jahitan?"

"Minta maaflah dengan tulus setelah itu pergi dari sini! Saya butuh istirahat."

"Bukankah dari tadi Tante asik memainkan ponsel?"

"Itu bukan urusanmu."

Alice menyunggingkan senyumnya, perdebatan di dalam otak Alice sama sekali tak berfungsi, nyatanya ia lebih memilih menyiramkan bensin daripada memadamkan api.

"Saya ke sini bukan untuk meminta maaf saja Tante, tapi meminta Tante untuk sadar diri sebagai seorang perusak. Menghancurkan kehidupan orang lain tak akan menjadikan hidupmu bahagia."

Dian tersenyum dalam gelengannya, ia menatap Alice tanpa kedipan, begitu nyalang begitu menakutkan.

"Al, saya tak pernah berselingkuh dengan Papamu_"

"Ck, wanita gila! Tante bahkan bercinta di kamar Mamaku masih berani mengelak itu bukan perselingkuhan, kalian sudah menikah? Kapan?"

"Saya akui itu salah."

Lengan Alice terjatuh lalu ia remat begitu erat. "Hanya itu? Tante punya otak, kan? Coba pikirkan wanita yang sekarang menjadi gila karena melihat suaminya bercinta dengan wanita lain di kamar tidurnya, bahkan tanpa maaf ataupun penyesalan yang kalian berikan kepada Mamaku!"

Alice menubrukkan tangannya di kasur dengan kilatan yang tampak sangat marah.

"Seharusnya saya menikam tante dengan runcingan botol waktu itu sehingga kematianmu bisa menjadi hadiah untuk Mamaku," ucap Alice mengebu, napas yang terembus keluar bukan lagi udara melainkan kepedihan.

"Atau," Alice berdiri lalu menoleh menatap pisau kecil yang berada di samping buah.

Sadar tatapan Alice mengarah ke sana Dian mencekal lengan gadis itu lalu merematnya dengan getaran yang hebat.

Hai Darrel [Tamat]Where stories live. Discover now